Sekali lagi dia mengingatnya. Alkohol, ciuman, dan malam panjang yang bergairah berputar dalam ingatannya kembali bagaikan kepingan CD yang diputar dengan percepatan 16x. Gadis itu tersenyum dengan mata terpejam masih di atas ranjang tempat pergulatannya dengan pria asing yang mengagumkan itu. Mengingat itu kembali membuat hormonnya kembali tidak stabil dan ingin kembali melakukan hal memalukan itu lagi. Yah, memang memalukan. Melakukan hal yang sangat bertentangan dengan tradisi timur ditambah lagi dengan pria yang baru ditemuinya semalam.
Suara televisi yang samar-samar mengenai saham dan tetesan air di wastafel membuatnya sadar akan pikirannya itu dan bangun dari tidurnya. Oh sungguh! Ini bukan karakternya.
"Kau masih di sini?"
Pria dengan setelan jas rapi itu tampak menikmati kopi paginya sambil membuat panggilan. Merasa jika teman seranjangnya itu terbangun, dia berhenti dan mematikan sambungan telepon yang belum lama dibuatnya. Dia yakin pria yang diteleponnya sana sedang mengoceh sendiri karena pemutusan sepihak itu.
"Kau sudah bangun? Mau kopi? Atau sarapan dulu?"
Dengan santainya sang gadis beranjak dari atas ranjang tanpa memakai sehelai apapun, membiarkan rambut panjang broken white-nya menutupi dada. "Aku pikir kita bukan dalam posisi harus saling sapa." timpalnya santai sambil mengambil bathrobe yang sudah tersedia.
"Ah.. begitukah?" gumam pria bersurai pirang itu berlagak baru mendengar istilah tersebut. "Jadi, kau tidak ingin bertemu denganku lagi?
"Tidak." jawab gadis bernama Huang Yuuji ini dengan cepat.
"Sayang sekali hanya menjadikanmu wanita semalamku saja, ingin berpartner denganku?"
"Tidak." jawabnya lagi kemudian masuk ke dalam kamar mandi mengabaikan pria itu.
"Aku ditolak." gumamnya dengan senyum kecil sambil menatap cangkir yang masih dipegangnya dengan mata crimsonya.
***
Yuuji membasuh tubuhnya dengan shower, memilih menggunakan air dingin untuk menstabilkan otaknya akibat produksi endorpin berlebihan hasil dari percintaannya dengan pria asing itu. Perasaan panas itu masih membayangi tubuhnya, dan terlebih lagi otaknya itu tidak mau bekerja sama untuk menenangkan hormon yang masih meletup-letup karena merindukan sentuhan pria itu lagi.
Sialan!
Yuuji mendongak, membiarkan wajahnya disiram dengan titik-titik deras yang dihasilkan shower. Aku bahkan tidak tahu namanya.
Gadis itu keluar sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, dan seperti dugannya pria itu sudah menghilang. Masih dengan dibalut handuk dia duduk di tepi ranjang menumpu tangannya pada kasur dan menatap keatas.
"Pernikahan, ya?" gumamnya. "Tsk. Bahkan aku repot-repot untuk diperawani hanya sebagai tanda bahwa aku menentang pernikahan ini. Ego memang merepotkan, desu-yo ne?"
Yuuji menoleh saat ponselnya berbunyi, dia menggapai dan menjawabnya dengan enggan. "Ya?"
"Aku sudah di depan kamar." bisik suara diseberangnya. Untuk apa berbisik? Yuuji tidak mengerti.
"Hm, masuk saja. Aku sendiri. Kau pasti punya cadangannya kan."
"Hehe, kau tau? Oke."
Pintu hotelnya terbuka, disana ada seorang gadis berambut legam yang menawan menemuinya dengan wajah cerah tapi jangan harap dia bisa secerah itu pada makhluk lain selain Yuuji. Kecuali kau menarik perhatiannya itu mungkin saja.
"Yuuji! Bagaimana pilihanku? Dia bukan pria sembarangan, lho. Artis papan atas. Fuwa Mahiro. Dia sexy kan? Walaupun dia menyebalkan." ucap Akabane Hana dengan semangat namun diakhiri dengan cibiran.
Yuuji justru terkejut mendengarnya, "Fu-fuwa- Mahiro-san?"
"Iya! Kenapa kau terkejut?"
"Aku kenal pria itu, tapi rasanya.. aku tidak bersamanya. Yang bersamaku semalam saja aku tidak kenal siapa dia."
"Apa?!" tiba-tiba Hana merasa tengkuknya dingin, bagaimana mungkin dengan orang lain? Mungkinkah itu salah satu musuh yang ingin menyebar gosip?
"Yu-Yuuji, kau serius?" Yuuji mengangguk dengan tenang, seolah olah bukan masalah besar. Dia meraih paper bag yang dibawa Hana lalu segera berganti baju. Dengan mode panik Hana mencari ponselnya di dalam tas lalu menghubungi pria itu.
"Mahiro-san?! ini aku. Bagaimana permintaanku semalam?!"
"Oh, Hana.. ini kau. Kemarin aku tidak bisa hadir. Tiba-tiba ada wawancara dengan stasiun radio. Maaf aku lupa mengabarimu."
"Kau yakin tidak meminta temanmu untuk menggantikan?"
"Mana mungkin! Kenapa? Apakah ada masalah?"
"Tidak! Tidak! Pokoknya jangan sampai ada yang tau tentang transaksi ini jika kau masih ingin hidup!"
***
"Terimakasih sudah mengurus pria artis itu." Ucap Souji sambil menyerahkan dokumen yang sudah dia tandatangani. "Yashino? Yashiro? Ma- dare?"
"Fuwa Mahiro-san." Ralat sekertaris pribadinya. Pria berambut panjang itu bernama Shinsuke Shinsuke. Dia adalah asisten pribadi sekaligus merangkap sebagai sekertarisnya. Pria yang mudah diajak kerjasama dan hasil kerja yang memuaskan. Ditambah lagi sudah dianggapnya sebagai kakak.
"Aku tidak menyangka dia sedepresi itu dengan status perawannya." Gumam Souji sambil membaca laporan. "Yang ini tolong direvisi." Ucapnya kemudian sambil menyerahkan dokumen tersebut.
"Hai." Shinsuke menerimanya dan melihat apa saja yang sudah ditandai untuk direvisi. "Dia bukan depresi." Ucapnya sambil menutup dokumen. "bisa dibilang, kau ditolak." lanjutnya santai.
"Ha?"
"Dia melakukannya sebagai wujud protes atas rencana pernikahannya. Cara protes yang menarik." Gumam Shinsuke sambil menggosok dagu. "Dari tipenya dia bukan hal yang tertarik dengan asmara, ditambah dengan tubuhnya yang indah ternyata dia sama sekali belum tersentuh. Gadis yang luar biasa." Lanjutnya dengan nada kagum.
"Walaupun pujian itu darimu. Anehnya, aku membencinya. Jangan coba-coba, Shinsuke-nii. Dia calon istriku." Ucap Souji yang merasa terganggu dengan pujian dari asistennya.
"Kau serius?" Shinsuke berbicara lebih emosional sekarang, "Apa tidak berlebihan jika rencana ini ikut melibatkan pernikahan. Aku pikir Huang-san bukan tipe orang yang mudah bernegoisasi mengenai hal ini."
"Jika negoisasi tidak bisa, maka membuatnya jatuh cinta adalah pilihan terbaik."
Shinsuke tampak tersenyum geli, "Mungkin sulit." Souji menatap Shinsuke tidak terima. "Dia saja memilih diperawani orang lain dari pada oleh suaminya sendiri. Kau sudah ditolak dari awal, Souji-kun.."
Souji tertawa kecil, "Benar-benar gadis yang menarik kan, Nii-san?"
Pria itu menoleh, menatap Shinsuke serius. "Bagaimana perkembangan pencarian di Irlandia?"
Shinsuke menggeleng lemah tampak menyesal. "Kami sudah mencari disemua aset dan properti atas nama keluargamu. Tapi, kami tidak berhasil menemukannya."
"Kau yakin ada di Irlandia?"
"Hm, yakin sekali." ucap Souji serius.