[Flashback]
Samar-samar terdengar suara deburan ombak yang menumbuk pada tepi dermaga, suara-suara decitan crane pengangkut kargo juga ikut terdengar dari jauh.
Seorang pemuda berlari sambil menggendong anak yang sudah dia tutupi jubah disela-sela kargo besar menghindari kejaran pria-pria berpakaian hitam itu.
"Berhenti!!" teriak orang-orang itu.
Anak dalam gendongan itu mengeratkan pegangannya pada kaos pemuda itu. "Kau harus hidup. Kau satu-satunya keluargaku yang tersisa setelah kematian, Aneue (kakak perempuan formal)." suara pemuda terengah-engah. Dia bersembunyi di kargo yang dekat dengan kapal.
"Aku tau kau pandai, jadi ingat ini. Kau lihat kapal dengan bendera dengan titik merah itu? Mereka akan membawamu ke Jepang. Pergilah ke panti asuhan "Heaven Hill" di Tokyo. Disana tempat aku dan ibumu tinggal sebelumnya." pemuda itu terengah-engah berbicara pada gadis berusia 6 tahun itu. Sambil mengendap dia megintip orang-orang yang mengejarnya. Pria berjumlah 4 orang itu tampak mencari mereka.
Pemuda itu memegang kedua bahu gadis kecil itu, wajah gadis itu sedikit-dikit tertepa sinar bulan yang menampakan wajah imutnya yang sayangnya memiliki tatapan datar itu. "Dengar, Hana. Kau bisa mati jika tetap mengikuti kehidupanku yang keras di negara ini." Pria itu mengeluarkan uang yang dia curi dari orang-orang tadi dan memasukannya ke tas selempang kecil milik gadis itu. "Kau gunakan ini untuk sampai ke Jepang. Kita mungkin akan bertemu lagi jika aku masih hidup. Hati-hati."
Pemuda itu berlari mencoba mengalihkan perhatian mereka dari Hana. Gadis cilik itu diam, walaupun dia ditinggal sendiri dia diam saja tidak menangis. "Hati-hati, Paman."
[Flashback off]
Hana menatap foto pria paruh baya -mirip pemuda yang membawanya dulu- itu tanpa ekspresi atau emosi. Ingatannya kembali saat usianya baru 6 tahun. Tidak menyangka jika sudah 17 tahun dari kejadian tersebut.
Dia menyelipkannya kembali dibuku agendanya dan mengetuk kamar Yuuji. Sudah melewati jam makan siang dan gadis itu belum keluar kamarnya juga.
"Yuuji! Yuuji!"
Gadis berambut broken white itu membuka pintu dan menatap Hana malas, "Ada apa?"
"Karena jadwalmu masih dibekukan sampai seminggu kedepan aku juga minta cuti selama seminggu. Jadi jangan buat masalah selama itu."
Hana menyerngit heran, "Kau mau pergi?"
"Ya, Aku akan pergi ke China untuk melakukan suatu hal. Kau tidak perlu khawatir. Aku akan baik-baik saja."
***
Hana menyelipkan helai rambutnya dibalik telinga, rambutnya berkibar dan kelopak bunga mawar pink itu terbang saat diterpa angin yang lumayan kencang di area pemakaman itu. Dia meletakan buet bunga yang tersisa ditangannya kepada nisan yang bertulisan Akabane Mikoto. Di sebelah makam itu, katanya adalah milik Ibunya. Dia juga sudah meletakan buket bunga yang dia bawa. Akabane Hiruka.
Hanya menatap cukup lama tanpa mengucap apapun, kemudian dia pergi begitu saja.
***
Hana menyalakan ponselnya yang sengaja dia matikan. Dia tidak ingin seseorang mengikutinya atau mengetahui posisinya. Dia paham Yuuji, dia selalu khawatir padanya hingga sepertinya dia sudah memasang alat pelacak pada ponselnya. Dia pura-pura tidak mengetahuinya.
Begitu menyalakan, ada banyak pesan dan panggilan yang tak terjawab dari Yuuji, dan dari salah satu kontak yang mencoba menghubunginya mulai dari informan, klient dan bawahan satu kontak menarik perhatiannya dan tanpa sadar jantungnya berdetak kencang.
From : Shinji-nii
Aku dengar kau di China sekarang? Jangan terlalu lama meninggalkan anak bodoh itu. Dia seperti anak ayam kehilangan induknya. Oh ya, hati-hati.. jangan lupa mantelmu, cuaca mulai tidak menentu.^^
Hana tersenyum, rasanya sudah lama sekali tidak diberi perhatian seperti ini dari kakak bossnya. Tanpa sadar dia mengigit bibirnya karna saking senangnya dan tidak bisa menahan diri. Seperti ada sesuatu yang akan meledak. Perutnya kah? Hatinya? Rasanya senang sekali.
To : Shinji-nii
Kenapa tidak bilang saja jika kau khawatir pada Yuuji, Nii-san? Aku tidak akan menghalangimu, kau dekati saja dia. ;p
Sudah saatnya menghubungi Yuuji, sudah dua hari dia sengaja mematikan ponselnya gadis itu pasti khawatir.
"Halo, Yuuji?"
"Hana! Kau kemana saja? Aku sulit menghubungimu. Nyaris saja aku meminta bantuan Yu Long (organisasi mafia china yang dekat dengan Yuuji) untuk mencarimu. Aku takut kau jadi bangkai, tahu!"
"Hidoi.. (jahatnya..) Aku pikir, aku kehilangan ponselku. Ternyata terjatuh di kamar dalam posisi mati. Maaf aku lupa menghubungimu."
"Yang penting kau baik-baik saja. Oh, iya! Rombongan Yu Xian Ao akan kemari besok malam. Kau ikut pulang bersama mereka ya.. aku rindu padamu, tidak ada yang bisa ku ajak bermain."
"Yu.. Xian Ao?" raut muka Hana berubah, namun Yuuji tidak menyadari itu karena dia tidak bertatap muka. "Baiklah, aku akan meminta Xiao Long menyiapkan kursiku."
Setelah menghubungi Yuuji, Hana menghubungi Xiao Long dan memintanya untuk datang ke Hotel. Xiao Long adalah salah satu tangan kanan Yu Xian, dia adalah kepala keamanan pusat kantor Berson.
Pria dengan pirang itu seusia dengannya dan Yuuji, jelas sekali Xiao Long adalah yang paling bocah jadi jajaran pimpinan Berson. Pria itu juga jadi petarung terbaik di Yu Long yang merupakan jaringan mafia di bawah kendali Berson Group karena perusahaan itu bermula dari terbentuknya Yu Long oleh Yu Xian Ao.
Pria bernama Yu Xian Ao memang memiliki pengaruh yang kuat sulit sekali mencari celah darinya. Apalagi sekarang dia menjadi salah satu bagian dari pemerintah membuat pria itu nyaris tidak mungkin untuk dijatuhkan.
"Yo! Hana." Ujar Xiao Long begitu gadis itu membuka pintu. "Wah, aku tidak menyangka kau akan memanggilku selarut ini." Dengan gayanya yang seenaknya sendiri dan tidak bisa diam bergerak itu, Xiao Long langsung melempar dirinya sendiri ke kasur. "Aku baru tau kau ada di China. Tidak bersama Yuuji?"
"Tidak, aku sedang berlibur sendiri. Aku membiarkannya mengurung diri dirumah." Hana terkekeh pelan, lalu menuju pantry mencari minuman yang bisa di hidangkan.
"Gin atau Bourbon?" tanyanya sambil menunjukan botol minuman beralkohol tersebut.
"Bourbon saja, Sweetheart." Ujarnya sambil duduk bersila di atas ranjang.
"Aku penasaran, apa Yu Xian Ao tidak marah jika kau memanggil istrinya dada rata? Sedangkan kau merayu semua orang." Tanya Hana sambil menuangkan minuman pada gelas kotak yang sudah diberi es. Tidak begitu memperdulikan jawaban pria itu, karna dia ingin saja bertanya seperti itu.
"Hahaha, tidak. Dia hanya menatapku tajam setelah mereka menikah. Sebelumnya dia tidak terganggu. Hahaha."
Hana membawa minumannya ke meja dan duduk di sofa, Xiao Long mengikuti dan mengambil minumannya duduk di sebelah gadis itu. "Jadi, kenapa kau memanggilku ke sini? Apa kau sudah ditolak oleh rambut pirang itu lalu beralih padaku karna warna rambut kami hampir sama?"
Hana tertawa pelan, "Kau pikir aku menyukai seseorang karna warna rambut, yang benar saja."
"Ku dengar kalian akan ke Jepang?"
"Dari Yuuji?" Hana mengangguk. Xiao Long tampak memegang kepalanya.
"Kau mabuk?" Tanya Hana lagi.
"Mana mungkin, segelas tidak cukup membuatku mabuk."
Hana mengejek, "Kau beralasan saja. Dasar bocah! Jadi? Ada apa tiba-tiba ke Jepang?"
"Informasi mengenai Interpol yang sedang mengawasi kami. Ku dengar Yuuji akan menikah? Calon suaminya, sedang di selidiki oleh Yu ge. Ada rumor jika dia sedang membangun kerjasama dengan para pemilik IQ tinggi di dunia. Apa katanya? Um, Inflasi? Instalasi? A! Invasi. Seperti itulah, aku tidak bisa memahami percakapan Xian Ao dan yang lain."
"Karna kau bodoh." ejek Hana lagi.
Xiao Long meletakan minumannya dan menyandarkan kepalanya di atas sofa. "Aku tidak menyangka mabuk secepat ini."
Hana menjatuhkan gelasnya sambil memegang kepalanya, "Aku lupa ada trik seperti ini. Aku pikir aku tidak memesan Honeymoon Room."
Xiao Long tertawa pelan sambil menutup mata. "Bodohnya, kita tidak waspada."
Dengan wajah memerah Hana merapatkan tubuhnya pada Xiao Long. "Bahaya, aku mulai merasa panas." gumamnya pelan.
Xiao Long membuka matanya, wajahnya ikut berubah memerah kemudian menenggelamkan kepalanya di puncak kepala Hana.
"Dilepas saja kalau begitu." Gumam Xiao Long sangat pelan.