Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

SEBENING CINTA RINAI

🇮🇩Rispira_Lubis
--
chs / week
--
NOT RATINGS
42.6k
Views
Synopsis
Saat sebuah kemalangan masa lalu terus saja menghantui dan membebaninya. Kehadiran Pram, dihidupnya malah menambah semua beban hidupnya. Menjadi pengantin pengganti sang adik yang lari begitu saja membuat Rinai sang anak angkat, tidak dapat menolak permintaan keluarganya. Demi menyelamatkan keluarga dan juga Pram dari rasa malu, mau tidak mau ia harus menyetujuinya. Namun Kenyataannya Rinai dan Pram, bagai makhluk dari dua kutub berbeda. Tumbuh di lingkungan dan pergaulan yang berbeda membuat keduanya sulit beradaptasi. Mampukah Pram mencintai dan menerima Rinai dengan tulus pada akhirnya? Disaat kepingan demi kepingan alur takdir seolah menuntun mereka berdua, dengan caranya yang unik. Untuk saling mencintai. Notes : Cerita ini pernah saya publish di platform lain, budayakan komentar positif dan vote yah....
VIEW MORE

Chapter 1 - PROLOG

Hujan turun begitu deras sejak pagi hari, membasahi sepanjang jalan daerah Bantul, Yogyakarta. Sebuah mobil melesat dengan cepat, membawa seorang wanita yang tengah merintih kesakitan, sesekali ia bergerak ke kiri sesekali ke kanan. Mencoba mengatur pernapasannya agar rasa sakitnya sedikit berkurang, meski tidak sedikitpun ia merasa sakitnya berkurang. Keringat mengucur deras dari dahinya, padahal cuaca begitu dingin akibat hujan yang tidak berhenti sejak pagi. Dalam hatinya ia bertekad akan berjuang sekuat tenaga untuk melahirkan bayi perempuannya. Buah hati yang telah lama mereka nanti sepanjang 5 tahun pernikahan.

"Sabar ya sayang, sebentar lagi sampai" kata sang suami, dengan raut wajah yang tidak kalah panik dari isterinya. Seharusnya mereka mendengarkan ucapan sang Ibu untuk segera kembali ke Jakarta setelah acara pesta itu selesai. Siapa yang dapat menduga bahwa ternyata bayinya ingin lebih cepat melihat dunia 2 minggu dari hari perkiraan lahir. Jadilah kini mereka harus mencari rumah bersalin terdekat, dimana saja asalkan istrinya dapat melahirkan bayinya dengan selamat.

Jalanan begitu licin, namun rasa panik membuatnya tidak dapat bertindak secara tenang, padahal mereka telah mengikuti senam hamil selama di Jakarta, dimana peran suami begitu penting bagi seorang istri yang hendak melahirkan. Seharusnya ia dapat lebih bersikap tenang menghadapi hal ini, tapi tidak! Semua yang mereka pelajari seolah menguap begitu saja entah kemana. Tingkat fokus menjadi terbagi, hingga sebuah mobil dengan tiba-tiba berbalik arah tanpa memberi lampu send terlebih dahulu, serta tanpa mengurangi kecepatannya. Membuat Ginanjar, terpaksa menginjak pedal remnya kuat-kuat dan membanting kemudi mobil ke samping. Mobil terperosok jatuh ke dalam sawah. "Anggi,,," Teriaknya. Tubuhnya spontan memeluk istrinya, melindungi dari benturan yang mungkin akan membuatnya terluka.

Di sisi jalan, seorang pria setengah baya dengan seorang anak laki-laki berusia 7 tahun menatap kejadian itu dengan wajah kaget bercampur takut. "Ayah, tolong mereka." Kata anak laki-laki tersebut. Sang Ayah masih diam tak bergeming di balik kemudinya. Berpikir apakah karena kecerobohannya yang menyebabkan hal itu? Sungguh ia tidak menyadari bahwa ada kendaraan dibelakangnya yang sedang melaju dengan cepat.

Sang anak menyentuh lengan Ayahnya kembali, mengguncangnya dengan kuat. "Ayaah," Namun detik berikutnya sudah ada beberapa kendaraan yang menepi, melihat kejadian tersebut dan mencoba menolong korban yang terjebak di dalamnya. Pria itu memilih kembali meneruskan perjalanannya, ia terlalu pengecut untuk mengaku atau dituduh sebagai penyebab kecelakaan tersebut.

Suara seorang bayi pecah, melengking memenuhi ruangan rumah sakit. Perempuan tadi menangis lemah menatap bayinya, tidak pernah terpikir sedikitpun akan seperti ini. Putrinya harus hidup seorang diri, tanpa kedua orang tua. Ia menangis, merasakan sesak didadanya. Ia memanggil perawat yang membantunya selama proses melahirkan, menyentuh lengannya dengan tatapan memohon "Tolong,,, jaga dia" nafasnya makin memburu "Ri...nai, namanya Rinai... kumohon" Perempuan itu menangis, merasakan nafasnya yang terakhir sudah mencapai rongga dada. Kesakitan melanda dirinya, menerima kenyataan bahwa seorang pria yang begitu ia cintai telah tiada membuatnya begitu hancur. Baru beberapa menit yang lalu mereka berbagi cinta, saling menggenggam dan bercanda. Baru semalam mereka merajut impian bersama dengan bayi perempuan yang akan hadir di tengah-tengah kebahagiaan mereka. Namun semuanya kandas dalam hitungan detik. Hitungan detik yang membuat takdir kehidupan berbanding terbalik dari yang mereka harapkan. Ia menatap untuk yang terakhir kalinya wajah bayi perempuannya yang begitu mungil, matanya membuka menatap sang Ibu. Tangannya mengenggam, membuka lalu mengusap. Anggi, menangis merasakan waktunya sudah tiba.

"Ibu mencintaimu, Nak. Maaf." Ucapnya dengan suara parau. Tubuhnya melemah, nafasnya terhenti. Belaian tangan di kepala Rinai terlepas. Detik berikutnya, perawat mengangkat tubuh Rinai yang mungil dari atas tubuh Ibunya. Perawat masih mencoba menolong sang Ibu yang sudah tidak bernyawa. Namun takdir berkata lain. Rinai harus menerima terlahir tanpa seorang Ayah dan Ibu.

Di lain tempat, seorang anak laki-laki berusia 7 tahun terus memandang kearah langit yang kini mulai cerah bertambur bintang. Awan gelap perlahan demi perlahan berjalan menjauh. Pikirannya melayang, jauh kembali kepada kejadian naas sore tadi. Sang Ayah sudah kembali ke dalam ruang kerjanya, entah apakah ia memikirkan nasib korban kecelakaan itu ataukah malah sudah melupakannya begitu saja. Sudah lama Ia, mengetahui sikap pengecut Ayahnya. Sejak sang Ayah membiarkan Ibunya pergi begitu saja dari rumah mereka. Malam itu sama seperti hari ini, Ibu pergi di tengah-tengah hujan yang begitu deras. Membawa koper besar, masuk ke dalam taksi dan tidak ada yang dilakukan Ayah selain memandangi kepergiannya.

Hari ini, ia merasa semakin membenci hujan.