"Mei, gue pulang duluan ya? Kepala gue sakit banget nih. Gue rasa gue udah terlalu mabuk."
Terlihat seorang cewek yang sedang berbicara pada sahabatnya sambil memegang kepala nya yang terasa sakit itu.
"Loe gak asik, Nat. Ini kan hari ultah gue, Nat. Loe jangan pergi begitu ajalah. Toh juga loe kan sendirian di rumah, untuk apa loe buru - buru pulang? Tenang aja deh, loe. Kalo kemaleman, nanti gue yang anterin loe pulang."
Cewek itu hanya bisa mengangguk tanda setuju. Dia hanya bisa tersenyum pasrah dengan bujuk dan rayu dari sahabat nya itu.
"Nah, di minum. Jangan sampai gak abis."
Cewek itu sempat menggelengkan kepalanya. Dia sungguh tidak sanggup lagi untuk minum.
"Masa loe nolak minuman pemberian gue sih, Nat? Sekali teguk aja, ini yang terakhir, Nat. Gue janji Abis itu, kita pulang. Ayolah lah nat, gue mau happy happy di ulang tahun gue kali ini, beneran gue janji, ini yang terakhir."
Ucapan sahabatnya itu membuat dirinya sulit untuk mengacuhkan minuman tersebut. Akhirnya dia meminum segelas bir itu dalam sekali teguk.
BRUKK...
Kepala cewek itu terjatuh dan mengenai meja kayu yang berada dihadapannya. Dia terlalu mabuk, itu membuatnya sudah tidak berdaya lagi.
"Lihat tuh, dia sudah tรฉpar. Sana! Bawa dia ke tempat yang sudah kita booking itu. Biar malam ini, menjadi malam yang paling indah baginya dan tak terlupakan seumur hidupnya." Ucap mei kepada orang suruhannya.
Mei melihat sekilas, lalu tersenyum sinis kepada Nara. "Makanya jangan berlagak sok suci loe, nat. Kena loe kan sekarang." Ucap mei penuh dengan kemenangan.
Beberapa orang di tempat itu membopong tubuh cewek yang pingsan itu. Wajahnya sudah memerah dan dia pun mulai merasakan seluruh tubuhnya memanas.
"Aaahhhh, panas. Kenapa panas sekali di sini? Kenapa kalian tidak ada yang menyalakan AC mobilnya? Panas. Panas."
Dia meracau kepanasan, padahal AC mobil itu sudah di setel hingga kandas. Mereka mulai panik jika cewek yang mabuk itu berbuat yang aneh - aneh sebelum tiba di dalam kamar hotel.
**********
BUUKKK...
"Loe gila ya, Ga?!! Apa yang loe masukkan ke dalam minumannya?!!" Seorang lelaki meninju wajah temannya yang di anggap sudah keterlaluan.
"Gue hanya memberikan dia obat perangsang, Vin."
"Loe gak perlu berbuat sampai seperti ini padanya, apa salah devan sama loe? Hah!! Jawab gue, Ga!"
"kenapa lo diam aja! Gue butuh jawaban dari loe, Ga, tega banget loe jebak teman lo sendiri?! Teman macam apa loe!! Dia itu selalu baik ke kita, dia selalu menganggap kita temannya."
"Orang seperti dia, loe bilang baik?!! Gue gak tahan liat dia membully begitu banyak Mahasiswa dan salah satu diantaranya adalah orang yang gue suka!! Ini hanya sedikit pembalasan gue padanya. Malam ini dia akan kehilangan segalanya!!"
Arga sangat marah dan emosi karena kevin masih berpihak pada Devan, Arga tidak habis pikir dengan sikap kevin saat ini. Yang dia tahu, kevin tidak pernah membantah ucapannya.
"Loe udah gila ya Ga? Mana devan tau lo suka sama tuh cewek! udahlah, gue mau balik sekalian bawa Dev pulang. Gue muak liat tingkah loe itu."
Arga langsung menatap tajam kepada Kevin.
Kevin kemudian membopong Dev yang mabuk keluar dari Club itu menuju ke dalam mobilnya.
'Sialan si Arga itu! Bisa-bisa nya dia berbuat seperti ini. Untung aja gue datang tepat waktu. Entah apa yang akan di lakukannya kalau Dev terlalu lama dengan dia.'
Kevin berpikir keras mau membawa Dev kemana. Kevin tau kalau dia membawa Dev pulang ke rumah, Dev pasti akan dimarahi oleh kedua orangtuanya dan dia akan di cabut dari daftar pewaris, karena ini sudah yang kedua kalinya Dev mabuk.
Jika dia membawa Dev ke rumah nya sendiri, dia pasti akan dimarahi dan di larang untuk berteman dengan Dev lagi oleh kedua orangtuanya. Dia gak mau itu terjadi.
"Aduh, gue harus bawa nih anak ke mana?"
Ucapan Kevin terdengar oleh Devan, "Udah, bawa gue ke hotel aja. Gue bakalan nginep di sana satu malam. Tapi loe harus jemput gue besok pagi."
Kevin tersenyum melihat temannya yang sedang mabuk itu. Padahal wajah dan mata nya sudah memerah akibat reaksi dari obat perangsang yang diberikan Arga padanya.
"Baiklah, loe mau gue anter sampai kamar?"
"Gak perlu. Loe turunin gue di depan aja. Gue bisa sendiri. Besok gue akan buat perhitungan sama tuh anak sialan!"
Kevin membelalakkan matanya mendengar ucapan Devan. Ternyata Devan sudah mendengar semuanya, tanpa terkecuali. Dia bukan pingsan, tapi pura-pura pingsan.
"Loe itu ya, buat gue khawatir aja. Gue kira loe beneran pingsan."
"Gak, kepala gue sakit banget. Jadi gue coba untuk tidur. Tapi tadi malah loe dan Arga ribut. Gue tau semuanya, gue dengar semuanya dari awal sampai akhir."
"Baiklah, kita sudah sampai. Loe yakin bisa masuk sendiri?"
"Bisa. Udah loe tenang aja, sana buruan loe pulang aja."
"Okelah, gue pergi, bye."
Kevin hanya menatap punggung temannya itu dari dalam mobil. Dia pergi setelah melihat temannya masuk ke dalam lift setelah selesai menghadap resepsionis.
Devan masuk ke ruangannya. Kamar no. 56. Dia masuk ke dalam tanpa mengunci pintu kamarnya lagi. Begitu dia masuk, dia melepaskan sepatu dan kaos kakinya. Dia juga membuka kancing kemeja lengan pendeknya.
Baru saja dia merebahkan badannya, tiba-tiba ada seseorang yang membuka pintu kamarnya.
CEKLEKK..
Devan sudah tidak bisa lagi mengangkat kepalanya untuk menoleh. Dia hanya mendengar hentakan kaki seseorang yang mulai mendekat.
"Ahh.. Panas.."
Devan mendengar desahan seorang cewek. Saat ia berusaha untuk bangkit, tangannya di tahan dengan kuat.
'Ternyata cewek ini mengalami hal yang sama dengan gue. Gue harus menjauh, jika tidak...'
Belum siap Dev meneliti dalam hati dan menghindar, cewek itu langsung menciumi bibirnya. Karena begitu kuat reaksi dari obat perangsang yang sudah larut dalam darahnya, hasratnya sudah tidak tertahan lagi ketika mendapat ciuman panas dari cewek itu.
Dengan segera Devan memegang tengkuk leher cewek itu dan membalas ciumannya. Saat ini, dua sejoli itu bergantian memainkan lidah yang satu dengan yang lainnya dalam ciuman panas itu.
Sebelah tangan Devan mulai mengelus kepala cewek itu, 'Rambutnya halus dan pendek sebahu.'
Tangannya mulai merayap ke dalam pakaian dan mengelus gunung kembar milik cewek itu, 'Lumayan juga.'
Lalu tangannya mulai mengelus perut dan pinggang cewek itu, 'Body nya juga mantap.'
Pikiran Devan menjadi lebih liar setelah menilai setiap inci tubuh cewek itu dengan indera perabanya.
Dia mulai membuka pakaian cewek itu dengan perlahan dan pakaian yang sedang dikenakannya. Dia sudah sangat bergairah untuk melakukannya.
Sekarang tubuh mereka berdua sudah naked alias tanpa sehelai benang pun.
Akhirnya, mereka berdua menikmati kegiatan panas mereka di atas ranjang yang bergoyang dan setiap benda di kamar itu menjadi saksi bisu akan kegiatan penyatuan diri mereka berdua.
Yang terdengar hanya suara desahan demi desahan yang menggairahkan. Mereka melakukannya bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali.
Kegiatan yang penuh gairah itu terus berlanjut sampai mereka benar-benar hilang dari pengaruh dari obat perangsang yang sudah mengontrol pikiran mereka.
Mereka berdua benar benar lepas kendali, semakin liar dan penuh nafsu, mereka melakukannya sampai benar benar lelah, keringat mereka terus mengalir, padahal kamar hotel ini sudah distel AC yang sangat dingin.
Setelah benar benar kelelahan mereka berdua tertidur lelap, sama sama tidak ada yang sadar lagi.
**********
"Akh, sakit." Ucap Nara sambil memegang kepalanya. Dia merasakan tubuhnya begitu lemas tak berdaya.
Ketika Nara ingin bangkit dari tempat tidurnya, dia merasakan sakit yang teramat, "Akh!"
Karena suara teriakannya yang cukup kuat itu, membuat seseorang yang tidur di sebelahnya berbalik membelakanginya.
Nara begitu SYOK!
'Siapa dia?'
'Kenapa gue bisa ada di kamar bersamamya?'
'Apa yang terjadi tadi malam?'
Dia berusaha untuk mengingat setiap detail dari kejadian tadi malam. Tapi, hasilnya NIHIL! Dia tidak bisa mengingat apapun juga, malahan kepalanya semakin terasa sakit.
Nara juga sangat terkejut melihat pakaiannya yang berantakan di lantai. Dia sudah kehilangan harta yang paling berharga bagi setiap cewek, yang sudah di jaga dengan sangat baik olehnya.
Keperawanannya yang selama ini dijaganya telah hilang, Nara sambil menutup wajahnya, tidak habis pikir dengan tindakannya yang mabuk-mabukkan hingga hilang kendali.
Kemudian, dengan gerak jalan yang tertatih-tatih, Nara mengutip semua pakaiannya dan langsung menuju ke kamar mandi untuk membasuh diri.
Dengan cepat, dia menyelesaikan kegiatannya di dalam kamar mandi itu. Setelah selesai, dia langsung pergi begitu saja dari kamar itu.
Sepanjang jalan, dia menahan rasa sakit di daerah sensitif miliknya. Dia berjuang keras untuk bisa berjalan keluar dari hotel tempat dia menginap.
**********
"Aduh! Sakit banget kepala gue."
Devan terbangun dan mengomel kesakitan. Kepalanya berdenyut begitu kuat hingga terasa begitu menyakitkan. Dia juga memperhatikan sekelilingnya, tidak ada siapapun selain dia.
"Apa kejadian semalam itu hanya mimpi? Tapi, itu serasa nyata banget."
Devan mulai memikirkan kejadian tadi malam sambil melihat kedua telapak tangannya. Begitu dia tersadar, dia langsung mengibaskan selimut yang dipakainya ke lantai. Dan benar! Ada bercak darah di sprei.
"Tuh, kan. Bener. Semalem itu memang nyata. Cepat banget dia pergi dari sini?"
'berarti ini hal pertama yang terjadi pada cewek itu, cewek itu masih perawan, sama halnya dengan yang terjadi pada gue!' batin Devan.
Setelah dia mengetahui bahwa kegiatan panasnya bersama seorang cewek itu nyata, dia mulai beranjak dari tempat tidur itu dan pergi mandi.
Usai mandi, dia melihat sesuatu yang mengkilap di sudut bantal tidur nya.
"Kalung? Pasti dia sangat terburu-buru tadi, sampai kalungnya pun tertinggal."
Sebelum Devan menyimpan kalung itu, dia hanya bisa meneliti bentuknya. Hanya kalung tipis yang bermatakan liontin kecil dan dibelakang mata kalung itu bertuliskan inisial *N.A*
"Ini pasti inisial nama cewek itu, mungkin ini bisa dijadikan petunjuk. gue harus cari dia!" ucap devan.
Devan segera keluar dari kamar itu dan meminta pihak hotel untuk memperlihatkan rekaman CCTV di pagi hari di sekitar kamar yang ditempatinya semalaman. Dia ingin mengetahui siapa sebenarnya cewek itu.
Dia begitu penasaran, tetapi rasa penasarannya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Setelah melihat seluruh rekaman CCTV, dia tetap tidak bisa mengenali wajah cewek itu. Karena cewek itu memakai jaket panjang dan topi yang menutupi seluruh tubuh dan wajahnya.
'Siapa sebenarnya dia?'
'Kenapa dia malah pergi? Harusnya dia menuntut gue setelah melakukan hal keji itu padanya.'
'Apakah kalung ini akan menuntunku menuju kepada pemiliknya?'
Pertanyaan demi pertanyaan mulai muncul di benaknya dan memenuhi pikirannya saat ini. Dia mulai memasukkan kalung itu ke dalam saku celananya.
Akhirnya, dia pun meninggalkan ruangan yang penuh dengan layar itu dan pegi menuju lobi. Dia akan menunggu sahabatnya, Kevin, yang akan menjemputnya agar keluarga tidak curiga padanya. Dia berniat akan mengatakan bahwa dia menginap di rumah Kevin dan lupa memberi kabar karena poselnya mati kehabisan baterai.
"Hei, Dev. Kenapa loe melamun mulu sih? Gue panggilin dari tadi, gak loe sahutin."
"Nanti gue ceritain deh, sekarang kita masuk dulu ke mobil. Biar gak kesiangan kita ke kampusnya. Gue kan harus ganti pakaian dulu."
"Oke."
Selama perjalanan, Devan menceritakan semua kejadian yang dia alami, termasuk rencananya untuk mencari cewek itu. Sepertinya, dia mulai menyukai sentuhan cewek itu. Dia tidak bisa melupakan kejadian semalam, meskipun tadi malam dia mabuk.
Kevin hanya terkejut mendengar perkataan dari sahabatnya itu. Dia tidak pernah berpikir bahwa Devan bisa jatuh hati pada seorang cewek yang sama sekali tidak di kenalnya. Karena selama ini, yang Devan tau hanyalah membuat onar dan membully siapa pun yang dia anggap pantas untuk di bully. Tidak terkecuali cowok cowok maupun cewek, semuanya sama di matanya.
Devan pulang. Dengan perlahan dia masuk ke dalam rumah dan langsung menuju kamarnya. Saat dia melangkah menuju pintu keluar, terdengar suara sangar dari belakangnya.
"Kamu darimana saja?!! Semalaman kamu tidak pulang!! Cepat jawab papa!!" Ucap Papa Devan dengan ketus pada anaknya.
Devan pun berbalik dan menundukkan kepalanya, "Devan menginap di rumah Kevin, Pa. Semalaman kami mengerjakan tugas kampus."
"Sudahlah, Pa. Jangan marahin Devan. Devan itu sudah dewasa, dia kan hanya menginap di rumah temannya." Ucap Mama Devan yang entah darimana sudah muncul di sebelah Devan.
"Kamu itu tau apa soal anak?!! Hah!! Kamu itu tidak becus jadi seorang Ibu!! Beraninya dia tidak memberi kabar dan menginap sesuka hati di rumah orang!!"
"Kamu itu ya?!! Pagi-pagi sudah ajak ribut!! Kamu itu yang gak becus jadi seorang ayah!! Kamu juga jarang pulang!!"
"Kamu terlalu memanjakan dia! Anak sama ibu sama saja! Aku kan sibuk di Kantor!! Aku bukan orang yang suka keluyuran seperti dia!!"
"Kamu bilang apa?! Kamu harusnya sadar, kamu itu yang pernah kasih perhatian ke anak kamu sendiri, tau nya marah marah, hanya bisa menyalahkan aku aja."
Perdebatan itu pun berlangsung lama.
Devan yang tidak ingin mendengarkan hal itu lebih lanjut, pergi begitu saja meninggalkan kedua orangtuanya yang suka adu mulut itu.