Halo, Sya. Gimana semuanya? Loe sudah mempersiapkan semuanya dengan baik kan?" Mei menelepon seseorang yang membantunya dalam menjalankan aksinya kali ini.
"Tenang aja. Semuanya sudah di dalam kendali. Semuanya sudah sesuai rencana kita. Tinggal menunggu kabar dari loe aja. Gimana?"
"Gue bisa pastikan, nanti malam dia pasti akan datang. Dia pasti akan sangat menikmati kejutan yang gue berikan malam ini." Mei menyeringai saat menyebut kata kejutan. Kejutan yang dia maksudkan bukanlah merujuk pada pesta ulang tahunnya, melainkan kejutan yang sudah lama direncanakan oleh Mei untuk menyalurkan aksi balas dendamnya pada Nara.
"Siip, Mei. Bagian gue udah beres pokoknya. Loe tinggal beri panggilan aja malam ini."
"Oke, Jangan kecewakan gue ya, Sya. Gue sudah menunggu saat - saat seperti ini sejak lama. Gue sudah tidak sabar lagi, Sya." Ucap Mei dengan perasaan yang menggebu - gebu. Dia tidak menyangka akan tiba waktunya untuk membalaskan dendam yang sudah terpendam selama beberapa tahun belakangan ini.
"Santai aja, percayakan semuanya sama gue. oke? Udah dulu ya, Mei. Gue masih ada urusan lain."
"Oke, Sya."
Panggilan itu pun berakhir begitu saja. Saat ini Mei tinggal menunggu paket nya datang. Paket kecil yang akan sangat berguna untuk malam ini.
'Loe tunggu aja kejutan besar yang menanti malam ini, Nat. Loe gak akan bisa berkutik. Gue akan pastikan itu.' Mei membatin sembari tersenyum sinis melihat foto kecil yang terpajang di hadapannya kini.
**********
"Mei, mana si Nat itu? Kenapa dia belum juga muncul? Apa dia tidak jadi datang?" Tanya salah seorang cewek yang berada di sebelah Mei.
"Dia sudah janji sama gue, dia pasti datang. Kan gue teman cewek satu-stunya yang dekat dengan dia. Dia udah biasa telat gini." Mei hanya menjawab acuh tak acuh pada cewek itu.
"Ohh, oke. Gue sudah gak sabar melihat dia hancur malam ini." Ucap cewek itu lagi sambil memutar gelas yang sedang di pegangnya.
"Haha.. Loe itu ya.. Gue kan udah bilang, jangan ngomongin tentang hal itu di sini. Kita harus melakukan semuanya dengan mulus tanpa mengundang kecurigaan teman - teman kampus lainnya. Ini peringatan buat loe ya, Rik!" Mei beranjak pergi dari tempat duduknya.
Setelah beberapa waktu dia menyapa teman - teman kampus lainnya, dia melihat sosok Nara yang muncul dari pintu masuk. Senyuman dari bibir Mei mengembang melihat sosok tamu yang sangat dinantikan sudah datang. Nara kebingungan mencari keberadaan Mei. Dengan segera, Mei menghampiri Mei menarik tangan Nara menuju kerumunan orang - orang yang yang tidak begitu di kenal oleh Nara.
"Hai, Nat. Lama amat sih loe! Masa ke acara ultah gue aja, loe datangnya telat? Loe itu teman apa teman sih? Masa jam karet mulu."
Mei mulai berpura - pura ngambek pada Nara. Nara yang melihat tingkah Mei, tertawa sambil merangkul Mei.
"Nih, Mei. Kado ultah dari gue buat loe. Nanti aja bukanya ya, Mei. Gue telat karena berusaha nyariin loe kado terbaik. Yah, menurut gue sih, ini udah yang terbaik. Semoga loe suka ya, Mei. Happy Birthday My Best Friend."
Mei hanya tersenyum melihat Nara. Dia pun mengambil kado kecil dari Nara, "Makasih banyak ya, Nat. Gue pasti suka kok dengan kado pemberian loe ini."
"Ehh, Mei. Ngomong - ngomong, loe cuma ngundang cewek - cewek aja ya? Kok gue gak tau ya?" Nara kebingungan melihat banyaknya cewek - cewek yang sedang menikmati makanan dan minuman yang terhidang di atas mejanya masing - masing.
"Loe nya aja yang gak ngudeng waktu gue bilang pesta ulang tahun gue kali ini temanya girls time. Jadi, hanya cewek - cewek aja yang di undang. Kenapa? Loe gak mau datang kalau loe tau yang gue undang itu gak ada cowoknya?"
"Ehh, bukan itu maksud gue, Mei. Loe kan tau, kalau gue..."
Mei mulai menyingkirkan tangan Nara yang ada di pundaknya. Dia menarik tangan Nara menuju ke meja tempat dia duduk tadi.
Semua tamu undangan Mei adalah cewek. Ini juga kesengajaan yang sudah di atur oleh Mei. Mei pun memperkenalkan Nara kepada teman - teman yang saat ini bersekongkol dengannya untuk menjebak Nara.
Nara yang tidak berpikiran negatif pada Mei pun mulai membaurkan dirinya pada teman cewek Mei itu. Itu semua demi Mei. Dia terpaksa, tapi dia harus memberikan kesan baik pada teman - teman Mei lainnya.
"Hai, guys. Kenalain nih, sahabat gue. Namanya Nara." Mei mulai memperkenalkan Nara pada ketiga temannya itu.
"Hai, gue Nara." Nara pun mengulurkan tangannya ke arah ketiga cewek di hadapannya itu.
"Kenalin, gue Tasya."
"Dan gue Rika."
"Gue Sherin."
Mereka semua bergantian menjabat tangan Nara. Nara sama sekali tidak mengenal wajah ketiga cewek itu. Padahal mereka adalah cewek - cewek yang pernah menjadi korban bullyan Nara.
Mereka semua menaruh dendam pada Nara yang pernah bertindak semena - mena pada juniornya. Waktu itu, mereka di tolong oleh Mei di saat Nara pergi bersama teman cowoknya.
Sejak saat itu, mereka setuju di ajak bersekongkol dengan Mei untuk membalaskan dendam yang mereka rasakan. Saat ini mereka harus benar - benar berakting sesuai rencana.
"Nara, loe duduk di sebelah gue aja. Kita minum bareng. Kan gak enak kalau loe duduk sendirian di pojok." Tasya mulai berusaha mendekatkan diri pada Nara.
"Ehh, benar tuh, Nat. Loe duduk di situ aja. Bangku gue yang ini kok. Duduk gih. Biar kita minum - minum dulu. Daritadi gue nungguin loe dateng. Loe nya lama!" Ucap Mei sambil menunjuk ke arah Nara.
"Oke deh, hari ini gue bakalan temenin loe minum sampai loe puas. Ini kan hari bahagia loe. Tapi, gue tetep harus pulang ke rumah ya? Gue takut bakalan ada yang terjadi sama Mama gue entar."
Nara hanya membisikkan kata - kata itu dengan Mei. Dia gak mau kalau orang lain tau tentang kondisi keluarganya.
"Horreee.. Mari kita bersulang..!! Semuanya, BERSULANG..!!" Mei mulai mengangkat segelas bir minumannya ke atas. Semua yang hadir di sana juga ikut mengangkat gelas bir milik mereka ke atas.
"BERSULANG..!!" Semuanya berteriak dan menggerakkan sedikit gelas mereka masing - masing seolah - olah mereka sedang bersulang dengan yang berulang tahun pada hari ini.
Nara yang duduk di sebelah Mei, menerima dentingan dari gelas Mei. Mereka pun minum bersama. Setelah itu, semuanya kembali melakukan aktivitasnya masing - masing.
Selama setengah jam penuh, Mereka bercerita tentang masa - masa kuliah yang menyenangkan, menyedihkan bahkan menyebalkan. Nara merasa nyaman bersama dengan mereka. Akhirnya, dia bisa menerima keberadaan ketiga teman barunya itu.
Nara ikut nimbrung memberikan pendapat bahkan melemparkan candaan dari setiap perkataan mereka. Semuanya terasa sangat menyenangkan. Baru kali pertama bagi Nara, bisa berkumpul dan bersendagurau dengan para cewek. Selama ini, dia selalu berkumpul dengan para cowok.
Sanking asiknya bercerita, Nara pun tidak sadar bahwa dia sudah minum terlalu banyak. Kali ini dia lupa jumlah batas minuman yang di minumnya. Sampai kepalanya sudah terasa sakit, baru dia menyadari kalau dia sudah melewati batas kemampuan minumnya.
Mei melirik ke arah Nara dan berkata dalam hati, 'Kelihatannya dia udah terlalu banyak minum. Tenang saja, sebentar lagi semua akan berjalan sesuai rencana.'
"Mei, gue pulang duluan ya? Kepala gue sakit banget nih. Gue rasa gue udah terlalu mabuk," kata Nara sambil memegang kepalanya yang terasa sakit.
"Loe gak asik, Nat. Ini kan hari ultah gue, Nat. Loe jangan pergi begitu ajala. Toh juga loe kan sendirian di rumah, untuk apa loe buru-buru pulang? Tenang aja deh, loe. Kalo kemaleman, nanti gue yang anterin loe pulang."
Mei berusaha membujuk Nara dengan segudang alasan. Akhirnya Nara hanya bisa mengangguk tanda setuju. Dia hanya bisa tersenyum pasrah dengan bujuk dan rayu dari sahabat nya itu.
"Nah, di minum. Jangan sampai gak abis." Mei menyodorkan segelas bir yang sudah di campur dengan obat perangsang. Dia memang sengaja menunggu Nara mabuk terlebih dahulu baru memberikan obat itu.
Nara sempat menggelengkan kepalanya. Dia sungguh tidak sanggup lagi untuk minum.
"Masa loe nolak minuman pemberian gue sih, Nat? Sekali teguk aja, ini yang terakhir, Nat. Gue janji. Abis itu, kita pulang. Ayolah lah nat, gue mau* happy happy* di ulang tahun gue kali ini, beneran gue janji, ini yang terakhir."
Ucapan sahabatnya itu membuat dirinya sulit untuk mengacuhkan minuman tersebut. Akhirnya dia meminum segelas bir itu dalam sekali teguk. Dan akhirnya Nara benar - benar sudah tidak sadarkan diri.
Kepala Nara terjatuh dan mengenai meja kayu yang berada dihadapannya. Dia terlalu mabuk, itu membuatnya sudah tidak berdaya lagi.
"Lihat tuh, dia sudah tépar. Sana! Bawa dia ke tempat yang sudah kita booking itu. Biar malam ini, menjadi malam yang paling indah baginya dan tak terlupakan seumur hidupnya." Ucap Mei kepada Tasya, Rika dan Seherin.
Mei melihat sekilas, lalu tersenyum sinis kepada Nara. "Makanya jangan berlagak sok suci loe, Nat. Kena loe kan sekarang." Ucap Mei penuh dengan kemenangan.
Ketiga orang itu membopong tubuh Nara yang pingsan. Wajahnya sudah memerah dan dia pun mulai merasakan seluruh tubuhnya memanas.
"Aaahhhh, panas. Kenapa panas sekali di sini? Kenapa kalian tidak ada yang menyalakan AC mobilnya? Panas. Panas."
Dia meracau kepanasan, padahal AC mobil itu sudah di setel hingga kandas. Mereka mulai panik jika Nara berbuat yang aneh-aneh sebelum tiba di dalam kamar hotel.
Setelah tiba di hotel, Mei memberikan kunci kamar yang telah di booking oleh Tasya pagi tadi, "Nat, kita nginep di sini aja ya? Udah kemaleman banget kalau kita harus pulang ke rumah lagi." Mei mencoba berbicara pada Nara yang masih sedikit sadar.
"Baiklah, gue di kamar no. berapa, Mei? Gue naik duluan deh, kepala gue sakit banget nih." Nara mengambil kunci yang di sodorkan oleh Mei.
"Loe di kamar no. 59 Nat. Ada di lantai 3. Loe naik lift ini aja. Gue masih ada urusan dengan teman - teman yang lain. Oke?"
"Baiklah, Mei. Gue duluan ya." Nara pun pergi meninggalkan Mei di lobi bersama ketiga teman lainnya.
Mei mulai berbisik dengan yang lainnya, "Hei guys, dia udah standby di kamar itu kan? Jangan sampai Nara melihat dia saat masuk ke kamar itu. Nanti dia malah kabur sebelum masuk ke kamar itu."
"Tenang aja, Mei. Gue udah ngehubungi dia. Dia udah menunggu di balik pintu kamar itu." Ucap Tasya dengan seringaiannya.
"Oke, semuanya udah beres. Kalian udah boleh balik. Gue masih mau ngikutin si Nara. Gue mau mastiin kalau dia memang kehilangan keperawanannya malam ini dengan bertemu cowok bejat yang tidak dia kenal." Mei pun menyusul kepergian Nara dengan naik lift yang bersebelahan dengan lift yang di pakai oleh Nara.
Begitu masuk ke dalam lift, Nara menekan tombol angka 3. Sesampainya di lantai 3, Nara sempat bingung melihat no. kamar yang tertera. Sanking tidak ingin ambil pusing lagi, Nara pun mencoba membuka sebuah kamar yang di anggap dia benar. Dia mencoba memasukkan kunci itu, tapi malahan pintu itu terbuka dengan sendirinya.
"Nah, memang benar ini kamarnya." Ucap Nara sambil masuk ke dalam kamar itu. Dia sudah hilang kendali. Dia merasakan gairah yang sangat membara.
Di sisi lain, Mei yang mengikuti Nara pun terheran - heran, "Kok dia salah masuk kamar? Kan gue udah bilang kamar no. 59, bukan kamar no. 56. Hadoh! Gimana nih?"
Mei mencoba membuka pintu kamar no. 56 tersebut. Dan pintu itu memang terbuka, "Ternyata tidak di kunci."
Dengan perlahan, Mei mengintip ke dalam kamar. Dia sangat kaget melihat ada cowok yang sedang tergeletak di atas ranjang itu. Tidak sampai situ aja, Mei pun melihat bagaimana Nara yang dengan ganasnya menyerbu bibir cowok yang tidak di kenalnya itu. Cowok itu pun membalas ciuman itu dengan penuh gairah.
"Bagus, Nat. Loe bakal kehilangan segalanya malam ini. Meskipun loe bukan masuk ke kamar seberang, itu tidak masalah. Yang penting urusan gue udah kelar. Dendam gue terbalaskan. Loe tetap akan kehilangan mahkota loe dengan orang yang tidak loe kenal sama sekali. Rasakan dan nikmatilah, Nat! Itu hadiah terbaik dari gue buat loe."
Mei pun menutup pintu kamar itu dan pergi meninggalkan hotel itu. Dia tidak mau berurusan lagi dengan Nara.
"Hari ini akan menjadi hari terbahagia buat gue, Nat. Ternyata loe itu terlalu naïf dan bodoh juga ya, Nat? Hahaha.. Gue puas sekarang. Gimana Rico? Loe lihat yang tadi bukan? Loe harus bisa tenang di sana, karena gue udah buat orang yang menyebabkan kematian loe menderita mulai malam ini. Dia emang pantas mendapatkannya."