Devan merasa muak dengan semuanya. Dia mencaritahu tentang alasan Arga yang dengan beraninya berencana untuk membuat dirinya hancur di belakang Kevin. Dia tidak ingin Kevin tau semua rencananya. Karena Kevin adalah sahabat yang selalu mengutamakan persahabatan di atas segalanya.
Devan sampai membayar seseorang untuk mencari tau semuanya. Mulai dari kegiatan keseharian Arga hingga kegiatan orang - orang terdekatnya.
'Apa sih, salah gue ke loe, Ga? Gue gak pernah melakukan hal yang buruk sama loe, tapi ini balasan loe terhadap kebaikan gue selama ini?' Dia terus memikirkan hal itu.
Setelah dia mendapat kabar dari orang suruhannya, dia langsung pergi meninggalkan Kevin menuju ke gudang kampus. Dia menerima amplop berwarna cokelat berisikan bukti dari hasil pekerjaannya.
Ternyata semuanya berawal dari cewek itu. Cewek yang pernah dia bully. Itupun karena cewek itu berusaha membela temannya yang sedang di ganggu oleh Devan.
'Gue bener - bener gak nyangka sama loe, Ga. Gue memang pernah ngebully dia, tapi itu hanya sekali dan loe gak pernah beritahu gue tentang perasaan loe ke dia sama gue. Loe berani banget ngelakuin hal menjijikkan seperti itu ke gue. Gue bakalan buat perhitungan sama loe. Loe lihat aja nanti.'
Devan merasa tidak terima dengan perbuatan Arga yang demi membalaskan perlakuannya pada cewek itu, Arga tega menghancurkan sahabatnya sendiri.
Devan memegang beberapa lembar foto dari orang suruhannya, ternyata karena cewek yang bernama Lisya, cewek cantik dan pintar yang disukai oleh Arga. Arga memiliki perasaan terpendam pada cewek ini, tapi dia tidak pernah sekalipun memberitahukan pada siapapun termasuk kedua sahabatnya.
"Kalian cari cewek yang di foto lalu bawa dia ke villa yang udah gue tulis di belakang foto itu. Gue mau kasih kejutan buat sahabat terbaik gue," ucap Devan pada beberapa orang yang ada di hadapannya saat ini sambil tersenyum ngeri.
Devan sangat menyayangkan semua peristiwa itu. Dia tidak suka dengan cara Arga yang tidak gentle menurutnya. Bagaimanapun, mereka sudah bersahabat selama lebih dari 5 tahun. Hal ini pula yang menjadi pertimbangan Devan untuk melenyapkan Arga.
"ARGGGHHHHHH!!!!!!" Teriak Devan keras sambil memukul kaca yang ada didepannya. Darahnya mulai mengalir dengan deras, dan menetes tanpa henti.
"Kalau saja bukan loe yang ngelakuin hal itu ke gue, gue bakalan habisin tuh orang langsung tanpa ampun. Gue masih gak percaya kalau persahabatan kita selama ini tidak ada apa - apanya di mata loe. Loe udah salah ngeganggu orang, Ga. Liat aja nanti pembalasan gue!"
Saat pertemuannya dengan Arga tadi siang, Arga terlihat berpura - pura tidak tau tentang kejadian semalam. Devan berusaha untuk tetap bersikap baik pada Arga dan mengikuti permainannya.
Dia mengundang Arga untuk menemuinya di Villa itu. Dia ingin menunjukkan sesuatu yang akan membuat Arga sangat terkejut, kaget dan syok secara bersamaan, lalu Arga akan menyesali atas perbuatannya ke Devan.
'**********
Di dalam Villa, terlihat sosok seorang cewek yang di ikat kedua tangan dan kakinya. Cewek itu di paksa minum minuman yang sudah di campur dengan obat perangsang. Air mata cewek itu mulai mengalir membasahi kedua pipinya. Dia terlihat sangat frustasi.Tapi, ekspresi frustasinya itu tidak berlangsung lama.
"Aahhhh.." Desahan demi desahan mulai keluar dari mulut cewek cantik itu setelah obat perangsang itu bereaksi. Dia tampak sangat menggoda.
"Ja..ngan men..de..kat.." Kata cewek itu yang mulai berusaha menjauh setelah melihat tiga cowok berjalan mendekatinya.
Tiga cowok yang berada di sekelilingnya mulai merobek paksa pakaian cewek itu secara perlahan sedikit demi sedikit. Pakaiannya sudah tidak utuh lagi. Terlihat sangat jelas sebagian tubuh bagian atasnya yang putih mulus itu.
"Hen..ti..kan!" Teriakan cewek itu sangat lemah dan hanya terdengar sekilas.
Rambutnya yang terikat rapi, sekarang sudah berantakan karena beberapa kali di jambak oleh ketiga cowok itu secara bergantian di saat mereka ingin melihat wajah cantik cewek yang menarik perhatian mereka saat ini.
Setelah semuanya sudah sesuai dengan perintah, mereka hanya berdiri dan berjalan mengelilingi cewek itu sambil menatapnya dengan tatapan penuh dengan gairah dan nafsu yang tinggi.
Cewek itu hanya bisa pasrah diperlakukan seperti itu. Dengan tangan dan kaki yang terikat, tidak ada kemungkinan baginya untuk melarikan diri dari tempat itu.
Wajah si cewek sudah memerah dengan nafas terengah - engah menahan nafsu birahinya yang membuncah dengan sekuat tenaga.
Saat dia melihat seseorang yang dia kenal dari kejauhan, dia hanya bisa berkata dengan tatapan sendunya tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun, 'Arga, tolong aku.'
Inilah kejutan yang diperlihatkan Devan pada Arga.
Setelah Arga melihat kejutan yang di tunjukkan Devan itu, dia langsung naik pitam. Arga membentak dan memaki bahkan meludah.
"Apa loe bilang? Gue kotor?!! Sebelum loe ada niatan buat mukul gue, tangan loe itu memang udah kotor! Udah berapa banyak orang lemah yang udah jadi korban bullyan loe? Sekarang aja loe udah ngelakuin hal yang lebih kotor, bahkan lebih menjijikkan!"
Devan yang merasa sangat emosi, berusaha keras untuk meredam amarahnya dengan mengepalkan kedua tangannya karena Devan memikirkan ucapan Kevin. Kevin selalu menjadi bayang - bayang dalam pikirannya. Perkataannya selalu membuat Devan ragu - ragu untuk menghajar Arga.
"Terserah! Gue gak peduli lagi apa yang loe pikirkan tentang gue. Urusan gue dengan loe udah selesai sampai di sini! Loe boleh lanjutin adegan selanjutnya dengan cewek itu. Gue muak lama - lama liat muka loe itu."
Devan pun pergi meninggalkan Arga di tempat itu. Dia tidak bermaksud untuk menghancurkan masa depan cewek itu. Dia hanya ingin menggertak sahabatnya itu, meskipun perbuatannya itu sungguh keterlaluan.
Devan sebenarnya sadar kalau dia sudah menyeret orang yang tidak tau apa - apa ke dalam permainannya. Tapi dia merasa harus melakukan hal itu demi memberi pelajaran untuk Arga.
Arga yang melihat Devan berbalik dan akan pergi menjauh langsung menahan lengan Devan.
BUGHH..
Arga melayangkan tinjuannya di pipi Devan hingga sudut bibir Devan terluka dan mengeluarkan cairan merah kental. Devan mengelap dengan kasar luka itu. Dia menatap tidak suka pada Arga.
"Kesabaran gue juga ada batasnya, Ga! Loe itu udah keterlaluan!" Devan meluapkan emosinya pada Arga melalui kedua kalimat tersebut.
"Loe bilang gue keterlaluan? Apa loe gak nyadar? Loe itu yang udah keterlaluan, Dev! LOE GAK PUNYA OTAK! Cewek baik - baik yang tidak tau apa - apa loe gituin. Kenapa gak gue aja yang loe ikat? Kenapa harus dia? KENAPA DEV?!!" Teriak Arga pada Devan.
Dia sudah gak bisa lagi menahan amarahnya itu. Kerah baju Devan di tarik dan dia memukuli perut Devan secara membabibuta dengan kepalan tangan kanannya. Dia gak terima dengan apa yang dilihatnya. Lisya, cewek yang dia sukai diperlakukan seperti seorang j*lang.
"Ga! Gue udah cukup sabar dengan semua kesalahan yang loe perbuat ke gue. Selama ini gue selalu baik dan gak pernah sekalipun terpikirkan untuk berbuat hal buruk sama loe. Tapi kenapa loe tega ngelakuin hal itu ke gue hanya karna itu cewek? Gue juga gak pernah denger dan tau kalo loe nyebut tentang perasaan loe ke dia. Loe yang memulai ini semua, jadi loe harus tanggung akibat dari perbuatan loe itu!" Bentak Devan sambil menarik kerah baju Arga.
Posisi mereka sangat menegangkan. Arga melepaskan genggaman tangannya dan menarik tangan Devan dari kerah bajunya lalu berbalik membelakangi Devan, "Mulai detik ini, kita gak punya hubungan apa pun lagi. Anggap aja loe gak pernah kenal dengan gue, begitu juga sebaliknya. Gue gak mau lagi punya urusan dengan loe! NGERTI LO!!!"
"Oke! Kalau itu yang loe mau. Gue juga udah gak sudi punya sahabat kayak loe! Jangan pernah loe muncul di hadapan gue lagi. Ingat itu!" Ucap Devan dengan ketus sambil mengepalkan kedua tangannya.
Persahabatan mereka berakhir sampai di sini. Devan saja tidak menyangka semuanya akan seperti ini. Dia merasa bahwa kebencian Arga padanya sudah memuncak. Devan tidak berniat memperpanjang masalah ini dan hanya berusaha menahan diri demi Kevin. Sahabat baginya adalah keluarga utamanya, tetapi Arga sudah tidak bisa lagi di sebut sahabat.
Akhirnya, Devan benar - benar pergi dari Villa itu dengan membawa rasa kecewa yang amat besar terhadap Arga dan meninggalkan Arga yang masih mematung setelah mendengar perkataaannya barusan. Dia bahkan sempat menendang ban mobilnya sebelum masuk ke dalam mobil dan pergi menjauh.
Sedangkan Arga? Dia masuk ke dalam Villa dan memukul ketiga cowok yang sudah berani menyentuh Lisya. Dia sangat marah. Ketiga cowok itu pingsan dalam sekejab. Mereka bertiga kalah telak di hajar oleh satu orang.
Begitu puas melampiaskan amarahnya, Arga langsung mendekati cewek itu dan mebuka jaketnya untuk dipakaikan pada Lisya menutup auratnya yang sudah terlihat sebagian.
"Lis, yang sabar ya, Lis. Gue akan bawa loe ke Rumah Sakit. Jangan takut, Lis. Ada gue di sini." Ucap Arga sambil mengangkat tubuh Lisya ala bridal style.
Lisya yang sudah tidak berdaya hanya bisa mengangguk pada Arga. Dia memang mengenal Arga, tapi mereka sangat jarang bertemu dan sepertinya tidak pernah berbicara lebih dari 10 detik.
Arga pun membawa pergi Lisya menuju ke Rumah Sakit menggunakan mobilnya. Sepanjang jalan, Lisya hanya meracau kepanasan.
"Panas.. Panas Ga.. Hidupin AC mobilnya, gue kepanasan nih, Ga.." Lisya selalu mengucapkan kata - kata yang sama berulang kali.
"AC mobilnya sudah hidup sejak tadi, Lis. Sabar ya, Lis. Sebentar lagi kita bakalan nyampe di Rumah Sakit." Arga berusaha menenangkan Lisya yang sedaritadi seperti cacing kepanasan.
Sebenarnya, Arga tau cara mudah untuk meghilangkan reaksi obat itu. Tapi dia tidak mungkin melakukan hal keji itu pada cewek yang disukainya. Kalau dia berani mengambil keuntungan dari kejadian ini, bisa - bisa Lisya marah dan bakalan benci dengannya, bahkan Lisya bisa bunuh diri karena tidak sanggup menanggung aib seperti itu.
Pikiran Arga terus - menerus memikirkan cara untuk menenangkan Lisya sambil menyetir dengan kecepatan penuh, supaya mereka bisa tiba di Rumah Sakit dengan cepat.
'Kurang ajar loe, Dev. Gue akan beri perhitungan buat loe! Loe liat aja nanti. Gue gak akan ngebiarin loe hidup dengan tenang.'
Sesampainya di Rumah Sakit, Arga langsung menarik salah satu Dokter yang sedang lewat, "Dok, tolongin temen saya. Dia meminum obat perangsang dan sekarang reaksi obat itu membuatnya menjadi kepanasan. Cepat Dok, tolongin dia, Dok."
"Baiklah, saya akan menyuruh suster itu untuk membawanya ke ruang pasien. Tunggu saya di sana." Dokter itu pun pergi begitu saja.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, Lisya pun mendapatkan perawatan intensif dan sekarang dia sudah bisa tidur dengan nyenyak.
Sesungguhnya, ini semua berawal dari kesalahpahaman yang tidak berujung. Arga ingin membenci Devan tanpa ada seorang pun yang tau alasan sebenarnya. Dia berencana menghancurkan Devan dengan memberinya obat perangsang.
Jika Devan pulang ke rumah, saat itu juga Devan bakalan di usir oleh kedua orangtuanya karena berani mabuk - mabukan di luar. Dia juga akan di cabut dari daftar ahli waris keluarganya, meskipun dia adalah anak tunggal. Devan pernah menceritakan semuanya tanpa terkecuali pada kedua sahabatnya itu. Tapi sayangnya, Arga memanfaatkan setiap kelemahan Devan.
Devan yang kesal pun membalas perbuatan Arga. Arga yang selama ini hanya mendengarkan apa yang dia katakan, bisa sampai seperti orang yang dikenalnya hanya karena seorang cewek. Devan yang semula hanya ingin memberikan pelajaran dan tidak berniat untuk ribut dengan Arga, malahan berujung dengan pertengkaran hebat.
Dia tidak sadar akan perbuatannya yang sudah melebihi batasan itu. Karena perbuatannya, pertengkaran mereka berujung jadi dendam. Arga sudah menyimpan dendam pada Devan saat melihat bagaimana Lisya menjadi seperti itu.
"Sekarang loe dimana, Dev?" Tanya Kevin pada Devan melalui sebuah panggilan telepon.
"Gue? Kenapa? Bukannya loe banyak urusan ya?" Jawab Devan ketus.
Kevin merasakan aura yang tidak biasa. Dia begitu perasa, sampai - sampai perasaannya tidak enak malam ini. Yang dia tau, Devan pasti akan membalas perbuatan Arga cepat atau lambat.
"Dev, gue serius. Loe lagi sama Arga ya?" Kevin bertanya dengan nada yang ragu, takut menyinggung Devan.
"Loe kok tau? Gue baru aja mau pulang," jawab Devan dengan entengnya.
"Dev, loe gak ngapa - ngapain dia kan? Loe gak mungkin tega berbuat hal buruk padanya. Kita ini sahabat, loe gak mungkin tega mukulin dia kan?" Tanya Kevin lagi dan lagi.
"Loe tenang aja, gue gak mukulin dia kok. Malah dia yang mukulin gue. Gue udah cukup sabar untuk hari ini. Tapi jika di lain waktu dia berani berbuat seperti itu lagi, gue gak akan segan - segan menghancurkannya. Meskipun loe memohon - mohon sampai nangis darah di hadapan gue!" Devan mulai terbawa emosi mengingat kejadian di Villa tadi.
Kevin hanya bisa tersenyum di balik ponselnya dan berkata, "Baguslah, kalau begitu. Apa kalian sudah berbaikan? Kita kan sudah lama banget kenalnya dan sudah bersahabat selama lebih dari 5 tahun, apa kalian sudah bisa kembali akrab seperti sedia kala?" Tanya Kevin denga penuh rasa penasaran.
"…."
Devan terdiam seribu bahasa selama beberapa menit. Dia tidak tau bagaimana cara menyampaikan kejadian malam ini. Dia tidak mau menyakiti perasaan Kevin dan menghancurkan khayalan Kevin yang selalu ingin hubungan mereka baik - baik saja.
"Kami sudah tidak ada urusan lagi satu sama lainnya."
Kata - kata Devan seperti jarum yang menusuk ke jantungnya. Kevin tidak percaya kalau semuanya akan berakhir seperti ini. Semuanya di luar harapannya. Kevin tidak tau lagi harus berkata apa. Dia mengakhiri panggilan itu secara sepihak.
'Apa yang telah terjadi?' Batin Kevin.