Chereads / NARA / Chapter 6 - NARA #06

Chapter 6 - NARA #06

Mei mulai teringat sesuatu pada saat itu Nara pernah bercerita kepada dirinya tentang alasan dia sangat benci dengan cowok yang suka menyakiti hati cewek.

Flashback On

Ini sebelum Mei memperkenalkan Nara dengan Rico...

"Gue boleh tau gak Nat alasan loe sangat benci melihat cowok sampai sampai loe gak mau pacaran bahkan tidak butuh hidup tanpa mereka?" Tanya Mei dengan perasaan takut - takut.

Nara langsung menyipitkan kedua matanya. Mei berpikir bahwa Nara tidak ingin menjawab pertayaan itu dan bakalan marah juga.

"Kalo loe gak mau jawab pertanyaan gue gapapa kok, Nat. Gue ngerti juga. Pasti ada alasan yang buat loe gak bisa ceritain ini ke gue. Maafkan rasa penasaran gue ini ya," kata Mei.

Nara lalu menghembuskan nafas dengan berat, "Gue gak percaya sama cowok karena menurut gue semua cowok itu sukanya hanya mempermainkan, nyakitin hati dan kasar. Gue benci sama mereka, gue bisa hidup tanpa mereka. Gue sebenarnya trauma liat nyokap gue dipukuli terus - terusan sama bokap gue! Tapi nyokap gue tetap bertahan dengan alasan cinta. Itu adalah alasan paling konyol menurut gue! Makanya gue paling anti sama yang namanya pacaran. Gak pernah terpikirkan dihidup gue untuk pacaran bahkan sampai menikah. Gue hanya ingin nyenengin mama gue. Jadi gue harus sukses biar bisa membahagiakan Mama gue, Mei. Loe gak tau berapa banyak penderitaan yang telah dialami Mama gue, Mei. Gue sakit melihat Mama gue gak pernah sekalipun tersenyum melihat Papa gue."

"Maka dari itu gue sadar kok jadi bahan omongan sama teman - teman satu sekolah. Banyak yang bilang gue gak normal gak suka sama cowok bahkan gue juga denger kalo gue dibilang suka sama loe! Gue hanya ketawa aja mendengar itu semua. Karena memang gak bener seperti itu. Gue cuekin aja! Tapi gue ngerti kenapa loe nanyain ini ke gue, Mei. Didalam hati loe pasti gelisah dan penasaran juga kan? Loe sebenarnya takut sama gosip - gosip yang beredar itu benar adanya. Tapi terserah loe juga sih mau mikirnya gimana. Gue gak memaksa loe buat berteman sama gue, Mei." Lanjut Nara.

"Gue ngerti sekarang nat. gak kok Nat, gue gak termakan sama gosip - gosip murahan seperti itu. Loe jadi salah paham karena gue nanyain ini ya Nat? Gue gak ada maksud apa apa kok Nat. Beneran deh. sumpah! Loe jangan marah ya Nat. Gue cuma penasaran aja. Gue janji gue gak akan pernah bertanya lagi soal ini ke loe," kata Mei sambil berusaha untuk meyakinkan Nara.

Tidak ada kebohongan dari tatapan Mei. Mei memang benar benar penasaran aja lalu memberanikan diri untuk bertanya pertanyaan yang sangat sensitif itu.

"Oke Mei, gue percaya kok sama loe. Emang loe anaknya tulus dan gak macam macam juga. Lagian wajar kalo loe penasaran soal ini. Padahal kita udah berteman lumayan lama loh. Kenapa loe baru nanyain ini sekarang? Gue tau loe pasti sempat kepikiran untuk nanya kan? Tapi loe takut gue marah. Makanya loe pendam aja pertanyaan yang udah nyangkut di bibir loe itu," tebak Nara.

"Makasih Nat, karena udah percaya sama gue. Hehe, iya Nat loe kok tau sih? Kayak bisa baca pikiran gue aja!" Ucap Mei sambil menggaruk - garuk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.

"Soalnya itu ketebak dari muka loe Mei! Loe takut sama gue? Kayak gue setan aja. Aneh deh loe," ucap Nara kemudian tertawa lepas.

"Lah? Kan emang loe nyeremin kayak setan, Nat. Semua siswa - siswi di sekolah pada takut sama loe. Ya termasuk gue!" Ucap Mei lalu menutup mulutnya yang keceplosan.

Nara yang tertawa kemudian terhenti. Lalu menatap tajam ke arah temannya ini. "Coba bilang sekali lagi? Gue mau dengar," ucap Nara.

"Maksud Gue, loe itu baik banget sampai - sampai semua orang segan sama loe," ucap Mei mengeles.

"Perasaan tadi loe gak ngomong begitu deh? Udah pinter ngeles nih ya mei?" Goda Nara.

"Gak kok, Nat. Tuh kan loe gue bilangin gak percayaan banget deh. Gue jujur kok ini," ucap Mei sambil menahan tawanya.

"Iya! jujur bo'ongnya kan Mei?" ucap Nara.

"Ih, loe kok tau? Kayaknya gue benar deh, loe emang peramal yang bisa baca isi hati gue," celetuk Mei sambil tertawa lepas.

"MEIIIII.....!" Teriak Nara.

Flashback Off

Sebenarnya didalam lubuk hati Mei yang paling dalam dia gak tega berbuat seperti itu ke Nara. Tapi mengingat semua yang telah terjadi bahkan sakit hati yang telah dirasakan Mei semenjak berteman dengan Nara yang selalu di bilang bayang - bayang, tidak normal, kata - kata Nara yang kasar yang selalu semena - mena pada dirinya, lalu peristiwa kematian Rico teman baiknya.

Mei semakin sakit hati, lalu Mei menyalahkan semua itu kepada Nara. Menurut Mei, Nara hanya cewek munafik, kasar dan suka seenaknya aja. Nara bahkan terang - terangan membully 3 cewek yang sudah mengatain dirinya. Baru kali itu marah - semarahnya. Tapi berkat bantuan Mei mereka berhasil selamat dari Nara.

'Kalo aja loe dulu gak suka nyakitin gue dan seenaknya aja ke gue, Nat, gue juga gak akan setega ini sama loe. Maafin gue karena gue juga jadi manfaatin loe untuk menjadi pelindung gue dulu dan sekarang kita hanya sebatas mantan teman.'

*****

"Gue mau loe bawa Arga kesini! Gue mau kasih pelajaran yang tidak akan pernah dia lupain, Vin!" Kata Devan kepada Kevin dengan senyum yang mengerihkan.

"Udalah Dev, maafin dia kali ini. lupain masalah ini. Kita bertiga kan teman," ucap Kevin berusaha menenangkan hati sahabatnya ini.

Dev menatap kevin sambil mengerlitkan alisnya "Karena kita bertiga teman, Kenapa dia tega berbuat begini ke gue?!" ucap Devan dengan emosi.

"Pasti dia punya alasan Dev. Coba deh loe dengerin dulu alasan dia. Gue gak mau kalian jadi ribut karena masalah begini. Semuanya kan bisa dibicarakan baik - baik Dev. Gue ngerti perasaan loe. Tapi saran gue ke loe cuma satu, dengerin dulu deh penjelasan dia. Habis itu terserah loe deh mau gimana," ucap Kevin.

"Gue gak ngerti sama loe Vin. Loe itu sebenarnya berpihak sama siapa sih? Kali ini dia udah benar - benar kelewatan. gue gak suka cara dia! Dia itu mau ngehancurin gue, Vin. Teman macam apa yang tega untuk menjebak temannya sendiri?" Ucap Devan dengan emosi yang tidak stabil.

"Terserah loe deh. Gue kan cuma kasih saran doang," ucap Kevin pasrah.

"Terserah kalo loe mau ikut gue apa gak! Yang pasti gue akan kasih dia pelajaran!" Ucap Devan lalu pergi meninggalkan Kevin.

"Loe disini ternyata, Ga!! Gue cariin kemana - mana daritadi," kata Devan dengan tatapan sinis.

Dengan muka tegang dan pucat pasih Arga berusaha untuk tenang. Berharap Devan telah melupakan kejadian semalam.

'Semoga aja dia tidak mengingat apapun. Tapi dari nada bicaranya dia emang gak ingat apa - apa sih. gue pura - pura bodoh aja deh.' Batin Arga setelah melihat kedatangan Devan.

"Lah kan, emang gue biasa disini, Dev. Gimana sih loe? Oh ya, sorry ya, tadi malam gue balik duluan. Tapi ada Kevin kok yang bantu loe ke hotel," kata Arga yang tidak merasa bersalah.

"Iya semalam gue mabuk parah! Santai aja men. Gue baik - baik aja kok. Gak kurang apapun juga. Masih utuh! Malam ini loe kemana? Ada acara?" Tanya Devan berusaha bersikap baik.

'Kok bisa ya dia baik - baik aja? Seharusnya pengaruh obat perangsang itu luar biasa. Kalo sampai dia tidak melakukan hubungan intim dengan seorang cewek pasti dia akan kesakitan.' Arga membatin lagi.

"Syukurlah kalo begitu men. Hmmm, kayaknya gue belum punya acara apa pun nanti malam, kenapa emanngnya Dev?" Tanya Arga sambil menggerlitkan alisnya.

"Gue mau ngajak loe keluar lah. Loe belum pernah ke sini. Pasti loe bakalan suka!" Jawab Dev dengan seribu misteri.

"Emangnya mau ke mana Dev?" Tanya Arga penasaran.

"Udah, sekarang loe bisa gak? Loe pasti gak akan menyesal kalo ikut," jawab Dev masih dengan teka - teki.

'Sebenarnya Dev mau ngajak gue kemana sih? Tumben amat dia main rahasia - rahasian sama gue!' Arga kembali membatin melihat tingkah Dev.

"Hmmm, bisa dong! Masa gue nolak ajakan loe Dev. Seketika bibir Dev melengkung membentuk sebuah senyuman.

"Oke bagus kalo gitu ga. Kita ketemu di tempat biasa jam 7 malam ya. Jangan sampai telat ya," kata Dev lalu pergi meninggalkan Arga.

"Okeee Dev! Gue pasti akan tepat waktu," Kata Arga dengan antusias.

'Gue harus mencari Kevin. Gue mau tau apa yang terjadi sama Dev tadi malam setelah gue pulang duluan. Gue masih sangat penasaran kenapa Dev biasa aja tidak kenapa - kenapa? Apa ada hal yang gue gak tau ya?' Batin Arga sambil berusaha untuk menghubungi Kevin.

'Kevin kemana sih? Telepon gue kok gak dijawab ya?' Arga masih sangat penasaran dengan apa yang terjadi semalam.

'Angkat dong Vin! Kemana sih loe? Apa dia lagi ada kelas ya jadi ponselnya di silent. Mungkin juga sih, bodo ah! Lagian nanti malam juga bakalan ketemu.'

*****

Arga sudah tiba duluan. Sanking takutnya telat apalagi kalo janjian sama Dev. Dev itu cowok yang tidak suka kalo janjian ngaret. Jadi sebisa mungkin luangin waktu supaya gak telat.

'Pada kemana semua nih? Kok jadi gue yang on time.' Ucap Arga sambil melihat jam tangannya yang sekarang telah menunjukkan pukul 7 kurang 10 menit.

'Mungkin guenya aja kali ya yang datangnya terlalu cepat. Masih ada waktu 10 menit lagi kok. Mendingan gue main game aja dulu sambil menunggu mereka datang.'

Arga sama sekali tidak curiga. Dia berpikir kalo kevin mana mungkin berani memberitahukan kejadian soal obat perangsang itu kepada devan. Secara diantara mereka bertiga hanya kevin lah yang paling takut mereka terpecah dan berantam.

Dia tidak mengira kalo semabuk -mmabuknya dia, Dev masih sadar dan mendengarkan semua obrolan Arga dan Kevin.

Kevin memang tidak memberitahukan soal ini kepada devan, karena devan tausemuanya dengan sangat jelas tanpa harus diberitahu oleh kevin.

"Akhirnya loe datang juga, Dev. Gue gak telat kan? Loe kok gak bareng sama Kevin? Apa dia tidak ikut?" Tanya Arga setelah melihat Dev berjalan ke arahnya hanya seorang diri.

"Pastilah gue datang, Ga. Kan gue yang ngajak loe buat ketemuan! Iya gue gak bareng Kevin. Udah gue ajak juga sih. Tapi gak tau deh dia datang atau gak." Kata Devan dengan santai sambil tersenyum penuh misteri.

'Kok Devan nyeremin banget ya, senyumnya? Sebenarnya gue mau di ajak kemana sih?!' Batin Arga merasa agak ngeri melihat senyuman Devan barusan.

"Kita sebenarnya mau ke mana ya Dev, kalo boleh tau?" Tanya Arga memberanikan diri.

"Udah, loe tenang aja. Bawel banget. Ntar juga kalo udah sampai loe bakalan tau kita mau ke mana," kata Dev dengan tenang lalu hanya melirik sekilas.

Setelah sampai di tempat, Arga merasa heran kenapa Devan membawanya ke sebuah Villa. Arga bertanya -

tanya sendiri kenapa Devan membawanya kesini. Dari luar, Villa ini seperti tidak berpenghuni sama sekali. Tidak ada tanda - tanda kehidupan dari luar.

'Ke sini? Ngapain ya? Bingung gue! Semakin gak ngerti aja gue sama Devan.' Arga membatin sambil turun dari mobil lalu mengikuti langkah kaki devan dari belakang.

"Silahkan masuk Ga. Gue gak pernah cerita kan sama loe? Ini Villa keluarga gue. Gue mau kasih kejutan buat loe didalam." kata Devan lalu membuka pintu sambil tersenyum ngejek ke arah Arga.

'Ini akan sangat menarik! Loe masuk dalam perangkap gue dengan mudahnya. Semoga loe menikmati pertunjukan yang ada di dalam ya.' Batin Devan.

Dengan penuh rasa takut, Arga mulai melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam Villa. Betapa terkejutnya Arga melihat seseorang cewek yang sangat dikenalnya.

"Loe suka sama kejutan Gue?" Bisik Devan tepat di telinga Arga.

Arga semakin tidak mengerti melihat Devan. Arga langsung marah, emosi dan kecewa secara bersamaan melihat Devan.

"Maksud loe apa sih dev bawa gue kesini? ini yang lo bilang gue bakalan suka! lo emang brengsek dev. tega teganya loe berbuat sebegitu menjijikkannya," ucap arga dengan penuh emosi.

"Gue brengsek?! Loe gak salah? Kalo loe yang gak mulai duluan, gue pasti gak akan seperti ini. Loe pasti ingat kan apa yang telah loe lakukan sama gue semalam? Ingat gak loe! Bangsat!!" Ucap Devan dengan amarah yang sudah tidak terkendali lagi.

Arga hanya terseyum sinis melihat Devan lalu meludah, "Cuiiihhh..Loe emang pantes dapetin itu semua. NGERTI LO! T**K!!" Teriak Arga.

Lalu Devan masih berusaha untuk mengendalikan dirinya. Dia hanya ingin ngasih pelajaran yang akan di ingat oleh Arga. Karena bagaimana pun, Devan masih menganggap Arga sebagai sahabatnya. Apalagi dia mengingat semua perkataan Kevin tadi siang.

'Udalah Dev, maafin dia kali ini. Lupain masalah ini. Kita bertiga kan teman. Pasti dia punya alasan tersendiri, Dev. Coba deh loe dengerin dulu alasan dia. Gue gak mau kalian jadi ribut karena masalah begini. Semuanya kan bisa dibicarakan baik baik Dev. Gue ngerti perasaan loe. Tapi saran gue, loe dengerin dulu deh penjelasan dia. Habis itu terserah loe deh mau gimana. Terserah loe deh. Gue kan cuma kasih saran doang.'

Ucapan Kevin masih terngiang - ngiang di telinga Devan. Devan masih ingin memberikan kesempatan untuk Arga. Makanya sebisa mungkin dia masih mengendalikan diri. Dia tidak ingin mereka terlibat dalam perkelahian.

Devan mengepalkan kedua tangannya menatap tajam kepada Arga. Tapi Arga malah semakin memancing emosinya.

"Kenapa Dev? Loe mau mukul gue? Pukul aja! Bukannya loe udah biasa gitu? Gue udah muak sama loe. Gue udah muak ngikutin dan berteman dengan loe, loe itu selalu menindas yang lemah! Gue benci sama loe!" Teriak Arga yang semakin memancing emosi Devan.

"Gue gak mau ngotorin tangan gue untuk mukulin orang kayak loe!" Ucap Devan dengan ketus.