Kai tiba di sekolah dengan kantung mata yang berwarna hitam. Mungkin karena kemarin siang dia minum terlalu banyak kopi dan akibatnya pada malam hari dia tetap terjaga sampai saat ini.
Dan, kantuk malah baru datang saat dia siap bekerja.
"Pagi pak, lemes banget pak." Sapa Bu Andin selaku guru bahasa Inggris kelas sebelas. Kai hanya membalasnya dengan senyuman tipis lalu duduk di meja kerjanya.
Dia mengeluarkan beberapa lembar kertas, jam pertama nya ada di kelas 12-4. Kai mengusap matanya dan menunggu bel berbunyi.
Sebelum bel berbunyi Kai memilih untuk ke kamar mandi dan mencuci wajahnya agar segar kembali. Dia keluar ruang guru dan berjalan menuju kamar mandi yang dekat dengan kelas 12 - 4.
Kai menghentikan langkahnya ketika melihat seorang gadis berdiri di beranda kelas sambil bersorak gembira melihat teman-temannya bermain permainan monopoli. Dia tersenyum, dan sesekali memukul pelan temannya jika harus kena denda karena berjalan di tanah milik orang lain.
Melihat gadis itu membuat Kai terpaku dan memilih melihat senyuman indah gadis itu terlebih dahulu. Semenjak kejadian kemarin, yang dia lakukan karena iseng, dia melihat gadis itu dengan cara yang berbeda.
Ya, gadis itu adalah Dayra.
"Halo pak!" Salah satu seorang pemain menyapa Kai dan melambaikan tangan nya. Sontak semua murid langsung menoleh ke arah Kai.
Kai melihat Dayra yang sedang tersenyum kearahnya dan kembali melihat teman-temannya setelah beberapa detik dia melihat Kai.
Laki-laki itu ikut tersenyum dan pada akhirnya masuk ke dalam toilet.
..
"Jadi saya ingin kalian berkembang dan setidaknya berbakat dalam membuat cerpen. Kita sudah bahas struktur cerita fiksi, dan saya yakin kalian sudah membahas itu di kelas sepuluh, dan sekarang kita hanya perlu mengulangnya. Jika kemarin kalian hanya teori, maka kini kita akan praktek,"
Kai menaruh spidol di atas meja. "Buat cerpen karya kalian sendiri, sejelek apapun itu, sebagus apapun itu, kerjakan."
"Pak genre nya boleh tentang apa saja?"
Kai mengangguk. "Ya ,bebas. Kalian mau membuat genre apapun bebas. Asal itu hasil bikinan kalian sendiri, jangan lihat dari Google ataupun nyontek punya teman."
"Baik pak!" Jawab anak-anak serentak, kecuali gadis di belakang yang sibuk dengan catatan kecil di tangannya.
Kai melihat Dayra yang sedari tadi tidak memperhatikan dirinya sama sekali. Dia hanya terus fokus kepada buku catatan nya dan menulis atau menggambar sesuatu disana. Apakah yang dikatakan guru-guru itu benar? Kalau Dayra bukanlah seorang murid yang menjadi beban para guru?
"Kamu perhatikan saya Dayra?"
Gadis itu mengangkat kepalanya dan melihat Kai. "Iya pak."
"Saya rasa kamu sibuk dengan buku kamu, ada apa disana? Apa lebih menarik dari saya, sampai kamu tidak mau mendengarkan saya menjelaskan di depan." Ujar Kai tegas dan Dayra hanya terdiam.
"Saya nggak mau ketemu dengan anak yang seperti ini lagi ya, keluhan guru-guru kepada kamu itu banyak Dayra, saya salah satu orang yang nggak percaya dengan apa kata guru-guru, kamu tidak nakal, kamu tidak susah diatur, kamu hanya malas. Apa yang kamu sukai?"
Dayra diam lagi. Kai menarik nafas panjang, dia salah. Tidak seharusnya dia menekankan Dayra. Dia hanya perlu berbicara empat mata dengan gadis itu.
"Sehabis istirahat, temui saya di kantor ya Dayra." ujar Kai lalu tak lama bel berbunyi, Kai dengan cepat membereskan buku bukunya dan pergi keluar kelas.
Dayra terlihat menghela nafas sejenak lalu menatap teman-temannya yang kini datang kepadanya. "Nggak apa-apa Day, paling nanti di tanya-tanya dikit." Jawab Gea dan Dayra langsung bangkit.
"Gue samperin nya sekarang aja deh." Ujar Dayra lalu segera pergi.
..
Entah sudah puluhan kali dia masuk ke ruang guru atas kasus-kasus yang sudah dia buat. Dan kini sepertinya dia sudah harus dipanggil lagi. Ayolah, padahal Dayra ingin berubah.
Dayra membuka pintu ruang guru dan semua guru-guru langsung menatap Dayra dengan tatapan sinis. Dayra tidak peduli, dia cuma mau meluruskan masalahnya dengan Kai. Persetan dengan tatapan guru-guru yang tidak suka dengannya.
"Ada apa pak?" Tanya Dayra.
"Lah, saya kan nyuruh kamu habis istirahat." Kai duduk di bangkunya. "Sekarang aja pak," Jawab Dayra dan langsung duduk di hadapan Kai.
"Kamu ada apa Dayra? Ada sesuatu yang menganggu kamu? Sampai kamu menjadi seperti ini." Tanya Kai lembut, berusaha untuk Dayra tidak takut kepadanya.
Dayra terdiam, lagi-lagi cuma guru yang mau tau dengan urusannya. Jujur, awalnya dia tidak ingin membuat Kai benci padanya seperti guru-guru yang lain. Tapi, kalau Kai sudah menyinggung masalah pribadinya, maka dia harus bernasib sama seperti guru-guru yang lain.
Dayra yakin, setelah dia mengucapkan kalimat sakti ini, Kai pasti akan membencinya.
"Emang urusan nya sama bapak apa? Saya nggak pernah urusin hidup bapak, tapi kenapa bapak ngurusin hidup saya?" Tanya Dayra enteng, sedikit sinis dan melihat Kai tajam.
Kai agak sedikit terkejut, lalu dengan segera mungkin dia menetralkan wajahnya kembali. "Kenapa kamu ngomong begitu?"
"Saya nggak suka bapak sok deket sok perhatian sama saya, saya nggak butuh perhatian bapak. Jadi bapak jangan kepo sama urusan saya, bapak cuma guru baru, jadi sebaiknya bapak jangan urusi saya." Ujar Dayra penuh penekanan lalu segera berdiri, ketika dia handak pergi Kai langsung menahan tangannya.
"Kita akan bicara lain waktu, saya yakin kamu bisa terbuka sama saya." Ujar Kai dan Dayra langsung menepis tangan Kai.
Dia melihat Kai sebentar lalu sehabis itu pergi.
Dayra berdecak, reaksi Kai beda dari reaksi guru-guru lain. Biasanya jika dia sudah bicara seperti itu guru-guru lain akan langsung mengomelinya dan besoknya tidak akan mau menyapa Dayra.
Dayra tersenyum kecil, ya, mungkin ini hanya permulaan. Lagipula Dayra sama sekali tidak peduli dengan keberadaan Kai. Dia hanya guru baru.
..
Kai berlari kecil ke arah parkiran, dia masuk ke dalam mobil dan membawanya keluar sekolah. Saat sudah berjalan sedikit jauh dari sekolah dia menerima telepon. Mau tidak mau Kai menepikan mobilnya di pinggir jalan dan melihat ponselnya yang menyala.
Krystal Feluea is calling.
Tuhan! Ini bukan waktu yang tepat. Kenapa gadis itu terus mengganggunya?
Kai buru buru mematikan ponselnya dan memasukkan nya kembali ke saku celana. Kalau tidak mematikan ponselnya, nenek sihir itu pasti akan terus menghubungi nya sampai ratusan kali.
Kai hendak menancap gas lagi namun tertahan karena Dayra yang berada di seberang jalan sambil berbicara dengan seorang nenek.
Dia tersenyum, lalu mengajak ngobrol nenek-nenek itu dengan amat sabar. Lalu saat lampu penyebrangan berwarna hijau, Dayra langsung mengantar nenek itu menyebrang jalan lalu melambaikan tangannya ketika sudah sampai di seberang jalan.
Nenek itu pergi, memisahkan diri dari Dayra, dan gadis itu kembali ke tempat awal dan pergi naik bus.
Kai terdiam melihat bus itu sampai menghilang. Dia masih teringat dengan kejadian di kantor tadi. Dayra melawannya dengan kasar.
Tapi, melihat kejadian yang barusan terjadi membuat Kai merasa ada yang tidak beres. Dia tau Dayra adalah gadis yang baik, lantas apakah yang membuatnya begini?