Dayra hanya bisa terdiam melihat nilai nya yang berantakan. Hasil ulangan sudah dibagikan hari ini dan Dayra hanya bisa memejamkan matanya erat-erat karena dia sendiri sudah tidak kaget nilainya akan segitu.
"Yang nilai seratus silahkan berdiri." Ujar Pak Jono dan tiga orang berdiri dari tempatnya lalu duduk kembali setelah diperintahkan oleh Pak Jono.
"Bagus tingkatkan lagi, jangan sombong, jangan malas malasan,"
"Delapan puluh." Lanjut Pak Jono.
Dua belas orang berdiri, lalu duduk kembali.
"Bagus, kalahkan yang seratus." Ujar Pak Jono.
"Tujuh puluh."
Delapan anak berdiri. "Bagus, tingkatkan sampai kkm."
"Lima puluh."
Tiga anak berdiri. "Mau jadi apa kalian? Masa soal gampang begini dapet lima puluh?"
"Terakhir, tiga puluh."
Dayra berdiri seorang diri. Tidak ada yang ikut berdiri bersamanya. Pak Jono membuka kacamata nya dan memijat batang hidungnya pelan.
"Ini lagi, mau jadi apa kamu? Sejarah aja masa dapet nilai segitu, bagaimana sama nilai-nilai yang lainnya? Kamu nggak malu? Cuma kamu yang nilainya paling kecil. Bisa nggak lulus kamu kalau begini terus." Omel Pak Jono dan Dayra hanya bisa menunduk. Dia tau dia salah, tidak pernah belajar, makanya jadi seperti ini.
"Maaf pak."
Pak Jono memakai kembali kacamata nya. "Baiklah, ikut saya ke ruang guru habis ini, kamu akan remedial di ruang guru."
"Iya pak." Jawab Dayra dan Pak Jono menyuruhnya kembali duduk.
"Lo sih, kan udah gue kasih catatan, malah ga dibaca." Omel Gea. "Lo kan tau gue Ge." Ujar Dayra dan Gea hanya menggelengkan kepalanya.
"Semangat remedial." Ujar Gea tersenyum dan Dayra membalas senyumnya. "Semangat!" Jawabnya semangat.
***
Kenyataan nya setelah sampai di ruang guru Dayra malah menjadi gugup, sebab guru-guru yang tidak menyukainya berkumpul di ruang guru.
"Siang Bu, Pak." Pak Jono masuk dan diikuti Dayra dari belakang. Dayra memasang wajah datar, tidak ada niatan tersenyum kepada guru-guru lain.
Ada beberapa yang tersenyum ramah dan ada beberapa yang menatapnya tak suka. Dayra tidak perduli jika guru-guru tidak menyukainya, dia juga tidak memaksa agar semua guru dapat menyukainya.
Dayra melihat Kai yang sibuk dengan buku latihan anak-anak. Melihat Kai dia jadi ingat kejadian saat Kai memasangkan dasi untuknya.
Buru-buru Dayra membuang muka, tidak mau melihat Kai yang sepertinya sadar akan keberadaan dirinya. "Baik, Dayra silahkan kamu duduk." Pak Jono mempersilahkan dirinya duduk di bangku nya.
Meja Pak Jono dan Pak Kai bersebrangan, otomatis Dayra bisa melihat Kai yang berada di sebrang. Dayra duduk dan melihat Pak Jono memberinya lembar jawaban bersama soal.
"Soalnya sama, pernah dibahas, tinggal diingat saja. Gampang kan? Bapak nggak mau nyusahin kamu." Ujar Pak Jono dan Dayra mengangguk.
"Makasih pak." Ujar Dayra dan mulai mengisi namanya di lembar jawaban.
Pak Jono duduk di dekat Dayra, mengawasi gadis itu dan Dayra hanya bisa mengerjakan tanpa berkutik. "Bapak mau ke kamar mandi, kamu jangan macam-macam ya." Ujar Pak Jono dan mulai pergi ke kamar mandi.
Dayra hanya menghela nafas. Dia hampir saja bilang kalau dia sudah selesai, karena memang sudah selesai, tapi Pak Jono sudah pergi terburu-buru. Daya ingat Dayra sangat kuat, jadi dia bisa menjawab soal dengan mudah
"Kamu remed lagi?" Tanya seorang laki-laki di seberang sana. Dayra melihat Pak Kai yang sekarang sedang melihatnya. "Kalau saya nggak remed nggak mungkin saya disini." Ujar Dayra.
Kai terkekeh. "Bener juga."
"Judul cerpen kamu saya terima."
"Lah emang harusnya bapak terima kan?" Ujar Dayra dan Kai tertawa. "Iya sih."
"Judulnya bagus, saya harap ceritanya juga bagus ya." Ujar Kai. "Bapak jangan terlalu berharap sama saya, saya kan anak pemalas, paling saya cuma setor judul aja." Jawab Dayra enteng dan Kai tersenyum.
"Saya yakin kamu nggak begitu, saya yakin kamu masih punya tanggung jawab."
"Iya, terserah bapak." Ujar Dayra dan meletakkan kertas ulangan dan soalnya di atas meja.
"Kalau Pak Jono bilang saya kemana, saya udah selesai, saya titip sama bapak ya." Ujar Dayra tersenyum paksa lalu segera pergi ke dari meja Pak Jono.
Kai melihat punggung Dayra yang perlahan menghilang, dia tersenyum kecil.
***
Kai membawa setumpuk buku yang harus dia kembalikan ke perpustakaan sekolah. Sudah menjadi tugasnya untuk membantu Bu Bella yang keberatan mengembalikan seluruh buku paket yang tadi dia pinjam di perpustakaan.
Buku-buku itu sungguh tebal, dan juga bahkan menutupi wajahnya. Kai menyesal tadi tidak memanggil Pak Bian untuk membantunya.
Sekarang tangannya sudah mulai pegal karena banyaknya buku itu. Dia berhenti dan meringis. Buku paket etebal empat ratus halaman sebanyak tiga puluh enam buah diangkatnya seorang diri.
Tiba-tiba ada seseorang yang membawa setengah dari buku-buku yang dia bawa. Kai melihat Dayra dihadapannya setelah buku-buku yang tadi menghalanginya diambil oleh gadis itu.
"Anak laki-laki disini pada kayak banci Pak." Ujar Dayra lalu berjalan beriringan bersama Kai. Kai kaget, "Eh kamu nggak berat? Itu berat lho, biar saya aja." Ujar Kai dan Dayra menggeleng.
"Enggak Pak, saya kuat." Ujar Dayra sambil terus berjalan menuju perpustakaan.
"Saya nggak mau ada hutang sama bapak, soal dasi waktu itu, saya mau bilang terimakasih dan saya mau bales sekarang. Biar saya nggak ada hutang." Jelas Dayra dan Kai mengangguk.
"Tapi,"
"Jangan sangka saya begini bapak jadi ngira kita baikan ya." Ujar Dayra dan Kai terkejut, "Emangnya kita musuhan?" Tanya Kai bingung.
"Iya, lain kali jangan kepo sama urusan orang Pak." Ujar Dayra dan mereka telah sampai di perpustakaan. "Bukain pintu dong Pak, saya pegel." Ujar Dayra lagi dan Kai langsung membuka pintu dengan satu tangannya.
Dayra masuk lebih dulu lalu menaruh semua buku di atas meja. Dia mengambil beberapa buku dan memasukkan nya ke dalam rak.
"Kamu boleh pergi ko-"
"Bantu orang jangan setengah-setengah pak." Ujar Dayra lagi, lalu kembali mengambil buku dan memasukkan ke dalam rak. Kai mengikuti Dayra dan melihat gadis itu yang teliti memasukkan buku ke dalam rak.
"Dayra mungkin kamu belum tau, tapi saya guru pembimbing kamu sekarang." Ujar Kai dan Dayra langsung menghentikan aktivitas nya. "Maksudnya?"
"Jika kamu ada kesulitan dengan pelajaran, kamu bisa tanya sama saya di sekolah, saya akan siap bantu kamu,"
"Atau kalau kamu mau cerita masalah kamu, kamu juga bi-"
Brak!
Dayra meletakkan asal buku-buku itu di rak. "Udah saya bilang Pak, bapak jangan kepo sama urusan saya. Saya nggak butuh guru pembimbing." Ujar Dayra, nada bicaranya berubah menjadi dingin dan tatapan nya tajam.
"Maaf saya nggak bisa bantu sampai selesai." Ujar Dayra lalu pergi dari perpustakaan.
Kai yang melihat itu hanya terdiam, dia memejamkan matanya dalam-dalam. Dia salah bicara dan mungkin melukai perasaan gadis itu.