"Setelah pulang sekolah jangan lupa ke rumah bibi Yu Na untuk mengambil bahan-bahan kue. Ibu sudah membayarnya, jadi kalau bibi tanya tentang uang, bilang saja ibu sudah mentransfernya."
Hye Seon mengangguk tanda mengerti. Setelah berpamitan, ia pun pergi. Jalanan yang dilaluinya untunglah bukan jalan besar melainkan jalan kecil masuk ke komplek perumahan. Jadi ia tidak direpotkan dengan suara bising kendaraan yang bisa membuat stress sebelum sekolah dimulai. Dinginnya angin pagi yang berhembus bersama sinar mentari sepertinya cukup ampuh membangunkan penduduk di kota Gangneung[1] ini. Kota tepi pantai yang terletak di bagian timur semenanjung Korea kelihatan hidup dengan hiruk-pikuk manusia yang mulai sibuk dengan aktifitas masing-masing.
Musim gugur segera berakhir dan sebentar lagi jalanan akan di penuhi dengan gundukan salju yang membekukan pohon-pohon pinus yang berjajar di sepanjang jalan panjang menuju kota perbukitan. Awal musim dingin biasanya tak terlalu menguntungkan bagi para nelayan yang mengais rejeki dari pantai yang terbentang luas hampir di sepanjang kota. Ikan sepertinya menjauh dari air laut yang membeku dan bergerak menuju perairan yang lebih hangat.
Sambil mengayuh sepedanya, Hye Seon bersenandung kecil, melantunkan lagu gembira penggugah semangat di pagi hari. Raut mukanya yang putih terlihat cerah dengan senyum yang terus terkembang di bibir merahnya. Sesekali ia menyibakkan rambut poninya. Tepat ketika ia melewati sebuah rumah besar bercat putih, kayuhannya terhenti. Ada sesuatu yang ia perhatikan. Namun setelah beberapa saat tak ada yang keluar dari pintu rumah itu, ia pun melanjutkan mengayuh sepeda.
"Hye Seon, tunggu!" agak kaget Hye Seon menoleh mencari asal suara. Seorang gadis seusianya mengejar dengan sebuah sepeda yang hampir sama. Hye Seon tersenyum lebar menyambut temannya itu. Gadis dengan mata sipit dan lesung pipi.
"Annyeong[2], So Jung !" sapa Hye Seon riang.
"Kuperhatikan kau masih suka melihat rumah Yoon Woo Bin, apakah kau…"
"Sudahlah, tidak ada apa-apa, ayo berangkat!"
So Jung sedikit kesal karena Hye Seon memotong kalimatnya. Padahal sudah lama ia ingin mendengar jawaban atas kecurigaanyan pada sikap Hye Seon yang berkaitan dengan Woo Bin. Dua puluh menit kemudian mereka sudah berada tepat di halaman parkir sekolah. Masih banyak tempat kosong untuk memarkirkan sepeda.
Jam pertama adalah pelajaran favorite Hye Seon, tapi bukan untuk So Jung. Han seonsaengnim[3] pasti akan memberikan ceramah panjang mengenai sejarah Korea yang seperti dongeng yang dibacakan kakek atau nenek sebelum cucunya tidur. Kalau sudah seperti ini, biasanya hanya separuh kelas yang betul-betul memperhatikan pelajaran.
"Kenapa kau sangat antusias sekali? Aku saja selalu tertidur setiap mengikuti pelajaran ini," keluh So Jung mendapati Hye Seon yang sibuk menulis catatan kecil penjelasan Han seonsaengnim.
"Pelajaran ini sangat menyenangkan. Tak mungkin aku bisa tertidur."
So Jung bersungut kesal mendengarnya. Ia masih tidak habis pikir bagaimana Hye Seon bisa menyukai pelajaran sejarah yang 'membosankan'. Jam kelas sejarah sepertinya berjalan sangat cepat, kemudian berganti dengan matematika dan istirahat pertamapun datang. So Jung dan Hye Seon tidak langsung pergi ke kantin untuk makan, mereka membahas rencana akhir pekan.
" Aku tidak suka kepasar malam. Aku lebih suka ke bioskop."
"Ayolah So Jung, tidak ada film bagus di bioskop. Benar, aku tidak bohong. Sepupuku bilang tak ada satupun film yang layak untuk ditonton." Hye Seon mengacungkan dua jarinya untuk menyakinkan So Jung. Mata sipit So Jung bergerak liar memperhatikan setiap perkataan yang keluar dari mulut Hye Seon.
"Beri aku alasan yang bisa membuat aku sangat ingin pergi kesana."
"Apa? alasan?" raut muka Hye Seon berubah masam. Ia pikir temannya pasti sudah gila mempersulitnya hanya untuk pergi ke pasar malam. Setelah sekitar lima menit berpikir, akhirnya secara spontan Hye Seon menawarkan So Jung permen kapas besar gratis jika ia mau menemaninya. Tanpa banyak protes akhirnya So Jung menyanggupi permintaan Hye Seon. Gadis ini adalah penggemar permen kapas khususnya yang berwarna putih yang langsung hilang ketika dilumat.
Gelak tawa keduanya terhenti ketika seorang anak laki-laki berbadan tinggi dengan rambut cepak memasuki ruang kelas mereka. Waktu seolah terhenti. Hye Seon tidak bisa melepaskan pandangan matanya dari dia dan dalam seper sekian detik anak laki-laki itu juga menoleh kearahnya. Hye Seon langsung merasa sekujur badannya merinding dan jantungnya berdetak sangat kencang. Ia terdiam dan terlihat pucat pasi. So Jung melihat apa yang terjadi dengan temannya dan menebak bahwa perkiraannya benar.
"Hye Seon ssi [4].."
"Oh..Iya!!" jawab Hye Seon kaget. "Benarkan dugaanku bahwa ada sesuatu antara kau dan Yoon Woo Bin? Kau menyukainya kan?" kata So Jung sambil berbisik selidik.
"Apa? menyukainya? Itu tidak mungkin So Jung. Bukankah semua orang memang menyukainya. Maksudku siapa yang tidak mengenal Woo Bin?" sahut Hye Seon setelah Woo Bin keluar dari kelas.
So Jung serius menatap Hye Seon. Ia tampaknya masih mengharap mendengarkan sesuatu yang lebih dari sekedar jawaban datar seperti ini.
"Kau benar juga. Sejak ia pindah kesini sekitar dua tahun yang lalu semua anak perempuan tak berhenti membicarakannya. Pasti mereka semua kecewa karena pada akhirnya Oh Yong Hee lah yang menang. Dunia memang tidak adil," keluh So Jung sambil bertopang dagu. Mendengar penjelasan yang seperti ini, hati Hye Seon menciut. Ia memang pengagum rahasia yang payah. Untunglah So Jung sama sekali tidak pernah tahu tentang perasaannya terhadap pemuda itu.
[1] . Gangneung adalah sebuah kota di provinsi Gangwon yang terletak dipantai timur korea selatan. Terkenal karena keindahan alamnya yang memadukan pegunungan dan pantai.
[2] . Hi
[3] . guru
[4] . panggilan hormat dalam bahasa korea. Bisa berarti nona, tuan,nyonya.