"Annyeong haseyo!"
Seorang wanita cantik berambut panjang sebahu masuk ke dalam ruang keluarga Kang. Semua yang ada di ruangan itu bengong saling pandang mendapati tamu yang sepertinya tidak diundang. Tanpa merasa sedikit pun kalau kehadirannnya tidak terlalu diinginkan, gadis ini menghambur ramah menyapa setiap orang yang ada di dalam ruang tamu.
Hye Seon menoleh bingung melihat reaksi Sun Ah. Wanita itu tak memberikan reaksi apa pun padanya. Gadis itu sepertinya datang bersama Hyung Won, karena beberapa saat kemudian ia muncul di belakangnya.
"Bibi, bagaimana kabarmu?" tanyanya ramah sambil duduk manja di samping Bibi Kang. Ia mengeluarkan sebuah benda kecil, bros bunga warna perak. Hye Seon bergumam sendiri mendengar wanita itu memanggil bibi Kang dengan suaranya yang "kekanak-kanakan".
"Kau,tak perlu repot-repot seperti ini."
"Ah..apanya yang repot. Benda sekecil ini tak akan merepotkanku. Eonni, aku juga bawakan sesuatu untukmu.ini.."
Tangan wanita itu menjulurkan benda yang sama pada Sun Ah.Tak enak untuk menolak, Sun Ah menerimannya.
"Terima kasih," katanya singkat.
Hye Seon sedari tadi merunduk pada sulaman yang ia pegang. Ia sengaja tak mau ikut campur dengan urusan tamu ini.
"Hye Seon, ini..Jung Na Ra..ia ...ehm...pacar Hyung Won," Sun Ah memperkenalkan Hye Seon pada wanita yang ternyata adalah...kekasih Hyung Won. Kepala Hye Seon langsung tegak mengamati wanita itu dengan saksama. Ia cantik, tinggi dan bertubuh langsing seperti... wajahnya sekilas terlihat seperti seorang selebriti. Hye Seon cukup lama mengamati Na Ra. Wanita ini cantik sekali.
"Annyeong haseyo! "
"Annyeong haseyo!"
Keduanya saling memberi salam. Hye Seon tertegun sesaat. Dia sama sekali tidak berpikir kalau dia akan dikenalkan dengan pacar Hyung Won.
Bibi Kang bercerita panjang lebar mengenai siapa itu Hye Seon dan bagaimana ia bisa sampai tinggal bersama keluarga Kang. Ia sepertinya tidak ingin Na Ra khawatir karena ada seorang anak gadis yang sekarang tinggal di tengah-tengah keluarga Kang. Hyung Won sama sekali tak terlihat ada di ruang tamu. Ia langsung pergi ke atas, masuk kamar dan sampai cerita bibi selesai, ia belum juga turun.
Na Ra berkali-kali menganggukkan kepalanya tanda ia paham dengan posisi Hye Seon. Ia terus saja tersenyum ramah kepada Hye Seon.
"Wah, kau pasti sangat berbakat sekali karena bisa diterima di Kim Art College.Tidak semua orang bisa masuk ke kampus seni ini. Ada beberapa temanku yang gagal masuk ke sana karena dianggap tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan."
"Itu terdengar terlalu berlebihan. Aku hanya berusaha semampuku."
Dengan malu Hye Seon membalas pujian Na Ra.
"Hye Seon, Apakah kau sudah berkeliling kota Seoul?"
Hye Seon melihat ke arah Sun Ah dan bergantian ke arah bibi yang langsung terdiam dan saling pandang.
"ehm.. a..k..u.."
"Kau tak perlu malu, aku bisa mengantarmu kemana pun kau mau pergi. Ke Namsan, Bonpu, wonderland, ...eh.. kau pasti suka daerah Insadong. Di sana ada banyak sekali karya seni yang dipamerkan, Bagaimana, apa kau tertarik?"
" ehm..a...k..u"
"Oh. Dia sudah...sudah...berkeliling kota Seoul kemarin dengan,....denganku. Iya benar denganku. Hye Seon sangat menikmati pemandangan kota Seoul. Bukankah begitu Hye Seon?"
Kaki Sun Ah menginjak kaki Hye Seon seraya memberi tanda untuk mengiyakan pernyataannya. Hye Seon hampir saja berteriak kesakitan karenanya. Ia tersenyum lemas menyadari kebohongan yang sekarang ia sedang buat dengan Sun Ah.
Tanpa curiga sama sekali, Na Ra tersenyum lagi dan mengangguk paham. Hye Seon merasa bersalah telah berbohong pada gadis itu. Tapi ia juga sadar posisinya. Bagaimana jika Na Ra tahu ia pergi berkeliling kota Seoul dengan Hyung Won? kemungkinan besar, dia akan cemburu.
Hampir bersamaan dengan selesainya cerita bohong Sun Ah, Hyung Won tiba-tiba muncul di ruang tamu dengan pakaian rapi. Hye Seon terkesan sekali dengan badan tegapnya yang terbungkus celana jins, kaos dan kemeja kotak kotak lengan panjang. Laki laki itu memang menawan. Ketika bersandingan dengan Na Ra, mereka tak ada celanya sama sekali.
"Aku mau mengantar Na Ra pulang sebentar.Apakah kau sudah selesai?"
Na Ra beranjak dari tempat duduknya. Ia bergelayut manja di dekat Hyung Won. Hye Seon menjadi risih melihatnya.
"Aku sebenarnya ingin sekali berbincang lebih lama lagi dengan Hye Seon. Ia gadis yang menyenangkan. Kukira ia belum diajak keliling kota Seoul ternyata, Sun Ah Eonni sudah membawanya berkeliling. Seandainya belum, aku ingin mengajaknya pergi."
Hyung Won hanya bisa bengong mendengar kalimat Na Ra. Hye Seon pergi keliling kota Seoul dengan Sun Ah? Sejak kapan ada cerita seperti itu?
Seingatnya gadis itu pergi bersamanya seharian melihat tempat-tempat pariwisata di Seoul. Mata Hyung Won melirik ke arah Sun Ah yang sibuk meneruskan sulamannya.
"Nuna.." dalam Hati Hyung Won ingin bilang sesuatu. Hanya saja...tak ada kalimat ynag terlontar. Keluarganya sepertinya tahu bagaimana harus bereaksi atas pertanyaan Na Ra. Jung Na Ra tak mungkin harus tahu cerita yang sebenarnya....
" Ayo pergi,"ucapnya pada Na Ra dan langsung pergi keluar.
v
Pada kesempatan sarapan bersama pagi ini, Hye Seon melontarkan keinginannya untuk bekerja paruh waktu guna mendukung biaya hidupnya di kota Seoul. Ia sudah bilang pada orang tuanya di Gangneung dan mereka sama sekali tidak keberatan asal kerjaannya tidak mengganggu waktu kuliahnya. Lain dengan orang tua Hye Seon sendiri, bibi Kang terlihat kurang setuju dengan ide Hye Seon yang ingin bekerja sambil kuliah. Bibi beralasan bahwa bekerja dengan kuliah membutuhkan waktu dan tenaga ekstra.
"Kau nanti akan kerepotan jika harus bekerja," sanggah bibi dengan nada khawatir. Hye Seon merasa tidak enak mendengarnya.
"Aku dulu juga sering membantu ibu di toko kuenya. Aku biasa melakukannya setelah ikut kelas melukis di sore hari. Kalau hanya mengandalkan uang kiriman dari ayah sepertinya aku akan sangat kesulitan nantinya."
Semua yang ada di situ diam tak membalas argumen Hye Seon. Dalam hati mereka mengerti alasan Hye Seon ingin bekerja paruh waktu.
"Ibu, bukankah toko buku paman memerlukan seorang karyawan untuk membantu Kim Suk Ju hyung," Hyung Won memecah kebuntuan. Bibi Kang melihat ke arah anak laki lakinya kemudian tersenyum sumringah. Ia seperti mendapatkan sebuah ide.
"Hye Seon, kau bisa mencoba melamar ke toko buku adik iparku. Beberapa hari yang lalu ia mengeluh belum juga mendapatkan karyawan baru untuk toko bukunya. Sepertinya ia juga memerlukan karyawan paruh waktu. Kalau kau berminat nanti sore mungkin bisa kuatur supaya kau bisa bertemu orangnya. Bagaimana?"
Hye Seon tak tahu harus berkata apa selain banyak berterima kasih karena Bibi Kang sudah berbaik hati mencarikan pekerjaan untuknya. Ini jauh lebih baik dari yang ia rencanakan sebelumnya. Hye Seon menargetkan dirinya untuk bekerja dalam waktu kurang dari sebulan ia berada di Seoul. Jika ia bisa langsung diterima bukankah itu sangat jauh lebih baik. Ia tak harus menunggu uang kiriman dari orang tuannya untuk membeli barang-barang yang ia inginkan.
Hyung Won bersedia untuk mengantar Hye Seon pergi kuliah hari ini. Meski agak rikuh jika harus selalu merepotkan orang lain, Hye Seon tak bisa menolak ajakan Hyung Won jika bibi sudah memerintahkannya.
"Ayolah..naik ke mobil atau ibu akan marah padaku."
Begitu kalimat yang Hyung Won ucapkan jika Hye Seon maju mundur sebelum ia masuk ke dalam mobil.
v
Setelah kelas sejarah seni selesai, Kim So Hwan menyerahkan essai yang Hye Seon serahkan sehari setelahnya di ruangan kantornya. Kim So Hwan.. bukan Kim So Hwan seonsaengnim sedang duduk serius di kursi kerjanya. Ada setumpuk kertas tugas mahasiswa yang kelihatannya harus ia koreksi. Ia mempersilahkan Hye Seon masuk kemudian menyampaikan maksud memanggilnya. Mata Hye Seon bergerak liar memandang ke sekelilingnya. Ruangan So Hwan adalah ruang wakil kepala rektor. Tertulis nama Hwang Baek Young di plat nama yang ditaruh di atas meja besarnya.
"Kau ingin tahu siapa ia?'
"Apa maksud seonsaengnim? Sia...p...a?;" tanya Hye Seon terbata bata.
"Hwang Baek Young. Ia adalah orang yang seharusnya mengajari kalian mata kuliah sejarah seni. Hanya karena orangnya sedang ditugaskan rektor ke Paris, ia akan absen selama tiga bulan. Dalam kurun waktu itu saya yang akan menggantikan posisinya."
Hye Seon manggut saja mendengar penjelasan So Hwan mengenai keabsenan dosen sejarah seninya. Ia tak berani terus memandang So Hwan. Hye Seon merasa sangat beruntung karena bisa bertemu dengan beberapa mahluk menawan selama tiga hari di Seoul. Kim So Hwan,yang ada dihadapannya, dan yang pertama adalah Kang Hyung Won. Tak heran hampir semua mahasiswa khususnya perempuan selalu berbisik bisik membicarakan ..entah apa... ketika Kim So Hwan ini masuk kelas.
"Kau masuk kampus ini karena program beasiswa kan?"
"Iya. Selain saya ada juga teman saya yang bernama Park Ji Hoo."
"Oh..iya aku tahu. Anak aneh yang memiliki bakat luar biasa. Aku baru saja berbicara dengannya, bukannya membicarakan tentang dirinya ia justru lebih sering memujimu."
Hye Seon sedikit kaget mendengar penjelasan Kim So Hwan. Ji Hoo memang terlalu melebih lebihkan. Justru ia yang lebih berbakat dari Hye Seon. Ia yang selalu mendapat juara ketika SMA dulu.
"Ada yang unik dari essai yang kau buat. Kau bilang bahwa ketertarikanmu pada lukis karena ada seorang temanmu yang memberikanmu sebuah gambar. Mulai dari saat itu kamu ingin sekali bisa menggambar dan hal itu yang mengantarkanmu dalam dunia seni lukis. Kedengarannya ia bukan orang biasa. Aku tak akan menanyakan siapakah orang itu. Aku tahu di pasti memiliki posisi yang sangat spesial dalam hidupmu. Tujuanku meminta para mahasiswa untuk membuat essai sebenarnya adalah..aku ingin tahu motivasi seseorang dalam belajar. Jika orang itu memiliki motivasi yang tinggi, ia biasanya akan bersungguh sungguh."
Woo Bin seperti hadir kembali di tengah-tengah perbincangan Hye Seon dan So Hwan. Mata Hye Seon menjadi gamang dan dadanya membuncah mengingat kenangan masa kecilnya. Hingga sekarang pun tak ada yang tahu jika Woo Bin adalah orang pertama yang menginspirasinya untuk menjadi pelukis.
"Kenapa kau diam?apakah aku salah mengucapkan sesuatu?"
"Tidak..sama sekali tidak ada yang salah," potong Hye Seon cepat cepat menjelaskan. Ia malu sendiri karena sudah bersikap bodoh di depan So Hwan.
"Mahasiswa beasiswa di sini harus belajar lebih ekstra dibandingkan yang tidak. Apalagi untuk jurusan seni lukis yang menjadi keahlian utama kampus kita. Kalau kau sedikit ....santai maka...mungkin kau tidak akan bisa lulus dalam waktu dua tahun atau bahkan...dikeluarkan. Kami mengeluarkan uang beasiswa karena merasa bahwa kau memiliki potensi menjadi calon seniman besar negara ini. Jadi, jangan sia-siakan kepercayaan kampus."
Meski sudah mendapatkan peringatan yang sama dari pihak kampus, Hye Seon merasa kalau kalimat panjang yang diucapkan Kim So Hwan ini merupakan sebuah penegasan atau...bahkan bisa dikategorikan sebagai ancaman.
"Saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menjaga kepercayaan kampus."
"Baiklah kalau begitu, kau boleh meninggalkan ruangan ini."
Hye Seon beranjak dari tempat duduknya dan melangkah menuju pintu keluar. Belum sampai ia membuka pintu, ia mendengar So Hwan memanggilnya.
"Lee Hye Seon!" ucap lelaki itu sambil mengepalkan tangan kanannya ke atas. Hye Seon tak tahu harus bereaksi apa, ia lumayan kaget dengan sikap akrab dosen muda itu. Ia pun hanya tersenyum malu sambil sekali lagi berpamitan.