"Aku...aku memang sengaja datang ke sini untuk melihat lihat Insadong," kilah So Hwan mencari alasan lain. Hye Seon sama sekali tak merasa bertemu So Hwan di taman ini adalah hal yang sangat menyenangkan. Meski ia harus mengakui kalau dia memang sedikit sengaja mencari tahu siapa penulis memo itu.
"Benarkah? kalau begitu kau akan sangat rugi karena telah duduk di sini. Seharusnya kau menikmati Insadong, bukannya duduk di taman?"
" Oh..aku ...aku kecapaian jadi, aku du..duk di sini,"
So Hwan semakin tersenyum puas melihat Hye Seon yang mulai bersikap kikuk. Ia tak pandai berbohong.
" Ayo ikut aku!"
So Hwan berdiri kemudian berjalan meninggalkan Hye Seon. Merasa aneh dengan maksud lelaki itu, ia pun hanya diam di bangku. Hingga So Hwan menoleh, Hye Seon baru beranjak berdiri.
Berjalan dengan So Hwan untuk kali pertama membuat Hye Seon sedikit panik. Ia sungguh tak tahu apa maksud So Hwan mengajaknya ke tempat ini. Jika ada anak Kim Art College yang mengetahui keberadaannya bersama So Hwan di sini bisa celaka ia.
Mereka berdua kembali ke jalan ramai Insadong dan harus melewati para pejalan kaki lainnya yang berjubel. So Hwan berbelok ke arah anak jalan yang agak sempit kemudian balik lagi ke jalan yang lebih lebar. Di sini tempatnya tidak terlalu ramai. Hye Seon tak henti-hentinya menoleh ke sana-ke mari, melihat banyak sekali galeri seni yang dibangun di sepanjang jalan.
" Kita sudah sampai!"
So Hwan berhenti di depan sebuah galeri seni yang belum buka. Ada plank bertuliskan " Commoners Art Gallery" di samping bangunan ini.
Bangunannnya tidak terlalu besar namun sepertinya cukup nyaman. So Hwan membuka pintu galeri ini dengan kunci yang sepertinya ia sudah siapkan. Hye Seon berdiri di belakangnya dengan penuh curiga. Setelah pintu terbuka, mereka berdua pun masuk. Betapa kagetnya Hye Seon mendapati galeri ini ternyata dalamnya cukup luas. Banyak sekali lukisan yang tertempel di dinding.
" Galeri siapakah ini? Kenapa Seonsaengnim bisa masuk? Apakah kau bekerja di sini, seonsaengnim?"
tanya Hye Seon bertubi tubi pada So Hwan.
" Ya aku bekerja di sini. Ini adalah galeri ku."
Hye Seon melongo kaget tak menyangka So Hwan memiliki galeri seni yang sangat indah.
" Benarkah!!!!" kedua mata Hye Seon membelalak lebar.
"Kau tak perlu bersikap seperti itu. Galeri ini memang milikku tapi bukan karya-karyaku yang kupamerkan di sini."
" maksudnya?"
"Alasan aku membuat galeri ini adalah ..aku hanya ingin memberikan kesempatan pada setiap orang yang ingin berkarya untuk memamerkan hasil karyanya. Memamerkan hasil karya seni kita di sebuah galeri itu tidak mudah dan butuh biaya banyak. Dengan alasan itu maka aku ingin sekali memberikan kesempatan pada seniman yang tidak memiliki akses untuk memamerkan karya mereka kepada publik."
Hye Seon benar-benar tertegun mendengar penjelasan So Hwan. Ia sama sekali tak menyangka.
"Lihatlah!!!" So Hwan mengadakan tur kecil di galerinya. Tidak seperti galeri pada umumnya, galeri So Hwan ini ditata dengan cara yang sangat unik. Lukisan-lukisannya tidak hanya ditempel di dinding tapi juga ada yang digantung dan disusun secara zig zag.Di belakang ada sebuah ruangan yang sangat unik, oval room,namanya. Ruangannya berbentuk melengkung dan ada sebuah papan besar tertutup kain putih di tengahnya.
So Hwan menarik kain putih dan muncullah sebuah gambar lukisan besar dengan ukuran sekitar 2 x 1,5 meter. Seorang wanita dengan balutan hanbok tersenyum sayu. Hye Seon tidak bisa berkata apa-apa selain tenganga kagum.
"Ini adalah Lukisan terbesar yang kita punya, karya dari Yun San Gun. Dia adalah seniman yang luar biasa. Dia bukanlah pelukis professional tapi tak perlu menjadi pelukis dengan bayaran tinggi untuk bisa menghasilkan karya sehebat ini. Dia mahasiswa Kim yang keluar karena ..masalah yang ia buat sendiri. Ia terpaksa menikah muda setelah ketahuan pacarnya hamil lima bulan. Hari senin nanti lukisannya akan secara resmi dipamerkan."
"Benarkah? wow, ini semua sangat...seonsaengnim terima kasih telah menunjukkan semua ini padaku.Apakah ini alasanmu mengundangku kemari?" Hye Seon berkaca-kaca mengungkapkan perasaannya. So Hwan tersenyum saja melihat reaksi Hye Seon yang sudah berlebihan.
"Kau bisa bilang begitu. Karena kau sudah datang ke Insadong, sangat rugi sekali jika hanya berdiri di sini. Banyak tempat menarik yang bisa dikunjungi. Ayo kita keluar."
So Hwan mengajak Hye Seon keluar untuk berkeliling lagi mengitari Insadong yang semakin ramai. Ada pertunjukan seni tradisional korea yang dipertunjukkan secara gratis di jalan utama. Hye Seon bersama dengan penonton yang lain bertepuk tangan ketika melihat sang seniman dengan lincahnya memainkan pedangnya layaknya prajurit jaman kerajaan.
So Hwan benar-benar mengerti kawasan ini, ia bisa menunjukkan tempat-tempat istimewa yang lagi lagi membuat Hye Seon berdecak kagum. Galeri-galeri seni menarik yang pada umumnya menjual berbagai macam kerajinan tradisional seperti topeng, keramik, patung patung kayu kecil, lukisan dan lainnya tak pernah sepi dari pengunjung. Ketika melewati sebuah kios yang menjajakan pernak pernik aksesories Hye Seon berhenti. Ia melihat gantungan kunci dan Hp serta boneka boneka tradisional korea dalam busana hanbok. So Hwan yang melihatnya berhenti dan menghampiri si penjaga toko..
" Ahjussi, berapa harga gantungan kunci ini?"
" Ah..itu 3ooo won "
"Aku ambil dua." So Hwan mengambil dua gantungan kunci yang terbuat dari ukiran kayu kemudian membayarnya.
"Sekalian juga dengan boneka itu," tunjuk So Hwan pada boneka mirip barbie korea dalam balutan hanbok. Sang pedagang dengan sigap mengambil barang-barang yang ditunjuk So Hwan kemudian membungkus dan memasukkannya ke dalam kantong. Setelah membayar, So Hwan memberikan kantong itu pada Hye Seon.
"Ini untukmu."
Hye Seon tak menduga So Hwan membelikannya sovenir. Karena ia merasa sungkan, ia tak langsung menerimanya.
"Anggap saja sebagai ucapan terima kasihku karena kau sudah datang ke sini. Sekalian kau dapat oleh-oleh dari Insadong."
"Seonsaengnim..tapi," Tak ada kata lain yang Hye Seon bisa lontarkan selain terima kasih.So Hwan terlalu aneh hari ini.Dia bukan lagi terlihat seperti dosen di kampus yang tak terjamah oleh keramahan mahasiswa tapi lebih pada pemuda berusia dua puluh tahunan yang mungkin sedang mencoba akrab dengannya.
v
Tak terasa sudah lima bulan Hye Seon berada di Seoul. Selama ini, ia berjuang menahan kerinduannya pada semua orang dan hal di Gangneung. Setiap seminggu sekali tak lupa ia menelepon orang tuanya dan sahabatnya, So Jung,untuk mengetahui keadaan mereka.Terutama Hye Bin. Hye Seon sebenarnya agak khawatir dengan kondisi adiknya ini. Kanker tulang yang diderita Hye Bin sepertinya bertambah parah. Ia sekarang benar-benar tidak bisa berpindah tanpa kursi roda.
Ibunya kadang suka menangis di telepon jika membicarakan Hye Bin. Namun justru Hye Bin berbicara pada Hye seon seolah ia baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ia terus saja menceritakan tentang naskah ceritanya yang sudah selesai ia tulis dan berencana untuk membawanya ke penerbit. Sama sekali tak pernah Hye Seon mendengar gadis berusia empat belas tahun itu mengeluh tentang penyakitnya.
"Eonni, tak perlu khawatir tentang keadaanku. Aku baik-baik saja. Eonni harus belajar yang rajin di sana supaya cita cita eonni untuk menjadi pelukis bisa berhasil. Buatlah kami menjadi bangga."
Kalimat itulah yang sering kali Hye Seon dengar dari adiknya. Adik kecil tapi dengan jiwa yang mungkin lebih besar dari dirinya.
Keluarga Kang semakin hari terasa seperti keluarganya sendiri. Sun Ah sudah menganggapnya seperti adik. Wanita itu sering juga menginap di tempat Hye Seon dan menghabiskan waktu berdua berbagi cerita pribadinya. Paman dan bibi Kang juga tak ada bedanya, memperlakukan dia seperti anak kandung. Sedang untuk Hyung Won, Hye Seon masih susah sekali berbicara tidak formal dengan pemuda itu. Hyung Won ssi..masih ada kata ssi yang ia gunakan untuk memanggil namanya.
Pagi ini,sama seperti hari hari biasanya, Hye Seon bangun pagi kemudian merapikan rumahnya. Setelah itu, Ia jogging mengitari komplek perumahan sebelum berangkat kuliah. Ada danau buatan kecil yang cukup indah di ujung perumahan. Karena letaknya yang tidak jauh dari taman, banyak juga orang yang mengitari danau itu di pagi hari sekedar untuk mencari inspirasi atau ketenangan.Ada satu orang yang Hye Seon temui hampir setiap hari di sana. Seorang nenek tua yang walaupun badannya sudah keriput, masih aktif berjalan kecil di sekitar taman. Ia ramah sekali terhadap Hye Seon. Bahkan ia sering mengajak Hye Seon bercerita tentang dirinya. Usianya sekitar tujuh puluh tahunan. Ia tinggal dengan cucunya. Anak satu satunya telah meninggal dalam musibah kebakaran rumah. Anak nenek itu meninggal ketika menyelamatkan dirinya dari amukan si jago merah.
Setelah jogging, biasanya Hye Seon baru mempersiapkan dirinya untuk pergi kuliah. Jogging yang Hye Seon sering lakukan membuat ia selalu merasa segar sehingga ia bisa mengikuti kegiatan kuliah dan bekerja dengan baik.
Setelah sampai di kampus, ia langsung mengikuti kelas pertamanya.Teori tentang berbagai macam hal yang harus diketahui oleh seseorang yang berkecimpung dalam dunia seni rupa. Ia berusaha mengikuti kelas demi kelas dengan baik dan serajin mungkin mencatat setiap hal yang ia tidak mengerti kemudian mencari jawabannya di perpustakaan. Perpustakaan Kim Art college terisi penuh dengan segala hal yang berhubungan dengan seni,yaitu seni rupa, seni musik dan seni teater. Ini karena ketiga jurusan itulah yang dikelola oleh kampus ini.
...…..
Sebulan lagi akan diadakan perayaan hari jadi kampus yang ketiga puluh. Semua orang sepertinya sangat sibuk mempersiapkan hari besar ini terutama panitia acara. Kim Art College pada awalnya adalah sebuah bengkel seni yang didirikan oleh Kim Dong Jun yang tidak lain adalah kakek Kim So Hwan. Bengkel seni ini didirikan untuk memfasilitasi teman-temannya yang berbakat dalam bidang seni lukis namun tidak memiliki sarana yang memadai untuk mengembangkan bakat mereka.Tempat ini kemudian berkembang menjadi sebuah sanggar seni yang menampung lebih banyak seniman dan pada tahun 1980 resmi diubah menjadi sebuah sekolah seni yang lambat laun berubah menjadi sebuah akademi seni dan pada akhirnya menjadi college seperti sekarang.
Sepanjang berdirinya kampus ini, sudah banyak prestasi membanggakan yang berhasilkan ditorehkan para lulusannya.Kampus ini pun berhasil menjadi salah satu kampus seni terbaik di Korea. Hye Seon sebenarnya memiliki ambisi tersendiri yang ingin ia buktikan pada orang-orang yang telah memberikan kepercayaan padanya. Ia ingin menorehkan namanya dalam jajaran para pelukis di Hall of Fame. Jika ia bisa berhasil melakukannya maka kesempatan bagi dia untuk mengadakan pameran di sebuah galeri seni pun bisa terwujud.Pasti sangat menyenangkan sekali jika hal itu bisa terjadi.
" Lee Hye Seon,!"
Hye Seon menoleh mencari asal suara yang memanggil namanya.Ji Hoo tiba-tiba ada dibelakangnya,seperti biasa dengan kaca mata tebal khasnya.
" Ada apa , Park Ji Hoo?"
" Ini..lihatlah!"
Ji Hoo menyodorkan sebuah pamflet berwarna biru cerah kepada Hye Seon. Gadis itu melihatnya dan langsung tertegun balik melihat ke arah Ji Hoo.
"Benarkah ada lomba seperti ini?"
"Kenapa? Apakah kau sangat tertarik untuk mengikutinya?"
"Bagaimana denganmu?" balas Hye Seon bertanya.
Ji Hoo manggut manggut sebentar kemudian tersenyum sinis pada Hye Seon.
"Bagaimana menurutmu kalau aku tidak ikut?"
"Apa? Itu sangat tidak mungkin.Bukankah kita sangat ingin menyematkan nama kita di "Hall of Fame". Kesempatan sebaik ini tidak boleh disia-siakan begitu saja."
Ji Hoo tak bereaksi untuk menanggapi argumen Hye Seon. Ia berjalan lesu ke sebuah bangku taman di bawah pohon Ginko yang tertanam kokoh di pinggir taman kampus. Sesekali ia menghembuskan nafas berat. Seolah ada sesuatu yang ia tahan dalam dadanya. Hye Seon ragu untuk mendekatinya. Ia tak berani langsung menanyakan apa yang sedang Ji Hoo alami.
" Hye Seon ..Apakah kau sangat ingin menjadi pelukis?"
Hye Seon melihat tajam kearah wajah Ji Hoo. Kenapa ia tiba tiba menanyakan pertanyaan konyol seperti ini?
"Apa maksudmu?"
"Apakah kau sungguh ingin menjadi pelukis?Apakah keinginan itu begitu kuat dalam hatimu?"
" Park Ji Hoo? Kalau tidak, aku tidak mungkin ada disini!!!!"
"Maaf, aku hanya ingin memastikan kalau kamu masih memiliki semangat yang aku sudah tidak miliki. Entahlah, setelah beberapa bulan ada di sini aku merasa ini bukanlah tempat yang cocok bagiku."
"Park Ji Hoo?" Firasat Hye Seon mengatakan bahwa Ji Hoo tidaklah sedang dalam keadaannya yang wajar saat ini.
"Aku ingin menjadi seorang pelukis karena ayahku yang menginginkannya. Ia pernah berjanji pada kakek untuk meneruskan keahlian keluarga kami yaitu melukis. Aku tidak kuasa untuk menolaknya. Aku takut mengecewakannya.Aku..."
"tapi bukankah kau adalah seorang pelukis yang hebat. Kau tidak perlu bersusah payah untuk mengusai sebuah tehnik melukis. Kau punya bakat tanpa harus bekerja keras untuk mempelajarinya. Kau lebih dalam segala hal dari para pelukis kebanyakan, Ji Hoo."
"karena itulah aku tidak suka..." Suara Ji Hoo meninggi.
"Aku ingin seperti yang lainnya, mengalami kesulitan dalam mempelajari sesuatu, bersusah payah untuk mendapatkan sesuatu. Aku ingin merasakannya. Hidupku terlalu datar Hye Seon. Aku tidak pernah mendapatkan hal yang membuat aku merasa kesulitan.Aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan.Aku tidak pernah tahu hidup itu seperti apa...Aku...hanya ingin menjadi seperti manusia kebanyakan..aku tidak ingin dianggap istimewa."
Semua hal yang sepertinya Ji Hoo simpan dalam dalam tertumpah semuanya dihadapan Hye Seon.
Gadis ini tak menyangka sama sekali kalau Ji Hoo ternyata mengalami penderitaan seperti itu.Orang yang aneh, merasa menderita karena selalu berkecukupan mendapatkan sesuatu.
" Ji.....Hoo, bukankah itu seharusnya hal yang harus kau syukuri bukan kau keluhkan?"
Nafas Ji Hoo masih naik turun. Mukanya memerah. Ia berusaha keras mengembalikan emosinya pada kondisi semula.
"Aku ingin mencoba sesuatu yang baru Hye Seon. Aku tidak ingin mengikuti lomba ini.Kau tidak usah cemas. Banyak sekali mahasiswa yang berbakat di kampus ini yang harus kau waspadai. Kampus ini tidak seperti sekolah SMA kita dulu. Aku akan mendukungmu."
" Apa yang akan kau lakukan?"
"Banyak hal yang bisa aku lakukan. Aku akan belajar lebih banyak lagi pada So Hwan hyung. Dia adalah orang yang hebat. Aku bisa belajar banyak hal darinya. Aku sekarang bekerja paruh waktu di galeri "commoners" di Insadong. Sesekali pergilah ke sana. Kau pasti sangat menyukainya. Hyung membuat seni menjadi sebuah bentuk pengabdiannya pada masyarakat."
"Aku...Jug..," Hye Seon menghentikan kata katanya.Ia bermaksud hendak bilang pada Ji Hoo kalau ia juga pernah ke sana.Ia tak mau Ji Hoo nanti salah paham pada dirinya.
" Apa ada sesuatu yang ingin kau katakan?"
" tidak..ya nanti kalau ada waktu,aku akan berkunjung ke sana bersama Yu Mi."
"Baiklah kalau begitu. Aku pamit dulu.Oh iya,kalau kau memang berniat untuk ikut lomba ini.Daftarkan saja dirimu dikantor sekretariat panitia perayaan.Aku pergi dulu."
Ji Hoo berjalan cepat meninggalkan Hye Seon sendiri ditaman.Cukup lama Hye Seon melihat Ji Hoo sampai cowok itu hilang dari pandangannya.Tak pernah terpikirkan olehnya,Ji Hoo ternyata mengalami pergolakan jiwa selama ini.Siapa pula yang bisa menduganya.Di balik penampilannya yang aneh dan lugu, ternyata ia memiliki masalah yang cukup dilematis."penderitaan" yang dimaksud Ji Hoo agaknya cocok sekali dengan kondisi Hye Seon.Mulai dari perjuangannya untuk mendapatkan beasiswa divkampus ini sampai upaya dia meyakinkan ibunya bahwa ia tidak salah mengambil pilihan hidup. Semua membuat Hye Seon merasa sangat menderita.Ternyata ada juga orang yang menginginkan penderitaan semacam ini.Lain kali ia harus banyak bersyukur.
"fighting!!!" teriaknya pelan sambil berlari kecil kearah kampus.Ia ingin cepat cepat mendaftarkan dirinya dalam kompetensi lukis tahunan ini.Hadiahnya...sangat lumayan.Selain bisa berkesempatan untuk menorehkan namanya di "Hall of Fame",pemenang juga berhak mendapatkan hadiah uang tunai sebesar 3 juta won.Angka yang cukup fantastis bagi Hye Seon.Dan ada lagi satu hadiah kejutan yang tidak dituliskan secara gamblang di pamflet.Di situ hanya tertulis,"hadiah kejutan bagi sang pemenang,".Apapun itu Hye Seon tak perlu merisaukannya karena kedua hadiah sebelumnya sudah sangat memuaskan.Tak banyak mahasiswa yang terlihat dikantor pendaftaran.Hye Seon pun bisa langsung mendaftar dan menyelesaikan administrasi pendaftaran dalam waktu sekitar sepuluh menit. Lomba akan di adakan dua minggu mendatang.Berarti masih ada cukup waktu untuk mempersiapkan semuanya.Tema yang diangkat adalah "sincerity (keikhlasan)". setiap peserta bisa melukis dengan gaya apapun asal sesuai dengan tema.Hye Seon mulai berpikir object yang ia gambar untuk menyesuaikan dengan temanya.