Chereads / Cinta Segi Empat / Chapter 21 - Perayaan 30 Tahun Kim Art College

Chapter 21 - Perayaan 30 Tahun Kim Art College

Hari ini adalah hari yang sangat istimewa. Hasil lomba lukis akan diumumkan bersamaan dengan perayaan ulang tahun kampus yang ketiga puluh. Hye Seon sejak tadi pagi sudah gugup tidak karuan. Ia benar-benar cemas menantikan apakah ia bisa menjadi juara atau tidak.

"Ayah, Ibu, Hye Bin, bisakah kalian mendoakanku agar jantungku berdetak normal. Aku sangat gugup sekali. Seandainya kalian ada di sini aku pasti bisa lebih tenang," ucapnya berkali-kali pada telepon genggam yang sudah ia pegang sejak pagi.

Suara Tuan Lee seperti biasa terdengar dalam dan bijak. Ia menasehati Hye Seon untuk tidak terlalu menghawatirkan hasilnya. Asal ia sudah berusaha sebaik mungkin maka hasilnya pun akan sesuai dengan yang ia harapkan.

"Terima kasih..."

Hye Seon menyeka air matanya. Ayahnya memang benar, ia seharusnya tak perlu merisaukan sesuatu, kalah dan menang seharusnya bukan menjadi masalah besar. Walau Hye Seon sangat ingin sekali memasukkan namanya di "Hall of Fame" bukan berarti dia harus mencemaskan semuanya. Kecemasan hanya akan membawa kemalangan.

Hye Seon bangkit dari tempat duduknya kemudian keluar ketika bus sudah berhenti tepat di depan halte kampus. Halaman kampus Kim Art College ramai dengan umbul-umbul dan spanduk peringatan hari jadi kampus. Karangan bunga bertuliskan ucapan selamat memenuhi halaman dan lobi kampus. Ada beberapa nama yang Hye Seon kurang kenal. Namun satu dua karangan bunga dikirim oleh orang orang hebat yang sering muncul di TV. Salah satu karangan bunga yang paling menonjol adalah kiriman dari menteri keseniaan dan budaya Korea. Pemilik kampus ini bukanlah orang sembarangan. Nama besarnya sudah diakui oleh masyarakat luas.

Hye Seon berjalan cepat ke lantai dua di mana acara dilangsungkan. Semua mahasiswa yang datang dari berbagai jurusan berkumpul jadi satu di aula utama. Ini pasti akan menjadi sesuatu yang luar biasa karena baru kali ini Hye Seon melihat betapa megahnya Kim Art College.

Di depan Hye Seon, seorang laki-laki yang ia kenali sebagai peserta lomba lukis yang duduk di sampingnya waktu itu, Jung ..Jung Seung Wo, berjalan mendahuluinya. Sebelum masuk ke dalam aula yang sudah ramai, ia menoleh dan melemparkan senyum pada Hye Seon. Gadis itu membalas dengan sebuah anggukan. Saking banyaknya orang yang ada di dalam aula ini, Hye Seon kesulitan menemukan bangku kosong. Untung Yu Mi dan Ji Hoo muncul pada saat yang tepat. Ia pun bisa mendapat tempat duduk dengan posisi yang bagus. Di tengah tengah, tidak terlalu kekanan atau kekiri dan dari posisi sebagus ini ia bisa melihat panggung utama tanpa terhalang oleh satu benda apapun.

Di barisan paling depan, beberapa tamu undangan penting sudah duduk sambil mengobrol menunggu acara dimulai. Panggung utama pertunjukan ditata dengan set yang sangat megah sekali. Jauh lebih megah dari pada panggung untuk perayaan kelulusan SMA-nya.Tepat di tengah-tengah panggung, ada tulisan besar yang berbunyi, peringatan hari berdirinya Kim Art College yang ketiga puluh. Mahasiswa dari setiap jurusan akan memamerkan karya mereka. Acaranya pasti akan sangat meriah.Tepat jam sepuluh, acara dimulai. Dua MC, yang Hye Seon tidak kenal, memandu acara.

"Mereka adalah calon artis..maksudku..keduanya adalah mahasiswa teater dan bersiap untuk melakukan debut di sebuah drama dua bulan lagi."

Hye Seon dan Ji Hoo menoleh kearah Yu Mi dengan rasa ingin tahu. "Bagaimana kau bisa tahu?"

"Internet. Kalau kau pernah membuka website kampus, profil mereka muncul di halaman utama! Gambarnya juga ada di Instagram!"

Ji Hoo mengangguk saja mendengarnya. Perhatian mereka kini tertuju pada panggung utama. Kedua pembawa acara calon artis itu sudah membuka acara. Sama seperti dengan acara-acara resmi pada umumnya, susunan acara terdengar sangat monoton. Mulai dari sambutan sambutan pihak kampus dan tamu undangan yang hadir, pentas seni, renungan dan yang terakhir adalah pengumuman pemenang lomba yang diadakan sebulan terakhir untuk peringatan acara tahunan ini.

Bapak wakil dari menteri kesenian memberikan ucapan selamat pada Kim Art College yang sudah bertahan selama tiga puluh tahun ini dan ikut mengembangkan seni di Korea dengan mencetak lulusan lulusannya yang handal. Sebagai perwakilan dari pihak kampus, Ko Ja Kyung, wakil rektor menyampaikan rasa terima kasih dan harapannya pada kampus ini. Ia bertekad untuk membuat Kim Art College menjadi kampus yang bisa menjadi harapan untuk seniman-seniman Korea di seluruh penjuru negeri.

Pertunjukan seni diisi dengan pemutaran film dokumenter hasil karya anak perfilman yang berhasil memenangkan lomba film dokumenter tingkat Asia. Filmnya memang sangat bagus. Sang sutradara dan penulis naskah mengangkat perjuangan kaum minoritas imigran dari Asia Selatan yang tinggal di Korea. Perbedaan budaya dan lingkungan membuat mereka kesulitan beradaptasi dan acap kali juga berbenturan dengan adat budaya lokal.

Hal lain yang mengagumkan adalah mahasiswa dari fakultas musik membuat panggung pertunjukan itu menjadi sebuah panggung orkestra klasik dengan cita rasa internasional. Bagaimana tidak? hampir seratus musisi ikut ambil bagian dari konser megah ini. Pak wakil menteri pun tak henti-hentinya memberikan tepuk tangan karena begitu terkesan. Suasananya tak seperti di Korea, melainkan seperti di opera hall di Itali atau Perancis.

"Hye Seon, aku ingat sesuatu."

Samar-samar Hye Seon masih bisa mendengar suara Ji Hoo di tengah riuhnya gedung aula ini.

"Apa?"

"Ketika kau maju ke depan untuk menerima gelar duta persahabatan sekolah dengan Yoon Woo Bin. Aku kira waktu itu kalian akan bersama. Woo Bin justru pergi ke Amerika dan kau di sini bersamaku."

Hye Seon memandang lekat ke arah Ji Hoo. Ia seperti dibangunkan dari mimpi panjangnnya. Sudah beberapa bulan ini ia hampir lupa, dengan nama Woo Bin, namun ketika nama itu disebut, seperti mencabut akar sebuah pohon, semuanya seketika muncul jelas dalam benaknya. Ekspresi wajah Won Bin, ketika ia memberanikan diri mengungkapkan perasaannya, bagaimana ia diam seribu kata tak memberi jawaban pada Hye Son, muncul secara acak dalam pikirannya sekarang. Jantungnya pun mulai berdetak tidak teratur dan itu sangat membuatnya tidak nyaman.

"Apakah kau baik-baik saja?" Ji Hoo mulai khawatir melihat Hye Seon yang berubah menjadi murung.

"Heh? Iya...Aku ..aku baik-baik saja," ucap Hye Seon sambil mengatur emosinya kembali.

"Lihat..!" Yu Mi menunjuk ke arah tengah panggung. Besamaan dengan itu, hampir sebagian besar mahasiswi berteriak keras.

"Oppa..oppa..!!"

Sekelompok mahasiswi di belakang Hye Seon tampak histeris. Hal ini menyadarkan Hye Seon untuk memperhatikan siapa yang ada di atas panggung. Kim So Hwan masuk dengan senyum ramah kemudian duduk di depan piano besar. Jari-jari lentiknya mulai memainkan nada-nada lembut piano. Semua hadirin pun seketika menjadi terkesima menyaksikan musik indah yang dimainkan Kim So Hwan. Tak disangka selain memiliki bakat yang luar biasa dalam hal seni lukis, So Hwan ternyata juga bisa memainkan alat musik.

Pertunjukan recital pianonya selama lima belas menit berhasil menyihir semua orang yang ada di aula ini. Para penonton benar-benar terhanyut dalam melodi dentingan piano So Hwan. Tepuk tangan riuh tanpa henti mengakhiri konser mini lelaki ini. Pembawa acara sampai harus menenangkan beberapa penonton yang tidak mau berhenti bertepuk tangan. Mereka memang agak sedikit berlebihan.

"Terima kasih. Sekarang saat yang pastinya sudah ditunggu oleh semua peseta lomba yang diadakan sebulan terakhir ini di Kim Art colege. Yaitu pengumuman pemenang. Yang pertama kita mulai dari film..."

"Film dokumenter terbaik diraih oleh...Park Jun Hee dan Choi Jae Bun..mereka terpilih karena film yang mereka beri judul "Dongsaeng (saudara)" berhasil mengesankan para dewan juri...silahkan maju ke depan ..Park Ju Hee dan Choi Jae Bun..."

Tepuk tangan membahana mengiringi langkah kedua mahasiswa perfilman itu naik ke atas panggung. Mereka tampak gembira dan mungkin juga agak tegang berada dalam kondisi seperti ini. Hye Seon mulai cemas. Ia membayangkan seandainya ia yang terpilih, apakah ia bisa maju ke depan. Yu Mi yang juga ikut kontes melukis nampaknya mengalami masalah yang sama. Ia sedari tadi diam saja, sambil komat-kamit mengucapkan doa. Setelah itu satu persatu pemenang lomba dari berbagai kategori maju ke depan panggung.

"Pengumuman pemenang lomba lukis dengan tema "sincerity." Untuk lomba seni lukis yang akan menyerahkan piagam dan piala adalah guru besar kita Tuan Kim Dong Jun. Ini dilakukan karena sebagaimana kita tahu Kim Art College pada awalnya adalah kampus seni rupa dan master Kim Dong Jun adalah sosok di balik nama besar Kim Art College. Baiklah saya tidak perlu berlama lama lagi. Runner up lomba lukis dengan tema sincerity jatuh pada...Jung Seung Wo."

Semua penonton mengamati sekitarnya mencari tahu siapa itu Jung Seung Wo. Dari arah belakang panggung Laki laki tinggi jangkung dengan kemeja kotak-kotak berjalan tenang menuju arah panggung. Ia tak tampak tersenyum dan beramah-tamah dengan orang yang menyalaminya. Ekspresinya dingin. Setelah sampai di panggung ia berdiri di samping pembawa acara menunggu juara satu.

"Dan inilah pemenang lomba lukis kita tahun ini. Lukisannya yang sederhana namun berkarakter kuat membuat ia terpilih menjadi juara lukis Kim Art College. Pemenang tahun ini akan tercantum dalam daftar pelukis kebanggaan kita di "Hall of Fame", mendapat piagam, piala dan juga uang tunai sebesar tiga juta Won. Dan masih ada lagi, dia juga berkesempatan memamerkan hasil karya lukisnya di gallery "Commoners" milik Kim So Hwan."

Semua yang merasa menjadi kontestan lomba lukis terbengong tak percaya. Inikah yang dimaksud hadiah kejutan yang ditulis di pamflet waktu itu. Jantung Hye Seon berdetak semakin kencang.Tangannya bergetar dan mulai berkeringat karena cemas.

"Juara pertama lomba lukis tahun ini adalah Lee....Hye Seon..mari beri sambutan yang meriah pada mahasiswa semester pertama yang sangat berbakat Lee Hye Seon."

Butuh waktu beberapa detik bagi Hye Seon untuk mempercayai apa yang baru saja ia dengar. Yu Mi begitu girang walaupun kalah. Ia tak henti-hentinya memberi selamat pada Hye Seon begitu juga dengan Ji Hoo. Mahasiswa yang berada di sekeliiling mereka pun melakukan hal yang sama. "Ayo ..majulah naik ke atas panggung,"teriak Yu Mi girang.

Dengan kaki gemetar seakan tidak menginjak bumi, Hye Seon pun turun ke bawah menuju panggung utama. Suara gemuruh tepukan penonton terdengar seperti dengungan lebah. Tak jelas apakah ini mimpi atau nyata. Ia berdiri di samping Jung Seung Wo. Master Kim dibantu So Hwan menyerahkan piala dan piagam pada pemenanng. Hye Seon berkaca kaca menyaksikan ribuan orang di depannya masih bertepuk tangan memberikan selamat pada dirinya.

"Lee Hye Seon ssi.." So Hwan memanggil Hye Seon yang sepertinya belum fokus pada keadaanya sekarang. Ia hampir tidak sadar kalau akan menerima hadiah. Ketika ia menoleh melihat sosok pendiri kampus ini hampir saja Hye Seon berteriak kaget. Tuan Kim Dong Jun adalah kakek pelukis yang ia temui di pasar malam di Gangneung sekitar satu tahun yang lalu! Kenapa ia ada disini ? Hye Seon semakin bingung.

"Kakek?" Hye Seon ingin memastikan bahwa dugaannya benar.

Kakek Kim Dong Jun melihat Hye Seon dan langsung tersenyum. Dari reaksinya ia pasti masih ingat wajah Hye Seon. Ia menyerahkan pialanya dan tersenyum lebar.

"Kau sepertinya sudah menjalani mimpimu."

Hye Seon meneteskan air mata bahagia. Orang yang memberikannya lukisan kaligrapi karakter China 'Ai' yang ia cari malam itu sekarang ada di sini. Bukan sebagai kakek tua yang menawarkan jasa lukis tapi sebagai orang penting pemilik kampus Kim Art College yang prestijius. Kim So Hwan terkejut melihat kakeknya kenal dengan Lee Hye Seon. Tepuk tangan masih membahana. Hari ini adalah hari paling mengagumkan bagi gadis Gangneung ini. Inilah kali pertama ia mendapatkan pengakuan sebagai pelukis di hadapan orang sebanyak ini. Hatinya juga penuh dengan rasa senang bisa berjumpa lagi dengan orang yang telah mengubah hidupnya..kakek Kim Dong Jun!

......

"Jadi kau bertemu dengan kakek di Gangneung?"

Setelah pertemuan yang tak terduga dengan kakek Kim, Hye Seon secara khusus diundang oleh kakek makan malam di sebuah restoran tak jauh dari kampus. Mereka bernostalgia membicarakan apa yang sebenarnya terjadi waktu itu. So Hwan yang mendapati kakeknya tiba-tiba karab dengan Lee Hye Seon penasaran bagaimana mereka bisa bertemu.

"Waktu itu aku dan temanku sedang menikmati malam minggu di pasar malam. Ada seorang kakek tua yang menawarkan jasa lukis di sebuah kios sederhana di pojok pasar. Aku tahu kalau ia sebenarnya bukan pelukis asal-asalan. Dia melukis seperti orang yang telah melukis sepanjang hidupnya. Dengan sekali goresan, gambarnya sudah tampak hidup. Kemudian kami berkenalan. Kakek mengajariku mengarsir lukisan dengan grafit. Hasilnya sangat bagus sekali. Ia juga memberikanku kaligrafi karakter cina "Ai" yang berarti Cinta. Kakek bilang semoga hidupku selalu dipenuhi oleh cinta. Seminggu setelahnya aku mencoba untuk menemuinya lagi tapi dia sudah pergi. Salah satu pedagang di sana bilang ia pulang ke Seoul," terang Hye Seon ketika So Hwan mengantarkannya kerumah.

"Seonsaengnim..kalau boleh tahu apa sebenarnya yang terjadi?"

So Hwan butuh waktu untuk menjawab pertanyaan Hye Seon. Ia ragu apakah ia harus menceritakan masalah keluarganya pada gadis itu. Berkali-kali ia mengambil nafas untuk mempersiapkan kalimatnya.

"Oh...hari itu tanggal lima belas Desember, ayah meninggal. Kakek muncul di hadapanku lagi setelah tujuh tahun meninggalkan rumah. Kami sudah mencarinya ke mana-mana tapi tidak berhasil. Ia pulang untuk menemui putranya yang meninggal. Itulah kenapa kamu tidak bertemu dengan dia."

Kali ini pertanyaan yang menginggapi hati Hye Seon selama berbulan-bulan terjawab sudah. Kakek itu menghilang untuk kembali pada keluarganya.

"Lee Hye Seon. Kamu memiliki waktu kurang dari dua minggu untuk membuat empat jenis lukisan." So Hwan mengganti topik pembicaraan ke hal pameran Lee Hye Seon di galerinya.

"Apa? Kurang dari dua minggu," mata Hye Seon melebar kaget.

"Iya..aku tidak akan memberikan tema untuk lukisanmu jadi kau bebas menentukannya. Mulai sekarang persiapkanlah segalanya dengan baik. Aku tahu ini adalah pengalaman pertamamu. Kau tidak usah panik. Jika ada yang ingin kau tanyakan, tanyakan saja padaku."

"Untuk sementara, tidak ada yang ingin saya tanyakan seonsaengnim."

Mobil BMW hitam yang mereka tumpangi berbelok ke arah kanan masuk ke jalan komplek perumahan. Setelah sampai di depan rumah berpagar kayu putih dengan pohon ginko besar di sampingnya, Hye Seon meminta So Hwan untuk menghentikan mobilnya.Tak lupa ia mengucapkan terima kasih karena So Hwan sudah mengantarnya sampai kerumah.

"Kau tinggal disini?"

"Ya, aku tinggal disini.."

"ohh...bolehkah aku datang kapan-kapan?" Hye Seon sejenak berhenti melepaskan sabuk pengamannya. Ia memikirkan apa maksud pertanyaan So Hwan.

"Tent..tentu saja."

"Oh ya.. Lee Hye Seon. Jangan panggil aku seonsaengnim lagi. Panggil saja aku So Hwan oppa. Kedengarannya lebih ..ehm nyaman. Dan lagi, aku juga sudah tidak mengajarmu di kelas."

"oh... baiklah..Soensaeng..anni[1]...So Hwan o..oppa.."

Senyum So Hwan terkembang mendengar panggilan oppa untuk dirinya dari Hye Seon. Sekali lagi Hye Seon berpamitan sebelum keluar dari mobil.

Di dalam kamar, di samping jendela, Hyung Won berdiri diam memperhatikan jalan di depan rumahnya. Matanya menyipit mencoba melihat dengan jelas lagi.

"Ada apa antara Lee Hye Seon dengan cucu Kim Art College?"

......

Seminggu terakhir ini, benar benar merupakan hari paling melelahkan dalam hidup Hye Seon. Ia harus bisa menyelesaikan empat lukisan yang diminta untuk dipamerkan di Galeri "Commoners" So Hwan. Kali ini tak ada seorangpun yang membantunya. Dulu ketika di SMA, Mr. Jung dan So Hwan 'sepupu So Jung' lah yang memandunya dengan telaten dan beberapa minggu yang lalu, ia merasa bisa juara karena Ji Hoo. Tuan Han dan Kim Suk Ju tidak keberatan memberikan Hye Seon libur beberapa hari untuk menyelesaikan tugasnya, mereka justru semangat sekali mendukung gadis itu. Untuk keperluan pameran lukisan ini, Hye Seon tidak perlu memikirkan uang yang akan ia pergunakan untuk membeli bahan-bahan lukisan. Hadiah dari lomba dan juga kiriman uang bulanan dari orang tuanya lebih jauh lebih dari cukup untuk menutup semua kebutuhan.

Setelah mendapat kabar bahwa Hye Seon memenangkan lomba lukis dan berkesempatan untuk memamerkan lukisannya di sebuah galeri di Insadong, semua orang yang Hye Seon kenal di Gangneung tak henti-hentinya memberikan selamat. Tuan dan Nyonya Lee, Hye Bin, So Hwan dan So Jung secara bergantian meneleponnya untuk memberikan ucapan selamat.

"Maafkan ibu nak, dulu ibu meragukan kemampuanmu dalam melukis. Ibu kira melukis itu pekerjaan sia-sia. Sekarang kau bisa buktikan pada ibu, bahwa anggapan ibu itu salah. Ibu sangat bangga sekali terhadapmu." Itulah perkataan Nyonya Lee yang membuat Hye Seon senang bukan kepalang.

Ibunya kini tak lagi meragukan cita citanya untuk menjadi pelukis professional. Ia justru mendapat dorongan semangat tulus dari ibunya. Sebenarnya Hye Seon ingin sekali mereka datang ke Seoul melihat pameran lukisan perdananya, namun karena keterbatasan waktu dan biaya niat itu urung ia utarakan. So Jung dan So Hwan juga tidak bisa datang. Mereka sibuk menyiapkan pameran seniman di galeri So Hwan pada saat bersamaan.

"Hye Seon, apakah kau ada di dalam?" Sun Ah mengetuk pintu depan berulang kali. Hye Seon yang sedang sibuk menggambar sketsa untuk lukisannya berhenti kemudian bergegas membuka pintu.

"Eonni, Ada apa?" di belakang Sun Ah, Hyung Won muncul dengan setoples kue kering.

"Apakah aku boleh masuk?"

"Tentu saja, tapi..lihatlah, ruangan ini sangat berantakan sekali."

Sun Ah dan Hyung Won melihat ke seluruhan ruangan. Ada beberapa peralatan lukis yang berserakan dilantai. Pencil, cat, kanvas, palet tampak membuat ruangan kecil ini jadi semakin sempit. Sun Ah tersenyum tak keberatan dengan kondisi ini.

"Kau baru saja melukis?" Sun Ah menunjuk ke sebuah kanvas yang sudah bergambar sketsa sebuah gambar pemandangan alam. Ia mendekat untuk melihat lebih jelas.

"Itu... pemandangan alam Gangneung."

Sun Ah manggut-manggut di depan kanvas lukis. Ia memberikan tanda pada Hyung Won untuk meletakkan kue kecil yang dibawanya kemeja.

"Hye Seon, selamat! Kau pasti sangat senang sekali karena telah memenangkan lomba lukis."

Kali ini mereka bertiga sudah duduk mengitari meja kecil yang Hye Seon sudah pindahkan ke tengah ruangan. Hyung Won masih saja asyik memperhatikan sekitarnya. Ini adalah pertama kalinya ia melihat seorang pelukis mempersiapkan lukisan untuk pameran.

"Ada berapa lukisan yang akan kau pamerkan nanti?"

"Empat. Pamerannya bukanlah pameran tunggal, masih ada pelukis lain yang juga akan memamerkan lukisannya di sana. Aku hanya diberi ruang khusus untuk memamerkan karyaku."

"Walaupun begitu, kedengarannya akan sangat mengasikkan. Apakah kau sangat bersemangat untuk event ini?"

"Tentu saja. Ini adalah hal yang kuimpikan sejak lama."

Hye Seon tersenyum sumringah.

"Kau pantas mendapatkannya Hye Seon. Sekali lagi selamat. Kami pasti akan menghadirinya. Jangan khawatir, kami akan membuat pameran perdanamu meriah, bukankah begitu Hyung Won?"

Hyung Won mengiyakan saja apa yang dikatakan kakaknya. Ia masih ingat kejadian beberapa malam yang lalu.

"Ada apa antara Hye Seon dan So Hwan?"

"Aku memang tidak sering pergi ke Insadong. Ngomong-ngomong apa nama galeri nya?"

"Commoners".

"Commoners?..apakah ini galeri kampus?"

"Bukan. Ini adalah galeri Kim So Hwan. Dia adalah cucu dari kakek...maksudku Guru Kim pemilik kampus Kim Art College. Galeri ini sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Kim Art namun galeri ini juga sering dijadikan tempat untuk pameran karya anak-anak Kim Art."

Hyung Won tidak nyaman mendengar nama So Hwan disebut apalagi galerinya menjadi tempat untuk event pameran lukisan Hye Seon.

"Kedengarannya Kim So Hwan adalah orang hebat."

"Eonni tidak salah, dia adalah dosen sejarah seniku ketika aku baru masuk ke Kim Art College. Selain itu dia juga pernah menjadi rektor kampus selama enam bulan. Dia juga pernah memamerkan karyanya di beberapa galeri terkenal di Korea,New York dan Perancis. Untuk orang yang baru berumur dua puluh ...mungkin... enam atau tujuh tahun, hal itu kedengaranya lebih dari hebat."

"Dua puluh enam tahun?" Sun Ah melotot kaget. Ia tak percaya ada orang sehebat itu di usia yang masih sangat muda.

Hye Seon mengangguk untuk menyakinkan apa yang barusan ia katakan tidak mengada ada.

"Orang seperti itu pasti memiliki banyak penggemar. Kau harus hati-hati Hye Seon. Apakah dia juga tampan?"

Hyung Won melihat tajam kearah kakaknya. Apa yang barusan Sun Ah tanyakan pada Hye Seon?Menanyakan apakah So Hwan tampan? Konyol sekali. Hye Seon kesulitan menjawab pertanyaan Sun Ah kalau ia mengiyakan 'ya' takut eonni Sun Ah akan salah paham terhadapnya.

"Sudahlah, kau tak perlu bingung untuk menjawabnya. Ia pasti tampan. Hye Seon, bukankah kau tak memiliki pacar? kau bisa mendekatinya. Kelihatannya, kalian cukup akrab."

Sun Ah semakin senang menggoda Hye Seon. Ia tahu Hyung Won tidak suka dengan apa yang ia lakukan.

"Entahlah.."

"Maaf aku sudah membuatmu bingung."

"Eonni. Aku akan mengambilkan air untuk kalian. Terima kasih atas kuenya."

Hye Seon beranjak untuk mengambil air. Sun Ah merapikan rambut panjangnya yang sedikit berantakan tertiup angin. Hyung Won diam saja sambil memainkan HP-nya. Sedikit jahil, Sun Ah merebut Hp Hyung Won dan memaksa untuk meminjamkannya. Ia ingin memberi tahu Wo Han tentang rencananya melihat baju pengantin besok. Tak sengaja ia melihat gelang melingkar di pergelangan tangan Hyung Won. Ia seketika ingat akan sesuatu.

"Silahkan," Hye Seon menaruh tiga cangkir kecil teh dimeja.

"Terima kasih..."

"Hye Seon di mana gelang yang kau beli ketika kita belanja beberapa hari yang lalu?" tanya Sun Ah penuh selidik. Ia ingin memastikan gelang yang dipakai Hyung Won adalah gelangnya.

" Oh...aku sepertinya menghilangkannya , Eonni."

"Benarkah? Padahal sepertinya gelangnya bagus. Apakah kau tidak menyesalinya? Bagaimana jika ada orang yang menemukannya dan kemudian memakainya?"

Hyung Won sama sekali tidak merasa kalau Sun Ah sedang menyinggungnya.

"Tidak apa-apa. Gelang itu Cuma seharga 3000 won. Aku bisa membelinya lagi."

Sun Ah menoleh ke samping kanan kearah Hyung Won yang masih saja sibuk dengan layar HP-nya. Ia menyambar tangan kanan adiknya itu, kemudian mengangkatnya tinggi-tinggi. HP Hyung Won hampir saja terjatuh karen ulah kakaknya. Untung ia cepat menangkapnya dengan tangan kiri.

"Nuna, apa yang kau lakukan?" Hyung Won berusaha keras menarik tangan kanannya dari cengkraman kuat jemari Sun Ah. Melihat ada gelang yang sama dengan punyanya di pergelangan tangan Hyung Won, Hye Seon kaget sekali. Bagaimana bisa gelang itu dipakai Hyung Won?

" Hyung Won, dari mana kau dapatkan gelang ini?"

Hyung Won melihat ekspresi marah kakaknya. Sun Ah tidak main-main.

"Baiklah. Aku menemukannya di depan kamar, Nuna. Karena lumayan bagus, aku pun memakainya. Maaf karena aku memakainya tanpa seijinmu."

" Hyung Won, Sangat disayangkan sekali itu bukan gelangku. Itu adalah gelang Hye Seon."

"Apa??"

Kali ini Hyung Won menoleh ke arah Hye Seon yang sengaja membuang pandangannya jauh keluar. Kenapa bisa terjadi seperti ini? Berarti selama tiga hari terakhir ini, ia..memakai gelang..Ya tuhan..Hyung Won bahkan sudah bilang pada Na Ra bahwa itu gelang kakaknya.

"Jadi, apakah kau berencana untuk mengembalikannya?" Sun Ah melepaskann tangan Hyung Won dari cengkeramannya yang cukup kuat. Butuh waktu cukup lama bagi Hyung Won untuk menjawab pertanyaan kakaknya.

Hye Seon yang melihatnya cepat-cepat menjelaskan bahwa ia tak keberatan kalau Hyung Won memakai gelangnya. Namun, Hyung Won merasa rikuh memakainya setelah tahu itu adalah gelang Hye Seon.

"Benar..tak apa-apa..anggap saja sebagai ucapan terima kasih atas semua bantuan yang Hyung Won ssi berikan padaku selama ini. Gelang kecil seperti itu bahkan sama sekali tak sepadan."

Sun Ah menyembunyikan senyum jahilnya.Ia tahu benar Hyung Won merasa sangat malu sekali hari ini. Laki-laki ini tak sekali pun mau memerima hadiah dari wanita bahkan dari kekasihnya Na Ra, dan jika ia tak bereaksi apa pun ketika Hye Seon memberikan gelangnya berarti memang ada sesuatu yang terjadi dengan dirinya. Cukup jelaskah kalau Hyung Won menyukai Hye Seon. Sun Ah tak pernah begitu yakin. Adiknya selalu memiliki cerita rumit mengenai hal yang satu ini.

"Baiklah kalau begitu kami tak akan mengganggumu lagi Hye Seon. Kau bisa meneruskan pekerjaanmu..fighting.!!!" Sun Ah beranjak dari tempat duduknya. Ia pamit pulang.