"Apakah kau masih kuat untuk jalan-jalan lagi?" tanya Hyung Won ketika mereka beristirahat di sebuah restoran cepat saji.
Hye Seon menoleh saja tanpa berani menjawab. Ia sungkan untuk bilang tidak sedangkan hatinya masih ingin sekali untuk menjelajahi kota Seoul. Hyung Won sepertinya tahu apa yang dipikirkan Hye Seon. Ia pun beranjak pergi lagi, menyalakan mobil dan membawa Hye Seon ke sebuah taman tinggi di dekat stadium piala dunia. Nama tamannya adalah Haneul Park.Taman ini sangat unik karena letaknya yang lumayan tinggi dan perlu tenaga ekstra untuk bisa sampai di puncaknya. Hye Seon melihat beberapa kincir angin yang kata Hyung Won digunakan sebagai penyuplai listrik taman ini. Konsep ramah lingkungan sepertinya cocok sekali dengan taman ini dilihat dari pemanfaatan energi yang digunakan.
Hyung Won duduk di sebuah batu yang berfungsi sebagai tempat duduk. Ia meneguk air mineralnya untuk menghilangkan rasa hausnya setelah berjalan lumayan lama untuk mencapai puncak bukit kecil ini. Sama seperti di Namsan Tower, pemandangan kota Seoul pun terlihat sangat luar biasa indah dari ketinggian taman ini. Hye Seon melihat cahaya matahari yang sudah memudar dan sebentar lagi hilang ditelan ufuk langit barat tepat di atas sungai Han yang mengkilat. Sedikit mencuri pandang ia menoleh sebentar kearah Hyung Won. Mata Hyung Won menyipit mengindari silau sisa cahaya matahari yang lumayan cukup hangat di awal musim semi ini. Jantung Hye Seon terasa bedegup cepat. Ia seperti melihat siluet wajah Woo Bin di dekatnya sekarang.
Seandainya cowok yang ada di sampingnya ini adalah Woo Bin betapa bahagianya. Ia menggelengkan kepalanya, menyadarkan dirinya bahwa ia sekarang ada di Seoul dan cowok di sampingnya ini adalah Kang Hyung Won bukan dan tak ada hubungannya dengan Woo Bin. Cukup sampai di Gangneung cerita tentang Woo Bin selesai.
"Lee Hye Seon?"
"He?" Hye Seon bangun dari lamunannya. Ia tersenyum malu mendapati dirinya berpikir ngawur.
"Kudengar kau akan kuliah di Kim Art College, benarkah?"
Hye Seon mengangguk. "Aku mendapat beasiswa dari sekolah itu."
" oh...ada berapa orang dari Gangneung yang kuliah di situ?"
"Dua orang, Aku dan satu lagi temanku. Ia tinggal di dekat kampus."
"Kim Art college adalah akademi seni terkenal di sini. Sayang aku tidak punya satu teman pun di situ jadi tak ada informasi yang bisa aku bagi."
"Tak apa apa.Sebentar lagi juga akan ada temanmu yang kuliah di situ."
Hyung Won melihat penuh tanya pada Hye Seon. Ia tak mengerti apa maksud perkataan gadis itu.
" Aku...aku kan mau belajar di Kim Art College. Jadi kau punya teman di sana."
Hyung Won cukup tertegun mendapati kelakar tak terlalu lucu terlontar dari gadis pemalu ini.Mungkin, mereka sepertinya harus mulai berteman sekarang.
"Hyung Won ssi. Terima kasih atas waktunya mengantarku melihat berbagai tempat yang luar biasa di kota ini. Maaf juga karena telah merepotkanmu."
"Tidak apa apa. Masih banyak lagi tempat bagus yang belum kau lihat. Jika kau mau, aku bisa mengantarmu. Kau tinggal bilang saja."
Keduanya larut dalam perbincangan singkat tentang diri mereka masing-masing. Hye Seon merasa cukup nyaman untuk berbicara dengan Hyung Won walau mereka baru kenal. Hyung Won memang bukan Woo Bin. Walau tak banyak bicara, laki-laki ini juga tidak terlalu pendiam. Hye Seon berharap hari-harinya di Seoul nanti akan indah, sama seperti keramahan yang ditunjukkan oleh keluarga Kang kepadanya.
..............
Dengan muka pucat pasi dan keraguan yang memenuhi dadanya, Hye Seon berjalan pelan memasuki komplek kampus Kim Art College. Sebelum mengikuti kuliah, ia harus menyerahkan beberapa lembar dokumen kepada pihak kampus sebagai bukti kalau ia adalah mahasiswa program beasiswa. Kim Art College ternyata jauh berbeda dengan gambar yang ia lihat di internet atau brosur yang ia dapatkan beberapa bulan yang lalu sebelum kelulusan. Aslinya tampak lebih bagus. Bangunannya megah sekali.
Komplek kampus ini sendiri menempati tanah seluas tiga hektar dengan tiga gedung yang saling berhubungan di atasnya.Tiga gedung itu diperuntukkan untuk kegiatan belajar mengajar fakultas seni rupa, musik dan perfilman. Halamannya yang luas digunakan sebagai lapangan olah raga luar seperti baseball, tennis, lapangan mini sepak bola dan lain sebagainya. Diberbagai sudut kampus, taman taman kecil yang ditata sedemikian rupa menambah suasana tenang dan menyenangkan untuk kegiatan belajar para mahasiswa.
Hye Seon melihat banyak sekali mahasiswa yang memasuki gerbang kampus. Tak ada satu wajah pun yang ia kenal. Asing sekali baginya masuk ke suatu tempat baru tanpa mengenal satu orang pun. Seandainya So Jung bersekolah di tempat yang sama dengannya pasti keadaanya akan jauh lebih menyenangkan sekarang. Temannya itu masih tinggal dan melanjutkan kuliahnya di salah satu universitas di Gangneung. So Jung adalah anak tunggal dalam keluarga Kim. Orang tuanya tidak menginginkan putrinya itu tinggal jauh dari mereka.
Hye Seon mempercepat langkahnya menuju kantor administrasi. Di luar, lewat jendela kaca, ia bisa melihat banyak sekali mahasiswa dari berbagai fakultas sedang sibuk dengan kegiataannya masing masing. Ada sekelompok mahasiswa yang asyik bermain biola di luar ruangan, ada juga yang tampak serius menggoreskan kuas catnya ke atas kanvas putih di depan danau kecil buatan yang dibangun di tengah tengah halaman kampus. Seperti mimpi, inilah suasana yang Hye Seon impikan selama ini. Ketika melewati koridor panjang, di samping meja informasi, Hye Seon tertegun sejenak menyaksikan interior dalam gedung yang..oh Tuhan....terlihat sangat unik dengan banyak sekali gantungan atau tempelan hasil karya seni rupa yang menghiasi tembok sepanjang koridor.
Inilah jalan yang akan membawa Hye Seon masuk ke dalam dunia penuh seni yang ia hanya bisa bayangkan selama ini. Kekaguman Hye Seon tidak berhenti sampai di situ, penghargaan seni kampus ini terhadap karya-karya seni yang lain juga nampak dengan adanya mural gambar taman kampus yang terbentang memenuhi tembok di dekat kantor administrasi kemahasiswaan. Hye Seon menuju salah satu loket yang ada di situ.
"Pergilah ke meja Nyonya Choi Mi Rae! Dia yang bertanggung jawab dengan dokumen yang seperti ini." Pegawai wanita seumuran Kang Sun Ah menunjuk ke sebuah meja yang ditempati oleh wanita berkaca mata tebal.
"Terima kasih."
Hye Seon langsung menuju ke meja yang dimaksud. Nyonya Choi Mi Rae tampak tak peduli dengan kehadiran Hye Seon. Ia hanya mempersilahkan Hye Seon duduk di depannya dan kemudian sibuk lagi dengan pekerjaannya.
"Katakan apa yang kau mau?"
"eh....ehm....Saya adalah mahasiswa program beasiswa dari kampus ini. Saya bermaksud untuk menyerahkan dokumen yang diperlukan untuk pendaftaraan ulang.ini." Hye Seon memberikan beberapa lembar dokumen penting yang ia letakkan didalam map berwarna biru. Masih sama dengan ekspresi juteknya, wanita di akhir usia dua puluhan ini hanya mengambil kertas-kertas itu, memeriksanya kemudian kembali lagi ke pekerjaannya. Hye Seon sedikit tidak nyaman dengan cara orang ini memperlakukan dirinya.
" Kau bisa memasuki kelas. Data-data yang kau kumpulkan sudah benar."
"Benarkah? tapi..anda sepertinya belum melihat semuanya. Apakah ada yakin saya tidak melupakan sesuatu," tanya Hye Seon kurang percaya pada apa yang dikatakan wanita di depannya. Perempuan itu akhirnya mengangkat kepalanya dan melihat Hye Seon sejenak. Sorot matanya tajam walau terhadang oleh kaca mata minus.
"Sepertinya kurang yakin pada dirimu sendiri. Data-data yang kau kumpulkan sudah lengkap. Jadi kuulangi lagi bahwa kau sudah bisa mengikuti kelas pertamamu. Tadi juga ada penerima beasiswa dari Gangneung yang telah menyerahkan dokumen dokumennya terlebih dahulu. Ia memberi tahuku kalau akan ada temannya yang datang untuk menyerahkan dokumen persyaratan. Jadi,kukira kau bisa mengambil kesimpulan kenapa aku bersikap seperti itu kepadamu."
Tak ada lagi kalimat sanggahan yang Hye Soen ingin lontarkan. Ji Hoo ternyata sudah dan selalu lebih awal dari dia. Karena merasa agak bersalah Hye Seon tidak lupa meminta maaf sebelum beranjak dari hadapan nyonya Choi Mi Rae.
Dengan berbekal brosur dan buku panduan yang ia dapatkan dari kampus, Hye Seon mencari kelas pertamanya. Denah gambar menunjukkan kalau mata kuliah jam pertama seni rupa berada di kelas dosen Hwang Baek Young. Kelas itu ada dilantai dua. Kampus Kim Art College ini memang megah luar dan dalam. Hye Seon merasa kecapean setelah berkeliling mengitari koridor kelas di lantai dua namun tak juga menemukan kelas Dosen Hwang. Ia justru mendapati sebuah ruangan yang sedang direnovasi di kelas yang dimaksud.
"Ehm.. Ahjussi...Apakah kau tahu di mana kelas Hwang Baek Young seonsaengnim," tanya Hye Seon pada seorang laki laki yang lewat di depannya. Semoga laki-laki itu tahu di mana kelasnya.
"Ahjussi? kau memanggilku?" laki-laki itu terlihat tidak suka dipanggil dengan sebutan ahjussi.
"Kelas seni rupa untuk hari pertama dipindahkan ke lantai atas. Lebih baik kau cepat naik. Kelasnya sepertinya sudah dimulai beberapa menit yang lalu."
Tanpa menunggu aba-aba selanjutnya, Hye Seon langsung setengah berlari ke atas mencari kelas yang dimaksud.
"Hwang Baek Young!"
Tertera nama dosen itu di depan pintu kelas yang sepertinya adalah kelas seni rupa. Hye Seon mengintip dari jendela kaca yang dipasang di tengah pintu. Seorang laki laki memakai jas putih, berambut cepak rapi tampak serius mengajar sekitar dua puluh mahasiswa. Apakah dia dosen Hwang Baek Young? Kenapa ia masih muda sekali. Hye Seon bergumam sendiri dalam hati.
" Masuklah!" Suara laki laki itu memanggil Hye Seon dari dalam.
Kaget, Hye Seon tidak menyangka kalau dosen muda itu tahu ada mahasiswa yang masih berdiri di luar pintu, ia pun dengan ragu-ragu membuka pintu dan membungkuk memberi salam pada semua. Sontak saja semua mata yang ada di kelas itu mengarah langsung kepadanya sekarang. Secara ia telat.
"Siapa namamu? "
"Lee Hye Seon."
"Asal?" " Gangneung."
"Bisa kau ceritakan kenapa kau telat?"
Semua orang yang ada di kelas itu diam menunggu jawaban dari Hye Seon.
"Maaf seonsaengnim. Hari ini adalah hari pertama aku kuliah di Seoul. Karena aku belum tahu jalur yang pasti ke kampus ini, jadi tadi aku tersesat. Selain itu, di minggu pertama saya tidak bisa mengikuti masa orientasi mahasiswa baru karena sakit."
Si dosen manggut-manggut memaklumi jawaban Hye Seon. Ia pun diperkenankan untuk duduk. Gadis itu mendapatkan bangku kosong di samping seorang gadis yang ramput cepaknya dicat agak pirang. Ji Hoo melambaikan tangannya dari bangku pojok belakang. Ternyata ia satu kelas dengan Hye Seon. Saking paniknya ia tadi tidak melihat sosok temannya yang berkaca mata tebal itu.
"Saya hanya akan mengajar kelas ini sampai guru Hwang Baek Young kembali dari Paris. Untuk nona Hye Seon, nama saya adalah Kim So Hwan, dan saya adalah dosen anda untuk kelas ini sampai dosen aslinya kembali nanti."
Kalau dilihat dari perawakannya, dosen yang ada di hadapannya ini kurang sepertinya belum berusia 30 tahun. Bagaimana orang semuda ini bisa menjadi dosen sejarah seni? Sungguh tidak masuk akal. Tak banyak yang dibahas pada perkuliahan hari pertama ini. Hanya pembahasan singkat aliran aliran lukis dan sejarah perkembangan lukis di Korea. Gaya lukisan yang Hye Seon senangi adalah abstrak dan impressionisme. Melukis abstrak memerlukan ketrampilan untuk menghadirkan suatu kreativitas dalam membentuk gambar-gambar yang tidak terlalu jelas namun bisa dinikmati penikmat seni dan selain itu juga harus memiliki suatu pesan yang tersimpan. Sedang untuk impressionisme, kejelasan adalah faktor yang sangat penting. Melukis dengan gaya ini juga memerlukan ketelitian dalampendekatan objek yang akan dilukis. Proporsinya harus tepat.Itu yang berulang kali Pak Jung dulu sering katakan.
Kelas diakhiri dengan tugas essai tentang melukis. Setiap mahasiswa disuruh membuat essai tentang alasan mereka belajar lukis. Kata Kim So Hwan seonsaengnim, ia perlu mengetahui motif mahasiswanya belajar melukis agar ia bisa tahu cara terbaik dalam mengajar.
Setelah mata kuliah sejarah seni, kelas pun beralih ke mata kuliah yang lain. Untuk hari pertama, jadwal perkuliahan terasa terlalu padat untuk Hye Seon. Ia mengira akan ada pemanasan sebelum memasuki awal semester dikampus ini. Nyatanya sama saja dengan hari biasa. Ji hoo bercerita banyak tentang kesannya tentang hari hari pertamanya di Seoul. Ia ternyata tinggal dengan seorang mahasiswa lain yang berasal dari Busan dalam kamar apartemennya. Ia memang sengaja mengajak seseorang untuk tinggal dengannya supaya ia bisa menghemat biaya sewa tempat tinggal. Ada ada saja ide cowok ini.
Sebelum pulang semua mahasiswa baru harus mengikuti tur singkat mengelilingi kampus yang dipandu oleh mahasiswa senior. Kegiatan ini diadakan untuk lebih mengenalkan kampus pada mahasiswa baru.