Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Datang Padaku

๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉCaplin
--
chs / week
--
NOT RATINGS
151.1k
Views
Synopsis
WARNING!!!!! Rated: M Jangan Lupa Vote Ya... :) semoga kalian bisa enjoy bacanya :) Berkonfrontasi di pantai dengan pria asing yang seksi bukanlah bagian dari rencana Puput saat mengambil foto dengan damai di pagi hari. Dan apa sih yang ada dalam pikiran pria itu hingga berpikir ia mengambil foto-foto dirinya? Siapa dia? Satu hal yang pasti, dia seksi dan sangat romantis, memberi makan jiwa Puput yang terluka. Jis hanya ingin dunia memberinya istirahat, jadi melihat kamera ditujukan ke wajahnya membuatnya siap menerjang keindahan yang ada di balik lensa. Ketika ia tahu gadis itu tidak tahu siapa dirinya, dia penasaran dan tergoda olehnya. Puput memiliki tubuh yang di ciptakan untuk bercinta, bermulut lancang dan Jis tak pernah puas dengannya, tapi ia belum siap untuk menceritakan siapa dirinya sebenarnya. Puput adalah seorang gadis yang tak suka omong kosong dan tidak mau menerima kebohongan dan rahasia. Apa yang akan terjadi pada hubungan baru ini ketika ia menemukan apa yang Jis sembunyikan?
VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 21

"Ann, aku tidak mau menggunakan uangnya." Aku mendengar rengekan dalam suaraku, tapi aku tak peduli.

"Manis, dia ingin melakukan kebaikan untukmu. Ini ulang tahunmu."

Kami berkeliling di sepanjang Pusat perbelanjaan di White Water yang menjual barang-barang mewah di pusat kota White Water. Suasana tidak terlalu ramai menandakan saat ini adalah pertengahan minggu. Pramuniaga sangat perhatian dan sangat berharap untuk membuat komisi di pertengahan minggu.

"Aku merasa seperti seorang gold digger (wanita mata duitan)."

Anna tertawa saat menarik blus biru dari rak, lalu langsung melewatkannya.

"Kau bukan gold digger. Ini, cobalah yang ini."

Dia memberiku blus hitam dan kami lanjut mencari-cari lagi.

Kami sudah pergi ke spa pagi ini. Kami berdua melakukan facial, pijat, pedikur dan menikur, dan melakukan sedikit wax yang menyegarkan. Aku harus mengakui, rasanya fantastis. "Spa sudah cukup. Itu sudah lebih dari cukup, menenangkan dan sempurna."

"Put, berhentilah mempermasalahkan ini. Jis sudah luar biasa berbaik hati dan ingin kita memanjakan diri hari ini. Aku setuju kita tidak perlu gila-gilaan, tapi buatlah para lelaki tertawa dan dapatkanlah beberapa barang yang bagus.

Kau mungkin perlu beberapa gaun formal jika dia ingin mengajakmu lagi seperti malam itu. Plus, mungkin saja kau perlu pergi ke perilisan film atau sesuatu, terkadang, dan kau harus bisa mengimbangi penampilannya."

Benar juga.

Aku tak pernah menyadarinya. Apakah dia menghadiri perilisan film yang sedang dia kerjakan sekarang?

Sial.

Dua jam, dan beberapa ribu dollar kemudian, kami meninggalkan toko, dipenuhi dengan tas dan kotak. Aku tak percaya Anna membujukku untuk melakukan ini semua.

Aku senang bahwa dia juga membeli sedikit barang untuk dirinya sendiri. Jis pasti akan menyetujuinya.

Aku membeli tiga gaun malam.

Dan pakaian dalam yang layak untuk gaun-gaun itu, beberapa blus dan celana jins, dua pasang sepatu -Manolo Blahniks!- dan tas Gucci baru.

Aku mungkin akan ketakutan dan mengembalikan semuanya besok.

Anna juga membeli sepasang Louboutins baru dan tas tangan. Dia terlihat cantik saat kami meninggalkan toko dan menuju ke mobil. Saat inilah ia terlihat paling gembira sejak janji temu dengan bosnya, tersenyum, riang dan santai.

Tiga jam di spa dan dua jam di Pusat perbelanjaan menghabiskan uang orang lain pasti akan membuat semua gadis seperti itu.

Kami kembali ke rumah dan bersiap untuk pesta malam ini. Aku sangat gembira untuk bertemu keluarga Anna dan untuk bertemu keponakan barunya, si mungil Sofia.

Jis akan datang dalam satu jam.

"Apakah kau akan memakai atasan merah baru yang cantik itu dengan celana jins yang baru?" Anna mengeluarkan tas tangan Louis Vuitton dari bungkus coklatnya dan memasukkan barang-barang ke dalamnya.

"Yeah, kurasa begitu. Tas tangan itu bagus sekali." Selain sepatu, tas tangan adalah kelemahanku, aku tak bisa menahan diri mengagumi tas Gucciku yang baru.

"Apakah aku sudah bilang kalau aku menyukai pacarmu?" Anna menyeringai.

"Dia jauh melampaui harapan, itu yang pasti."

"Dia benar-benar mencintaimu, Put. Aku bisa melihatnya tertulis di seluruh dirinya. Dia hanya ingin kau bahagia."

Hatiku melembut mendengar kata-kata Anna. Dia benar. Dan jika memanjakanku merupakan suatu hal baru untuk membuatnya senang, kenapa aku harus protes?

"Apakah kau sudah memberitahukan keluargamu tentangnya? Aku tak ingin mereka menjadi heboh hari ini."

"Yeah, sudah. Mereka punya waktu sendiri untuk heboh. Mereka akan tenang. Lagipula aku punya saudara laki-laki. Mereka tak akan peduli bahwa dia seksi."

"Benar juga." Kami saling tersenyum dan ke atas dan berdandan untuk malam ini.

.

"Halo, cantik." Jis menarikku ke lengannya dan menciumku dengan berisik.

"Halo, tampan." Aku tersenyum padanya dan mengantarkannya masuk ke rumah.

"Apakah kalian sudah siap?" dia terlihat rupawan memakai celana jins hitam dan kemeja putih berkancing rendah yang tidak dimasukkan. Aku menyisirkan jariku ke rambutnya yang hitam dan lembut.

"Ya."

"Kau terlihat bahagia." Dia mencium pipiku dan memelukku lagi.

"Dan cantik memakai blus merah ini."

"Ini baru." Aku merasa pipiku merona.

"Oh ya? Aku sangat menyukainya."

"Terima kasih, untuk semuanya." Aku menciumnya, menangkup wajahnya yang tampan di tanganku.

"Apakah kau senang?"

"Kami memiliki waktu yang menyenangkan. Kau memanjakan kami hari ini.

Terima kasih sudah mengajak Anna."

"Aku menyukai Anna."

"Oh?" aku mengangkat alisku.

"Dia mencintaimu dan dia adalah sahabatmu."

Sial, dia sangat manis.

"Oh Tuhan, tolong jangan seperti ini sepanjang malam." Anna berjalan ke serambi dan memutar bola matanya.

"Halo juga untukmu." Jis tertawa dan mencium keningku, kemudian melepaskanku darinya.

"Terima kasih untuk hari ini, Jis. Kami punya waktu yang menyenangkan, dan sekarang aku adalah pemilik yang bangga dengan tas cantik ini." Anna tersenyum manis.

"Itu cocok untukmu, sama-sama. Mari kita pergi?"

Aku mengambil tas kamera dan mengikuti Jis menuju mobil. Dia mengangkat alis dan memandang kearah tasku. "Apakah kau berpikir aku akan datang ke makan malam keluarga dangan bayi yang baru lahir tanpa kamera? Aku adalah seorang gadis, Jis."

Dia menyeringai dan membuka pintu mobil untukku.

Jis dan aku mengikuti Anna yang mengendarai mobilnya sendiri menuju rumah orang tuanya. Mereka tinggal di subdivisi baru di White Water Utara dimana semua rumah terlihat sama, rerumputan yang rapi, beranda depan yang mungil dengan pot gantung dari bunga yang berwarna-warni dan anak-anak yang bersepeda di sisi jalan. Rumah mereka berukuran rata-rata, dengan halaman belakang yang luas.

Tidak ada yang tahu, bahkan Montgomery sendiri, bahwa akulah donator anonym yang membayar hipotek untuk mereka di awal tahun ini.

"Ini lingkungan yang bagus." Jis berkomentar dan aku tersenyum kepadanya.

"Itu. Rumah orang tuanya Anna. Mereka tinggal sendiri jadi ukuran rumah itu pas untuk mereka. Aku senang hari ini cerah kita semua bisa duduk di halaman belakang. Ayahnya merawat halaman dengan baik. Kau akan menyukainya."

Kami keluar menuju ke rumah dan Ibu Anna, Gisel, berlari keluar untuk menyambut kami.

"Oh, anak gadisku sudah pulang! Halo sayang." Dia memelukku dengan kedua lengannya dan aku merasakan air mata memercik di mataku. Wanita ini sangat istimewa untukku.

Dia menarik badannya ke belakang dan melihatku, tangannya masih menggenggam bahuku.

"Kau terlihat cantik, sayang. Selamat ulang tahun."

"Terima kasih, Bu. Ini pacarku, Jis."

"Mrs. Montgomery." Jis mengulurkan tangannya, tapi dia malah juga memeluknya dengan hangat.

"Senang sekali bertemu denganmu Jis. Tolong panggil aku Gisel, selamat datang."

Dia tersenyum sedikit malu-malu.

"Terima kasih"

"Hai, Mom." Anna memeluk ibunya sangat erat.

"Semua ada di sini. Kita di halaman belakang. Ayahmu sedang memanggang, dan aku berharap dia tidak membakar rumah ini."

Jis menggandeng tanganku dan kami menjelajahi rumah yang terisi dengan perabotan indah, saat melewati bagian dapur yang artistik. Aku tersenyum melihat Jis yang menahan nafas.

"Aku sudah bilang kan," bisikku padanya.

Halaman belakang menghadap ke greenbelt (tanah pedesaan yang mengelilingi kota), sehingga tidak ada tetangga di belakang rumah. Halaman itu tidak sampai satu acre (0,46 hektar). Tanaman semak yang cantik menjadi pagar pribadi yang mengelilingi halaman. Terdapat jalan batu yang dibatasi oleh lampu solar menuju ke taman yang lain. Kemeriahan ditandai dengan berbagai warna bunga, merah dan kuning, ungu, pink. Beberapa taman terdapat tempat duduk kecil di sisinya sebagai tempat untuk duduk-duduk dan menikmati hari.

Terdapat pula pohon buah-buahan untuk peneduh. Steven Montgomery menghabiskan waktu yang tak terhingga di kebun ini, dan hasilnya jelas terlihat.

Pekarangannya juga luas dan tertata.

Terlihat ada pemanggang stainless steel agak jauh di bagian pojok kiri halaman, dengan asap yang mengepul. Di pekarangan itu terdapat dua buah meja bundar yang masing-masing dikelilingi oleh enam kursi, dan di sisi kanan adalah area duduk dengan dua buah loveseats (tempat duduk untuk berdua).

"Aku bisa menghabiskan sepanjang hari di sini," Jis berbisik dan aku mengangguk.

Aku memandang ke meja dan menemukan dua orang yang familiar, tapi tak kuduga sebelumnya dan aku berputar kearah Jis. "Orang tuamu ada disini!"

Dia sedikit merona dan mengangkat bahu. "Anna bertanya padaku apakah dia boleh mengundang mereka, dan kupikir itu akan menjadi ide yang bagus. Aku ingin orang tua kita saling mengenal, Put."

"Wow." Aku tak bisa berkata apa-apa. Dia tak pernah berhenti memberiku kejutan.

"Apakah tidak apa-apa?"

Apakah tak apa-apa? Aku mencintainya. Orang tuanya menyenangkan, dan ya, aku ingin mereka mengenal keluargaku. Keluarganya Anna adalah satu-satunya keluarga yang kumiliki.

"Ini bagus." Dia tersenyum, lega, dan mencium tanganku.

Aku mengajak Jis ke meja dan mulai memperkenalkannya pada keluarga besar Anna, memeluk Lusi dan Chandra.

"Senang sekali bertemu denganmu, sayang."

Lusi memelukku sangat erat dan aku membalasnya.

"Terima kasih sudah datang. Aku sangat gembira melihat kalian berdua."

Ayah Anna beralih dari pemanggangnya dan berjalan ke arahku."Kemarilah, gadis yang berulang tahun!"

Dia memelukku dengan sangat hangat, mengangkatku dan berputar dua kali.

"Kau terlalu kurus. Aku akan membuatmu lebih gemuk hari ini."

Aku tertawa dan mencium pipinya yang lembut.

Dia pria yang pendek, tapi berotot padat seperti putranya, kepalanya botak, tapi dulu dia berambut pirang seperti putrinya. Dia adalah salah satu pria yang paling baik yang pernah kutemui.

"Aku sudah tak sabar. Aku lapar."

"Bagus. Apakah ini pacarmu?" dia melihat kearah Jis dan mengulurkan tangannya.

"Iya, ini Jis."

"Bukankah kau seorang bintang film?" Oh, Tuhan. Dia akan membuat Jis kesulitan. Seketika hening saat semua orang menghentikan percakapan untuk mendengarkan.

Wajahku memerah dan akan memulai menginterupsi, tapi Jis memegang sikuku dan tersenyum padaku sebelum menjabat tangan Steven dengan mantap.

"Bukan sir, saya bukan artis atau bintang. Terima kasih untuk mengundang saya dan keluarga saya hari ini."

"Apakah aku perlu membuat perhitungan denganmu bila menyakitinya?" Steven tetap menggenggam tangan Jis, menyipitkan matanya pada Jis, dan aku serasa ingin mati saja. Sekarang.

Sial.

Jis tertawa. "Tidak Sir. Bolehkah saya membantu Anda memanggang?"

"Kau tahu cara memanggang?"

Steven tersenyum dan menghembuskan nafas panjang.

"Saya tahu."

"Kenapa tidak bilang? Kita sedang memasak iga dan ayam." Steven menepuk bahu Jis dan mengajaknya ke pemanggangan.

Saudara laki-laki Anna datang untuk memperkenalkan diri pada Jis dan menawarkan bir dan mengobrol.

Istri Ishak, Sinta, memelukku dengan erat.

"Selamat ulang tahun." Dia adalah wanita yang kecil dengan rambut merah dan mata biru cerah.

"Terima kasih. Kau terlihat fantastik! Mana bayinya." Mataku melihat ke sekeliling pekarangan sampai aku melihat Sofia meringkuk di lengan Anna yang duduk di loveseats yang nyaman.

Sinta dan aku bergabung dengannya dan aku mengulurkan kedua tanganku.

"Bayinya."

Anna tertawa. "Aku baru saja menggendongnya."

"Aku tak peduli. Aku tak pernah menggendongnya. Berikan dia padaku, Montgomery."

Anna memberikanku si Sofia kecil dan aku meleleh. Dia sangat mungil, kurang dari dua minggu. Rambutnya berwarna gelap, panjang dan lebat, dan Sinta memakaikannya bando pink yang cantik. Bajunya berwarna pink dengan celana pink dan dia tak bersepatu.

Aku membelai pipi dan mencium keningnya. Dia tertidur, tak terpengaruh dengan pesta yang berlangsung di sekitarnya.

"Oh, Sinta, aku jatuh cinta padanya." Aku tersenyum kepada ibu baru itu dan dia bangga.

"Dia bayi yang cantik."

"Dia sangat indah." Aku melihatnya lagi dan memindahkannya sehingga dia bersandar di dadaku, melingkar dibawah daguku. Kubelai punggungnya dan mulai menimangnya dan bersenandung.

Tak ada yang seindah menggendong bayi yang baru lahir.

"Kau sangat manis." Aku berbisik pada bayi Sofia.

Saat menaikkan pandangan mataku bertemu dengan tatapan Jis yang intens.

Dia memperhatikanku, pandangannya tak bisa ditebak.

Apa yang dia pikirkan?

Aku tersenyum padanya dan salah satu sudut bibirnya melengkung keatas dan matanya melembut.

Aku menoleh ke kiri dan menemukan ibu Jis, Lusi juga memandangiku dengan penuh pertimbangan. Sebuah senyuman pelan-pelan mengembang di wajahnya dan dia mengedipkan mata padaku.

Sofia mengeluarkan suara bergumam dan kembali melihat kearahnya. Aku mengambil dot dan meminumkan ke mulutnya dan dia menyedot kencang, aku membelai rambut lembutnya dengan ujung jariku.

"Puput!"

"Ha?"

Anna tertawa. "Aku bertanya apakah kau membawa kamera."

"Tentu. Aku bawa yang model terbaru. Mungkin kita bisa foto keluarga setelah makan malam?"

"Tentu saja. Sekarang kembalikan bayinya padaku."

"Tidak mau."

"Kau sangat egois." Anna cemberut padaku dan Sinta tertawa.

"Ya. Sofia dan aku mau jalan-jalan." Aku berdiri menggendongnya dan berjalan menelusuri salah satu jalan setapak menuju ke taman yang teduh.

"Bunganya cantik kan, Sofia?" aku bernyanyi untuk bayi yang tertidur itu dan mengayun-ayunkannya ke depan dan ke belakang.

"Kau pandai mengasuh bayi." Jis datang dan bergabung bersama kami dan aku tersenyum malas padanya.

"Aku menyukai bayi. Aku tak pernah punya saudara, jadi aku dekat dengan Anna dan keluarganya."

Aku mengangkat bahu dan mencium kepala Sofia.

Jis membelai pipi Sofia dengan punggung jarinya dan hatiku berdebar. Jarinya terlihat begitu besar di pipi Sofia yang mungil.

"Dia manis," Bisiknya.

"Kau juga manis." Dia menyelipkan helaian rambutku ke belakang telinga dan membelaiku hingga ke dagu dengan ibu jarinya sebelum menyelipkan tangan kembali ke sakunya.

Aku memandangi bayi yang tertidur ini dan untuk pertama kalinya aku membayangkan bahwa suatu saat aku akan memiliki bayi juga. Suami dan bayi, saat membayangkan ini di kepalaku, apakah pria ini yang akan ada di sisiku.

Aku terlalu senang. Hentikan ini. Singkirkan pemikiran tentang bayi ini.

"Hey! Makan malam sudah siap dan aku menginginkan bayinya kembali!" Anna berdiri di pinggir pekarangan berteriak kepada kami, dan aku tersenyum pada Jis.

"Aku harus bergulat dengannya nanti untuk mendapatkan bayi ini kembali."

Jis tertawa dan memandu kami ke pekarangan untuk makan malam.

.

Ini adalah ulang tahun terbaik dalam hidupku. Keluarga Montgomery menyambut keluarga Jis di dalam keluarga mereka dengan baik, melibatkan mereka dengan obrolan yang menyenangkan dan sangat menikmati pertemanan mereka. Chandra dan Lusi terlihat rileks dan bahagia, tertawa brsama Steven dan Gisel, berbagi cerita tentang masa kecil anak mereka.

Para saudara lelaki Anna Ishak, William, Dony dan Matt menggoda Jis tanpa ampun tentang menjadi aktor terkenal, menanyakan tentang artis cantik, membicarakan banyak hal tentang sepak bola karena William sekarang ini bermain untuk Seahawks, dan begitulah para laki-laki.

Ada apa dengan para lelaki dan sepak bola?

Jis tertawa lebih banyak dari yang pernah aku lihat, dan aku merasa lebih jatuh cinta lagi padanya saat melihatnya bersama keluargaku. Dia sangat perhatian padaku, menuangkan minumanku, menggandeng tanganku dan selalu di dekatku sepanjang malam.

Aku kira aku akan merasa lebih tertekan oleh hal lain, tapi dia membuatku merasa dicintai.

Karena dia mencintaiku.

Bayi Sofia sudah berpindah-pindah tangan sepanjang malam ini, dan sekarang dia berbaring dengan tenang di gendongan Lusi. Lusi mengaguminya.

"Memiliki cucu adalah yang terbaik kan?" Gisel tersenyum lembut pada cucunya.

"Kami belum punya cucu, tapi aku sudah tidak sabar memilikinya."

Lusi menyeringai pada Gisel dan beralih pada Jis dan dia menggeliat di kursinya.

Aku tak bisa menahan diri untuk tertawa melihat Jis.

"Apakah kau menertawakanku, Sayang?" Jis menyipitkan matanya padaku tapi aku melihat humor pada pandangannya.

"Iya, itu lucu."

"Ok, waktunya makan kue!" Anna keluar dari rumah membawa kue coklat cantik dengan dua puluh enam lilin menyala diatasnya.

"Kau akan membakar rumah ini dengan itu, Ann."

Dia menyeringai dan meletakkannya di depanku.

"Make a wish," Jis berbisik di telingaku.

Aku meniup semua lilin itu dalam satu tiupan.

Gisel memotong kue dan membagikannya. Baunya sangat wangi. Gisel membuat kue yang paling lezat.

"Terima kasih sudah membuatkan kue favoritku, bu." Aku mencondong untuk mencium pipi Gisel.

"Sama-sama, sayang. Aku mencintaimu."

"Aku mencintaimu, juga."

"Ok, sekarang kado!" Anna berdiri dan aku mengernyit.

"Tidak usah memberi kado. Berapa kali aku harus bilang pada kalian, tidak usah memberi kado!"

Semua orang menertawaiku.

"Kami tidak mendengarmu." Ishak menyeringai padaku dan aku membelalakkan mataku padanya.

"Aku tidak suka padamu."

"Kau menyayangiku."

"Kalian sudah melakukan banyak hal untukku." Aku memandang kearah Jis dengan cemas. "Itu membuatku malu saat kau membelikanku barang-barang."

"Ini bukan ulang tahunmu kecuali kau mendapat hadiah." Anna menaruh kotak kado berwarna merah yang cantik di depanku. "Buka punyaku terlebih dahulu."

Dia berharap sambil duduk di kursinya dengan antusias dan moodku jadi naik.

Dia membelikan parfum favoritku dan gelang perak yang cantik.

"Oh, terima kasih! Aku menyukainya!"

"Bolehkah aku meminjamnya?" kita semua tertawa dan kami kembali rileks, menikmati keluargaku.

Seperti biasa, mereka sedikit berlebihan. Para lelaki bersaudara itu memberikan kartu sebagai hadiah.

"Belanja lagi!" Anna dan aku berseru bersamaan dan kami semua cekikikan.

Jis tertawa di sebelahku dan mencium pelipisku dan aku tersenyum malu padanya.

Lusi dan Chandra berbaik hati memberiku kartu hadiah untuk digunakan di toko Microsoft di Bellevue. Wow.

"Terima kasih banyak."

"Dengan senang hati, sayang." Lusi tersenyum dan mencium kepala Sofia yang mungil.

"Kami selanjutnya." Gisel memberiku kotak kado dengan kertas berwarna ungu.

"Pesta ini sudah lebih dari cukup!"

"Kau tidak bisa menolak kami," Steven menggoyangkan jarinya dan mencoba untuk terlihat keras, tapi aku tidak takut dan aku terkekeh.

"Aku akan membuatmu berlutut."

"Siap, Pak." Aku membuka tas itu dan menemukan sepasang anting yang kukenali dan aku menahan nafas, memandang ke arah mereka.

Mereka berdua tersenyum lembut padaku.

"Ini adalah milikmu." Aku melihat sepasang anting berlian yang berbentuk tetesan air dan membelainya dengan jemariku. Anting itu sudah dibersihkan dan berkilau di keremangan malam.

"Kami ingin kau memilikinya," Gisel meneteskan air mata dan aku juga juga mulai menangis.

"Ini milik Ibumu, seharusnya ini untuk Anna." Suara ku berat karena air mata.

"Aku punya banyak perhiasan. Ini memang untukmu. Nana mencintaimu."

Anna membelai rambutku dan aku tahu jika aku bergerak aku akan menangis.

Aku begitu dibanjiri kasih sayang oleh keluarga ini.

Aku menggelengkan kepala, dan berlari meninggalkan kursih mengitari meja untuk memeluk Gisel dan Steven erat. Gisel menyeka matanya dan Steven menangkup wajahku di tangannya dan menyeringai padaku.

"Kami mencintaimu, baby girl."

"Aku mencintaimu juga. Terima kasih."

Aku kembali duduk dan melihat kearah wajah Jis yang tampan.

Dia tersenyum dan mencium jariku.

"Yang terakhir." Jis memberiku amplop manila kepadaku.

"Tidak, sayang, kau sudah memberiku terlalu banyak." Aku menggelengkan kepala dan membelakangi meja untuk menghadap kepadanya.

"Bukalah," katanya, jengkel dan mendorong amplop itu kembali padaku.

"Buka sajalah!" William berteriak dari seberang meja dan aku membelalakkan mataku padanya.

"Aku tidak sabar dengan semua ketegangan ini!"

Kami semua tertawa dan aku membuka amplop itu.

Aku menarik dua buah passport dan sebuah rencana perjalanan. Aku membaca rencana perjalanan itu dan merasakan wajahku memucat dan mulutku ternganga.

"Kita akan ke Golden Cove?!"

Semua orang di meja heboh dengan wow dan siulan dan teriakan kesenangan. Para lelaki bersaudara bertepuk tangan, memberikan Jis penghormatan dan dia tertawa.

"Ya, besok, untuk seminggu."

"Tapi, kita harus bekerja."

"Proyekku yang sekarang baru saja selesai, dan aku berharap kau akan menjadwal ulang janji temu mu." Dia memandangku dengan cinta yang memancar dari matanya yang biru.

"Wow. Golden Cove?"

Dia tertawa dan menciumku, langsung di bibir, di depan seluruh keluargaku.

"Cari kamar!" Matt berteriak.

Aku berdehem dan melihat ke arah semuanya di pekarangan. "Aku hanya ingin bilang," sudut mataku mulai meneteskan air mata.

"Semua orang yang paling aku cintai di dunia ini ada di sini, dan aku tak bisa mengungkapkan betapa aku berterimakasih karena memiliki kalian. Terima kasih atas semua yang telah kalian lakukan untukku, tidak hanya untuk kado-kado yang ini. Aku merasa terberkati. Bahkan para lelaki juga memiliki momen yang indah."

Aku tersenyum pada mereka dan mereka memberikan salut padaku dengan minuman dan kedipan mata mereka.

Aku mengambil nafas dalam. "Terima kasih telah menjadikanku bagian dari keluarga kalian. Aku sangat mencintai kalian."

Aku memandang Jis dan tiap-tiap wajah yang sangat kusayangi.

"Sekarang, berikan bayi itu padaku."