Chereads / Datang Padaku / Chapter 4

Chapter 4

Aku mengambil ponselku dari dalam saku dan mengeluarkannya dari selimut.

"Ya ampun. Lihat ini, aku mendapatkan pesan! Kira-kira siapa ya?" aku mengedipkan bulu mataku dan tersenyum manis padanya.

Jis tertawa. "Mungkin kau harus membacanya."

"Oh! Ide yang bagus." Aku tertawa kecil dan menggeser panah di bawah layar, menghidupkan ponsel dan membuka pesan dari nomor yang tidak aku ketahui.

Aku ingin menjerit seperti anak sekolah, tapi yang kulakukan hanya tersenyum simpel dan membuka pesan.

Hey Puput, simpan nomor ini. Kau akan sering melihatnya.

-Jis Khalifa-

Aku meringis, dan menyimpan nomor dan namanya di ponselku.

"Jadi," senyuman menghilang dari wajahnya dan dia menjadi serius lagi. Aku mendorong diriku ke belakang, keluar dari jangkauannya, dan memutar tubuhku menghadap padanya, kakiku diselipkan di bawah lututku satunya, mempersiapkan diriku sendiri untuk percakapan yang serius.

"Jadi?"

"Jadi," dia menatapku hati-hati dan aku merasakan sebuah peringatan. "Siapa Michael?"

"Hanya teman." Aku menggelengkan kepala. Dia menaikkan sebelah alis matanya. "Itu bukan hanya sekedar pesan seorang teman, Put. Aku laki-laki, aku tahu perbedaannya."

Aku menunduk dan melihat ke belakang air yang gelap.

"Lihat aku." Suaranya tajam dan aku melemparkan mataku kembali padanya.

"Dia hanya teman, Jis. Ya, memang ada hubungan fisik dengannya di masa lalu, tapi itu sudah lama."

"Berapa lama?"

"Berbulan-bulan."

"Berapa bulan?"

"Sejak musim gugur terakhir."

"Apakah ada orang lain?"

"Mengapa ini menjadi urusanmu?"

"Karena kau adalah perempuan pertama yang aku bawa ke rumahku dan semua yang dapat aku pikirkan adalah mendapatkan tubuh indahmu telanjang dan bercinta denganmu sampai tidak sadar. Aku harus tahu apakah ada persaingan. Aku tidak suka berbagi, Put." Matanya terbakar, bibir indahnya terbuka ketika dia bernafas dengan berat, dan kedua tangannya mengepal.

Aku membuka mulutku untuk berbicara, dan menutupnya kembali.

Ya Tuhan! dia ingin bercinta denganku!

Well, kembali padamu, laki-laki bossy.

"Mengatakan bahwa kau tidak berbagi menyiratkan aku telah menjadi milikmu, Jis."

"Tidakkah begitu?" bisiknya.

Ini keterlaluan. Aku mengenal seorang laki-laki kurang dari 24 jam dan dia ingin mengklaim kepemilikan! Sebagian dari diriku meneriakkan Ya! Tapi dari sisi wajar diriku mengatakan Tidak!

Aku berdiri dengan tiba-tiba, menyibakkan selimut dari tubuhku.

"Lihat, Jis…." Tiba-tiba saja dia sudah berada di sisiku, tangan kuatnya berada di dagu ku mengunci tatapan mataku padanya.

"Jawab pertanyaanku, please." Sentuhannya sangat lembut, tapi tatapannya tajam, dan mendorongku ke arah yang aku tidak pernah tahu.

"Tidak ada yang lain." Aku berbisik.

"Terima kasih Tuhan." Dan bibirnya berada di bibirku, tapi bukannya gairah yang aku idamkan, bibirnya sangat lembut dan empuk, seperti dia sedang menghafalkan setiap sudut mulutku dengan bibirnya. Dia melepaskan daguku, membungkus rambutku dengan tangannya sementara helai-helai lain berada di sekitar punggungku dan dia menarikku, tubuhku membentur tubuhnya. Aku mengerang rendah di tenggorokanku.

Dada dan perutnya sangat kencang.

Ku arahkan lenganku di sekelilingnya, dan menariknya ke arahku, tanganku memegang punggungnya.

Dengan berani, aku mengatupkan gigiku di bibir bawahnya dan mengisapnya perlahan ke dalam mulutku. Matanya terbuka perlahan, bertemu dengan mataku, dan dia memasukkan lidahnya ke dalam mulutku, memainkannya dengan irama yang indah. Kami terengah-engah, tanganku tidak bisa berhenti bergerak ke atas ke bawah mengusap punggungnya, merasakan kerasnya ototnya ketika dia bergerak denganku.

Kedua tangannya bergerak ke bawah punggungku dan dia menggenggamnya erat sambil menggigit sisi mulutku dan kemudian turun ke leherku.

"Ya ampun," aku menyandarkan dahiku dan aku merasakan dia tersenyum di leherku.

"Kau punya pantat yang bagus, Put." dia memelukku lebih erat dan aku merasakan ereksinya di perutku. Aku menjalankan jari-jari ku ke pantatnya.

"Begitu juga denganmu, Jis." Suaraku terdengar berat, dan dia menarik dirinya, matanya sedikit berkaca-kaca dengan keinginan dan aku tahu itu juga mencerminkan keinginanku.

Sial, aku menginginkan laki-laki ini.

Lengan kami masih bertautan satu sama lain, saling menyentuh tubuh bagian bawah kami. Aku meremasnya lagi dan menjalankan jari-jariku pelan di bawah kaus nya hingga di kulit nya dan aku tersenyum ketika dia melenguh.

Mata hitam indahnya melihatku dan aku mendorong jari-jariku di antara karet boxer dan kulitnya, menjalankanya hingga di bagian depan celana jeans nya.

Dengan tiba-tiba tangannya menggenggamku, tidak mengalihkan matanya dariku. Dia membawa kedua tanganku ke atas, ke bibirnya dan mencium setiap jariku, kemudian mundur dan melepaskanku. Udara dingin seakan menamparku, dan aku mengernyit dalam kebingungan dan frustasi merasa ditolak.

Apa-apaan ini?

"Mengapa kau berhenti?" aku mendengar kesakitan di suaraku, dan aku menjernihkan tenggorokanku.

"Put, aku sama sekali tidak ingin berhenti…." Aku berjalan ke arahnya, tetapi dia mundur kebelakang dan mengangkat tangannya ke depan seperti menyerah.

"Jis…."

"Put, pelan-pelan."

Bukankah ini yang laki-laki inginkan?

"Jika kau telah mengubah pemikiranmu tentangku…." Dia kembali berada di depanku sebelum aku menyelesaikan kalimatku, tangannya meraih wajahku dan membuatku melihat ke dalam matanya, dan emosi yang asing masih ada di sana.

"Dengarkan aku Put. Aku tidak mengubah pemikiranku. Aku menginginkanmu. Kau cantik, pintar dan seksi, tapi aku tidak ingin melakukan ini terlalu cepat."

"Aku bingung," aku menutup mata dan menggelengkan kepalaku.

"Hey," aku menatapnya lagi, dan dia tersenyum padaku, menjalankan ujung jarinya di pipiku. "Pelan-pelan."

"Aku tidak tahu apa itu pelan, Jis."

Dia mengernyit dan berbisik. "Aku juga tidak, jadi kita akan belajar bersama."

Aku sangat frustasi, tubuhku menginginkannya, tapi kata-katanya memabukkanku.

"Jadi, tidak ada seks? Sama sekali?" Aku terdengar seperti anak kecil yang permennya diambil.

"Tidak malam ini," dia berkata dengan sebuah senyuman. Dia mengambil nafas dalam, mencium dahiku dan mengambil tanganku. Aku meraih selimut dan kami kembali ke dalam. Musiknya masih terdengar.

Dia mengambil selimut dari tanganku dan melemparnya ke sofa biru di samping kananku. "Maukah kau berkeliling?"

Aku masih mengerutkan dahi dengan komentar tidak ada seks, tapi ide melihat-lihat rumahnya menaikkan mood ku dan aku mengangguk.

Dia mengaitkan jarinya dengan jariku.

"Terima kasih telah bergabung dengan tur kami hari ini, Nona Nadia, kami senang anda bersama dengan kami."

Aku tertawa pada suara pemandu wisatanya dan merasa sedikit santai. Dia mempunyai cara untuk membuatku tertawa.

"Kau telah melihat dapur."

"Aku suka dapurnya."

Dia tersenyum dan menarikku turun ke lorong dan menuju ruang rias dan kamar tidur cadangan. Di ujung lorong ada pintu lain yang tertutup, tapi dia melambaikan tangan dan berkata, "Hanya gudang untuk saat ini."

Dia memimpinku kembali ke ruangan besar dan naik melalui tangga menuju loteng yang luas yang dia gunakan sebagai ruang TV, dengan furniture yang mewah. TV layar datar yang menempel di dinding sangat besar. Dan aku hanya bisa tertawa.

"Apa yang lucu?" dia melihat ke arah TV dan aku terkekeh.

"Anak laki-laki dan TV besarnya."

Dia tertawa kecil dan membimbingku menuju kamar tidur lain dan kamar mandi.

Di seberang loteng, terdapat langit-langit jendela yang menampilkan pemandangan. Ruangan itu sangat besar, dengan furniture berwarna putih dengan ukuran yang besar, dan aksen hijau, biru dan khaki. Memberikan kesan yang sangat damai.

Kamar mandinya sangat cantik, dengan tub berbentuk telur yang luas, terpisah dari shower yang bisa menjadi ruangan sendiri.

Aku terkesiap senang ketika dia menunjukkan padaku lemari besarnya.

"Perempuan dan lemarinya," dia tertawa padaku, dan aku mengikutinya.

"Ini, temanku, adalah lemari yang luar biasa."

"Ya." Dia menyetujuinya dan meremas tanganku, kemudian membimbingku kembali ke kamar tidur dan turun ke ruang besar.

Aku tiba-tiba merasa tidak nyaman, dan sebelum aku bisa mengubah pikiranku, aku menarik tangannya dengan lembut dan membungkus lenganku di sekeliling pinggangnya, menautkan jari-jari kecilku di punggungnya, dan kemudian memeluknya. Lengannya berada di pundakku dan dia menciumi rambutku, menghirup aromanya.

"Terima kasih untuk makan malamnya." Aku menggumam di dadanya.

"Kapanpun."

"Terima kasih untuk turnya."

Aku merasakan senyumannya di kepalaku.

"Sama-sama."

"Terima kasih untuk nomor ponselmu."

Dia terkekeh dan menarik tubuhnya ke belakang. "Aku merekomendasikanmu untuk menghubunginya."

"Akan kulakukan." Aku menarik lepas lengannya dan mengambil tasku. Sudah waktunya untuk pulang ke rumah dan memikirkan tentang laki-laki manis seksi ini. Sudah pasti aku tidak bisa berpikir jika bersamanya.

Dia berjalan di belakangku menuju mobilku, menarik keluar foto-fotonya dan membawanya ke dalam, kemudian kembali dan membukakan pintu untukku.

"Beritahu aku jika kau sampai di rumah dengan selamat." Bayangan lampu rumahnya bermain di wajahnya, lampu itu berefleksi di mata indahnya.

"Okay, Tuan Suka Memerintah." Aku terkekeh padanya.

"Suka memerintah?" dia mengerutkan bibirnya seperti sedang berpikir, kemudian menyeringai.

"Mungkin sedikit suka memerintah."

Dia membungkuk dan menyentuhku, hanya bibirnya, menyapukannya dengan lembut. "Selamat malam, cantik."

"Selamat malam." Ya ampun! Ya Tuhan, dia terlihat sangat menggairahkan. Aku bersyukur masih mempunyai kekuatan untuk menaiki mobil dan memasang sabuk pengaman. Dia berjalan ke ambang pintu dan melambai ke arahku ketika aku melewati trotoarnya.

Sial.

Aku menyampirkan tasku di meja samping pintu depanku, melempar kunci di kotak kunci dan mencari ponselku. Aku mendengar ponselku berbunyi ketika aku menyetir, dan aku tau pasti dari siapa.

"Puput, apakah itu kau?" aku mendengar stiletto Anna mengetuk lantai kayu di antara ruang keluarga dan serambi.

"Yeah, aku pulang."

Terima kasih untuk hari ini. Ku mohon kabari aku ketika kau sampai rumah. – Jis.

Aku tersenyum dan ingin melompat karena bahagia.

"Well, aku kira itu berjalan dengan baik?" Anna berkacak pinggang, dan kepala pirangnya miring dengan sebuah senyum di wajah indahnya. Dia masih mengenakan gaun warna cranberry nya dan hak tinggi, rambut panjangnya diikat ke belakang.

"Oh yeah, itu berjalan dengan baik."

"Jadi, bukan sepenuhnya perampok, huh?"

"Bukan," aku terkikik. "Dia sangat baik. Dan, Ya Tuhan, Ann, dia hot." Aku khawatir dengan kata-kataku, tapi dia membaca pikiranku.

"Dia cocok denganmu, Put." aku mengernyit ke arahnya.

"Aku tidak bermaksud berkata seperti itu."

Dia memutar matanya. "Kau memikirkannya. Kau juga hot, Put. Nikmati saja. Dia beruntung karena kau tertarik padanya. Kita berdua tahu itu hal yang jarang terjadi."

"Ya, itu yang membuat ku khawatir juga."

Aku menceritakan padanya tentang happy hour, dan bagaimana dia seperti tidak nyaman bersama ku, tapi ketika kami berada di rumahnya dia menjadi sangat santai. Aku menceritakan padanya tentang ciuman terbaik sepanjang masa, dan matahari terbenam. Anna mendengarkan dengan sabar, tidak menyela, atau terkikik geli atau melompat seperti yang biasanya dia lakukan. Dia tersenyum padaku, dan sebelum aku mengetahuinya dia menarikku dalam sebuah pelukan yang dalam.

"Kau pantas mendapatkan pria yang baik, Put. Jangan menyangkal hal itu. Nikmati saja, sungguh." Aku bersandar padanya dan tiba-tiba ingin menangis. Memalukan.

"Aku bahkan tidak tahu kapan aku bisa melihatnya lagi."

Dia melepas pelukannya dan menyeringai. "Oh, aku mempunyai firasat itu tidak akan lama. Sepertinya dia sedang jatuh cinta." Inilah Anna yang aku kenal!

Aku terkekeh dan melepas sepatuku. "Aku ingin tidur. Ini hari yang sangat sibuk."

"Okay, selamat malam, manis." Dia memelukku lagi, dan pergi ke ruang keluarga melanjutkan pekerjaan yang dia lakukan sebelum aku datang.

Aku berlari ke atas menuju kamar mandiku. Aku membersihkan make up ku, menggosok gigi dan melihat diriku di kaca. Aku menyentuh bibirku. Masih sangat sensitif karena ciuman Jis. Pipiku bercahaya, begitu juga mata hijauku. Rambut merah jambu ku yang aku sanggul ke atas semuanya acak-acakan dan terlihat seksi.

Teringat komentarnya tentang pantatku, aku berbalik dan memandangnya, mempelajarinya dengan baik. Aku selalu menganggap bahwa pantatku ini tidak terlalu besar, tapi terlalu bulat dan menonjol. Yeah, aku memang mempunyai pantat yang bulat. Ku kira Jis menyukai pantat yang bulat. Aku tersenyum pada diriku sendiri, telanjang, mematikan lampu dan melompat ke ranjang untuk membalas pesannya.

Tidak, terima kasih untuk hari ini. Aku mempunyai hari yang baik, meskipun hampir dirampok. Aku sudah sampai di rumah dan dengan selamat berada di ranjang. – Puput

Aku tersenyum, senang dengan respon menggodaku dan merebahkan kepalaku di bantal. Beberapa detik kemudian ada notifikasi masuk.

Senang mendengar kau baik-baik saja. Apa rencanamu untuk besok?

Oh my! Aku dengan cepat menekan tombol balas.

Tidak ada sesi untuk besok, sedang berpikir untuk pergi mengambil beberapa foto di Air Terjun Snoqualmie. Apa rencanamu?

Aku melirik ponselku sampai aku mendengar suara notifikasi.

Jam berapa aku harus menjemputmu? :)

Sangat percaya diri, bukankah begitu? Aku tertawa dan berbalik ke samping ketika memikirkan balasan apa yang harus aku ketik.

Apakah itu akan aman? Aku akan membawa kamera, dan aku tahu bagaimana emosinya dirimu.

Aku terkikik geli, berpikir kalau aku sedikit cerdas dan lucu ketika tiba-tiba ponselku berdering. Dan itu dirinya.

"Hai."

"Aku pikir kau telah memaafkanku atas kejadian pagi tadi." Dia terdengar frustasi.

Apa ini…..

"Aku hanya mencoba untuk bercanda, Jis. Maafkan aku, ku kira pesan bukan cara yang bagus untuk menggoda." Aku menutup mataku.

Dia mengambil nafas dalam. "Tidak, aku yang minta maaf. Bolehkah aku ikut denganmu besok?" Sial, suaranya seksi dan terdengar penuh harapan. Memangnya siapa diriku untuk menolaknya?

"Aku akan sangat senang dengan rencana itu. Bisakah jika jam 10 pagi?

"Aku bisa." Dia terdengar lega dan aku merasakan mabuk dan debaran di dadaku lagi.

"Aku akan mengirimu pesan alamatku."

"Okay." Dia menghela nafas. "Jadi kau ada di ranjang?"

Oh, sekarang ini menjadi baik! Aku tersenyum dan merebahkan badanku. "Ya. Kau?"

"Aku juga."

"Kita melewati hari yang panjang." Aku membayangkan dirinya berada di ranjangnya yang luas dan luar biasa, telanjang, berbaring di bawah selimut dan mulutku tiba-tiba mengering.

"Ya." Aku mendengar suara berisik ketika dia bergerak di ranjangnya.

"Aku harap kau tidur nyenyak malam ini."

"Aku juga harap kau begitu." Aku mendengar senyuman di suaranya.

"Mengapa kau tidak bisa tidur nyenyak kemarin malam?"

Ada jeda panjang dan sangat sunyi. Aku ragu jika panggilannya telah berakhir.

"Jis?"

"Aku di sini." Dia menghela nafas lagi lalu berkata, "Aku hanya tidak membutuhkan banyak tidur. Bagaimana denganmu? Mengapa kau bangun terlalu pagi hari ini?"

Aku tidak sepenuhnya puas dengan jawabannya, tapi biarkan saja.

"Aku menderita insomnia beberapa tahun ini. Aku biasanya hanya tidur beberapa jam di sini dan di sana."

"Itu sangat menyebalkan." Dia bernafas.

"Ya, tapi aku dapat mengambil keuntungan dari sinar matahari pagi."

"Kau itu seorang pekerja keras, bukan begitu, Put?" aku pikir dia tertawa padaku!

"Tidak, aku hanya menikmati apa yang aku lakukan."

"Dan apa yang kau kenakan untuk tidur malam ini?" Astaga! Pergantian topik!

"Selamat malam, Jis." Ucapku mengakhiri pembicaraan.

"Mimpi indah, Puput. Sampai jumpa besok pagi."

Dia memutus panggilannya dan kurang dari sepuluh detik kemudian ada pesan yang masuk.

Tidak sabar menunggu untuk melihatmu besok pagi, dan suatu hari melihat apa yang kau kenakan untuk tidur.

Oh, aku menjentikkan kukuku di kepala ketika aku mengatakan dia sangat manis.

Ada kata-kata "suatu hari" lagi! Aku juga tidak sabar untuk besok. Tidur nyenyak malam ini, Tampan, kau membutuhkan itu. :) xoxo

Untuk pertama kalinya selama lebih dari dua tahun aku tidur dengan cepat, mendapatkan mimpi indah, dan bangun ketika matahari telah terbit.