Astaga, dia adalah laki-laki dengan satu misi.
Jis menyeretku melewati rumah, terengah-engah, matanya liar.
"Kamar tidurmu?" dia mengulangi pertanyaannya, dan aku menunjuk lantai atas, tidak sanggup berkata-kata.
Aku tidak mengingat namaku sendiri! Dan bahkan dia belum menyentuhku.
Wow.
Ketika dia menarikku naik ke lantai atas, aku mendapatkan pemandangan indah dari pantatnya yang kencang, dan membuat perutku mengencang.
"Ke kanan," akhirnya aku menemukan suaraku dan dia menarikku masuk ke dalam kamar tidur, menutup dan mengunci pintu, dan dia menarikku ke pelukannya.
Masih ada banyak cahaya yang masuk melewati jendela dari birunya Pantai White Water, dan untuk beberapa saat aku berdiri dengan lengannya memeluk pinggangku, tanganku di bahunya yang lebar, dan mabuk oleh penglihatan dari wajah indahnya.
"Kau sangat tampan," bisikku.
Dia menyeringai dan menunduk untuk mengendus leherku, perlahan memundurkanku ke ranjang. Terima kasih Tuhan, aku melakukannya pagi ini!
Aku mengharapkan dia mendorongku ke ranjang, tapi yang dia lakukan adalah mundur dariku, tidak menyentuhku sama sekali, dan mata terbakarnya melihat ke atas dan ke bawah tubuhku, akhirnya berhenti di mataku.
"Apa kau yakin dengan ini?"
Apa? "Apa kau ragu?"
"Sial, tidak, aku hanya ingin meyakinkan bahwa ini yang kau mau. Jika kau mengatakan tidak, tidak apa-apa, tapi please, Ya Tuhan, jangan katakan tidak."
Oh wow. Dia memberikanku kontrol, dan aku tidak tahu apakah ini karena apa yang aku katakan di mobil atau dia hanya bersikap sopan, dan jujur, aku tidak peduli.
Ini pilihanku.
Dia adalah pilihanku.
Menatap matanya, dan aku mengatakannya dengan suara penuh keyakinan yang mengejutkan, "Jis, kumohon buat kita telanjang dan bercintalah denganku."
Dia tersenyum, sangat lebar, senyuman yang menghentikan detak jantung dan melepaskan kaus melewati kepalanya.
Whoa!
Tubuhnya penuh dengan otot yang ramping dengan bahu yang lebar. Perutnya terpahat, dengan garis seksi yang turun ke pinggul dan kejantanannya. Lengannya berotot…dia hanya sangat…kuat.
Aku mengangkat tanganku untuk menyentuhnya, tapi dia menggeleng dan tetap tersenyum. "Jika kau menyentuhku, ini akan terjadi lebih cepat dari yang kita berdua inginkan."
Oh. "Kita punya waktu sepanjang malam."
"Dan kita akan mengambil keuntungan dari itu, sayang, percaya padaku. Tapi yang pertama kali harus menjadi spesial."
Aku mulai melepaskan kausku dan dia menghentikanku.
"Aku akan suka melakukannya."
"Kalau begitu cepatlah!" aku mendengar rengekan di suaraku, tapi tidak dapat menghentikan itu, dan aku hanya bisa tertawa dengannya.
"Dengan senang hati," dia menanggalkan celana pendek beserta celana dalamnya dalam satu gerakan cepat, dan tiba-tiba aku mendapatkan pemandangan depan dari seorang Jis Khalifa dalam semua kemuliaannya.
Dia adalah Dewa Yunani. Tubuhnya sempurna.
Dan lebih hebatnya dia menginginkanku!
Dia berjalan ke arahku dan mengambil tepian kausku, melepaskannya melewati kepalaku. Dia menjalankan jari-jarinya di bawah tali bra ku dan bersandar untuk menggigiti leherku, di bawah cuping telingaku.
"Jis," gumamku.
"Santai." Tangannya mencapai punggungku, melepaskan braku dengan tangkas dan menurunkannya melewati lenganku. Dia bekerja dengan cepat pada celana dan celana dalamku, mendorong tangannya di antara kain dan pantatku, mencubitnya lalu perlahan meluncurkan mereka turun ke kaki ku.
Oh, tangannya sangat hebat!
Dia berdiri lagi, mengangkat tubuhku dan tiba-tiba aku terayun di lengannya. Aku mengalungkan lenganku di lehernya, dan dia mencium bibirku lembut ketika menurunkanku ke ranjang.
"Demi Tuhan, kau cantik, Put," bisikannya menyumbat tenggorokanku, aku tidak bisa melakukan apapun selain menutup mata dan berpegangan pada selimut dibawahku.
"Mari kita temukan tato-tato itu."
Aku tersenyum ketika dia mencium dan menjilat payudaraku, lalu melenguh ketika dia menarik satu putingku dengan keras ke dalam mulutnya dan mengulum dengan lidah ahlinya.
Petir menyambar langsung di antara pahaku, dan pinggulku meliuk atas keinginan mereka sendiri. Aku mengerang namanya dan memilin rambut hiitam lembutnya di jariku. Dia menyentuh payudaraku yang lain dan memelintir dengan ibu jarinya.
"Oh, Tuhan!"
Respon tubuhku padanya sangat luar biasa. Aku merasakan dia tersenyum di kulitku, dan dia bergerak turun, tiba-tiba menggulingkan ku ke kanan. "Apa yang kita punya di sini?"
"Mungkin tato yang lain?" suaraku pecah ketika dia membelai pinggul kiriku yang kemudian beralih ke bahuku.
"Tulisan apa ini?"
Itu adalah tulisan, seperti semua tato ku, yang berada di tulang rusukku, tapi aku terlalu sibuk untuk mengingat, untuk bernafas dan untuk berkata.
"Puput, apa arti tulisan ini?" dia menciumi tiap tulisan itu dengan lembut, lengannya memeluk pinggulku, bertumpu pada sikunya.
"Itu artinya, 'Berbahagialah untuk saat ini'."
Aku mengerang, lalu melanjutkan. "'Saat ini adalah hidupmu'."
"Dalam bahasa apa?" jari-jarinya menyapu tulisan itu sekarang. Oh wow.
"Sansekerta."
"Mmmm...Berpindah ke perutmu."
Aku menurutinya dan mengerang ketika dia mencium bahuku, turun ke tulang punggungku dan mulai ke bawah, ke bawah, ke bawah.
"Ya Tuhan, mulutmu terasa sangat baik," erangku dan aku merasakan dia tersenyum di atas kulit sensitif ku.
"Dan ini?" dia menggigiti kulit di antara bahu dan tulang belikatku.
"Bahasa Yunani."
"Apa artinya, cantik?" Oh, Tuhan, tangannya berada di mana-mana, kulitku seperti terbakar, dan dia ingin aku berbicara?
"Mencintai dengan sangat."
"Kau sangat seksi, Put."
"Kau membuatku merasa sangat seksi, Jis."
Dia menggigiti alur ke punggung bawahku.
"Tidak ada tato di belakang?" aku mendengar senyumnya.
"Sial, tidak." Responku.
Mulutnya terbuka, ciuman basah di pantat kiriku, lalu sebelah kanan, dan kemudian aku mendengar nafasnya tertahan.
"Ya Tuhan."
Dia menggigiti paha atasku, tepat di bawah pantat kananku dan aku hampir datang di ranjang.
"Tenang. Yang ini apa?"
Aku tersenyum. "Sebuah tato."
"Oh, kau gadis pintar." Dia menampar pantatku, keras dan aku melenguh.
"Ah!" aku melihat nya dan terkejut, mataku melebar dan dia menyeringai.
"Apa artinya?" dia menaikkan alisnya, menantangku untuk menjawab, dan aku menelan ludah.
Brengsek, tidak ada seorang pun yang pernah menamparku sebelumnya. Ini sangat…seksi.
"Kebahagiaan adalah sebuah perjalanan," bisikku. "Bahasa Perancis."
Dia mengerang dan menciumnya dengan lembut. Aku berbaring, telentang di ranjang dan menikmati gigitan dan ciuman Jis meninggalkan tubuh bagian atas dan turun ke kakiku. Dia berhenti dan memberikan lekukan di kaki kananku ekstra perhatian lagi, membuatku menyeringai dan ingin menutup kakiku dalam waktu yang bersamaan.
Tiba-tiba dia membalikkan tubuhku dan dia meraih kaki kiri ku, menekuk lututku, dan mencium pergelangan kakiku, perlahan naik ke atas. Sangat mengherankan, dia seperti menyembah kulitku.
Matanya memicing ketika dia menangkap pemandangan pusarku yang tertindik, tapi kemudian matanya menjadi gelap ketika dia melihat rambut kewanitaanku yang baru saja dicukur.
"Oh, sayang, apa ini?"
Aku mulai merespon dengan jawaban cerdas tato ku, tapi itu tertahan di tenggorokanku ketika dia membungkukkan kepala hitam seksi itu dan menghujani satu kata di rambut kewanitaanku dengan ciuman ringan.
"Itu artinya, 'Ampunan' dalam bahasa Italia."
Dia memberikan satu ciuman basah lalu merangkak naik, menciumi hati berwarna perak di perutku, naik ke tulang dadaku, sampai dia bertumpu pada sikunya di sisi kepalaku dan dia merapikan rambutku. Mata hitamnya bersinar dengan kebutuhan, mulutnya terbuka, dan aku belum pernah merasa begitu menginginkan, sangat membutuhkan seseorang dalam hidupku.
"Apakah kau punya ide bagaimana menakjubkannya dirimu?" dia menggosokkan hidungnya di hidungku dan menjilat pinggiran bibirku dengan lembut.
Nafasku terengah-engah. "Tidak semenakjubkan dirimu yang membuatku merasa seperti itu."
"Oh, Tuhanku, sayang, aku menginginkanmu." Aku merasakan ereksinya dan aku memiringkan pinggulku mengundang.
"Ya." Aku menggigiti bibir bawahnya.
Dia meraih ke bawah di antara kami dan dengan lembut meletakkan jarinya di klitorisku.
Tubuhku melengkung dan terkejut ketika aku merasakannya sampai ke jari-jariku.
Mulut laparnya berada di tubuhku sekarang, menciumku dengan keras dan dalam, dan tiba-tiba aku merasakan jarinya menyelinap masuk ke bibir kewanitaanku dan dia menggeram di bibirku.
"Sialan, kau sangat basah."
"Aku sangat menginginkanmu."
Dia memasukkan jarinya masuk dan keluar kewanitaanku, lalu dia menambahkan lagi jari-jarinya dan kupikir aku akan mati karena sensasi di sekitar tubuhku. Aku mencengkeram pantatnya dan mengangkat tulang pinggulku.
"Sekarang."
"Tunggu."
Apa? Tunggu?!
Tiba-tiba dia berpindah ke sisi ranjang untuk meraih celana pendeknya dan menarik sebuah bungkusan foil keluar dari saku belakangnya. Aku tersenyum ketika dia menyobeknya, matanya mengunciku dan dia menggulungnya di atas kejantanannya.
Dia menindihku, bersiap di depanku. Jariku menyusuri tulang belakang menuju rambutnya, dan menaikan kakiku, memiringkan tulang pinggulku. Dia menggosokkan hidungnya padaku dan dengan perlahan, oh amat sangat perlahan, masuk ke dalam tubuhku.
"Oh my," aku terengah, ketika dia menutup matanya rapat dan menempelkan dahinya di dahiku.
"Pu-pu-t," dia berbisik terbata-bata.
Dia mendorong ke dalam, sepenuhnya dan berhenti. Ketika aku mulai menggerakkan pinggulku, dia menghentikanku, memicingkan matanya.
"Tunggu."
Aku hanya ingin bergerak, aku ingin dia bergerak keluar masuk tubuhku, membuatku meledak di sekelilingnya, dan dia terlihat sangat tenang.
Aku menekan otot kewanitaanku, hanya sekali, dan ini dia.
"Sial," bisiknya dan dia mulai bergerak keluar masuk, menambah kecepatan. Aku menggerakkan pinggulku dan kami membangun irama yang indah. Bibirnya menciumku lagi, tubuhnya meluncur dan melilitku, dan tangannya menangkup kepalaku, memilin rambutku.
Jari ku meluncur di punggungnya dan dia menarik tangannya turun ke payudaraku, lalu ke pinggulku, dan akhirnya mengaitkan lututku di lengannya, membuka diriku lebih lebar, dan aku merasakan diriku menjadi lebih kencang, membuat bulu kudukku berdiri, dan aku membenamkan wajahku di lehernya.
"Ya, sayang, keluarkan."
Dan aku melakukannya, mengejang di sekelilingnya.
"Oh, Jis!"
Tiba-tiba aku merasakan dia menegang dan mendorong ke dalam tubuhku dua kali, dan dia mengeluarkannya di dalam.
"Puput!"
Nafasku yang terengah mulai mereda dan penglihatanku mulai menjadi jelas, dan aku memeluk Jis di dada. Jariku meluncur di rambut hitamnya yang lembut, dan melihatnya bernafas.
"Maaf, aku berat. Aku akan bergerak satu jam lagi." Dia tidak bergerak, hanya tersenyum.
Menarik rambutnya lalu menunduk dan mencium dahinya.
"Kau hebat," bisikku dan meneruskan memilin rambutnya.
"Hanya hebat?" dahinya berkerut main-main dan menarik keluar dari tubuhku, memutuskan koneksi kami. Dia melepaskan kondomnya, dan berbaring di sampingku, menarikku ke pelukannya.
"Okay, kau lebih dari hebat."
"Bagaimana denganmu?" dia bertanya, serius.
"Aku…," aku mencari kata-kata. "Luar biasa."
"Ya, kau luar biasa." Dia menciumku lembut. "Jadi mengapa dalam bahasa yang berbeda?"
Aku mengangkat bahu dan memalingkan wajah, tapi dia menarik daguku kembali.
"Aku hanya tidak ingin orang lain tahu artinya kecuali aku yang memberithukan."
"Siapa orang yang beruntung itu, Miss Nadia?" dia menaikkan alisnya.
"Kau," bisiku.
"Dan?"
"Kau."
Dia terkejut. "Benarkah?"
"Ya."
Punggung tangannya membelai pipiku, lalu ibu jarinya membelai bibir bawahku dan aku menggigitnya.
"Oh, kau ingin bermain kasar?"
"Mungkin nanti."
"Apa yang ingin kau lakukan?" Oh, dia sangat manis.
"Kupikir aku harus mandi." Aku menyeringai kepadanya dan bangkit, menggoncang ranjang dan berbalik menatapnya.
"Aku suka pantatmu, Put."
Aku tertawa, berbalik dan terkekeh, lalu berjalan ke kamar mandi.
"Sebaiknya kau bergabung bersamaku sebelum aku memakai semua air panasnya!"