Chereads / Datang Padaku / Chapter 9

Chapter 9

"Well, selamat pagi!" aku menyapa Anna ketika aku melihatnya di dapur.

Dia baru saja kembali dari jogging, rambut pirangnya diikat ke belakang, berpakaian sepertiku dalam kaus putih dan celana yoga hitam. Dia meletakkan ampas kopi di lemari es kemudian tersenyum padaku.

"Selamat pagi juga. Dia sudah pergi?"

"Belum, dia akan turun sebentar lagi. Kami akan minum kopi."

"Kau mengundangnya kemari." Itu bukan sebuah pertanyaan.

"Ya."

"Dan mengijinkannya tinggal."

"Ya."

Matanya menajam.

"Sebuah pelanggaran kecil dari kebiasaanmu."

"Aku tahu." Aku mendesah dan mengambil tiga buah mug dari lemari penyimpanan. "Dia berbeda, Ann. Aku tidah tahu ini mengarah kemana, tapi aku ingin mencari tahu."

Dia memukul bahuku dan tersenyum. "Aku ikut senang untukmu, Put."

Aku mendengar Jis berjalan di belakangku dan mata Anna terkesima. Aku tahu, dia hot!

Aku berbalik, tersenyum padanya.

"Jis, ini teman baikku Anna. Anna, ini…"

"Jis Khalifa!" suaranya melengking dan dia sekarang tersenyum, tangannya mengepal, dan Anna melompat-lompat sekarang.

"Ya Tuhan! Ya Tuhan! Ya Tuhan! Jis Khalifa berada di dapur kita!" dia mengayunkan bahuku dan melakukan tarian kecil bahagia.

Apa ini?

Aku menatap Jis dan dia sempurna terdiam. Dia sangat pucat.

Dia menelan ludah dengan susah payah dan melihatku, tapi tidak menyentuhku.

Anna telah menghentikan tarian bahagianya.

"Kau tidak mengatakan selama ini bersama Jis Khalifa!"

"Ku anggap itu kau mengenalnya?" tanyaku, berbisik.

Apa yang aku lewatkan?

Anna berhenti, rahangnya menurun dan matanya melebar.

"Tentu saja aku mengenalnya. Put, dia Jis Khalifa."

"Aku tahu." Jawabku, tapi wajahku memerah dan aku mulai merasa seperti semua orang sedang bercanda dan aku seperti orang bodoh.

"Tidak, Put…"

Jis menemukan kembali suaranya. "Put, aku bisa menjelaskan."

Dia meraihku, tapi aku menghindar dan memutari meja untuk membuat jarak di antara kami.

"Menjelaskan apa?"

"Puput," Anna menelan ludah dan melihat ke arahnya, melihatkan senyum menjengkelkan di wajahnya lalu melihat ku kembali. "Jis Khalifa ini terkenal."

"Apa?" aku memicingkan mataku dan melihat Jis lagi, dan ini semua tiba-tiba menjadi masuk akal.

Jangan pernah mengambil gambarku.

Mengapa kau tidak meninggalkanku sendiri?

Aku tidak menyukai keramaian.

"Dari film Nightwalker, Put." bisik Anna.

Jis tidak mengatakan apapun, dan dia tidak melihat ke arahku. Tangannya berada di pinggang dan kepalanya menunduk.

"Kau berbohong kepadaku." Aku benci bagaimana rusaknya suaraku terdengar.

Kepalanya terangkat dan dia mengunciku dengan mata hitam indahnya. "Tidak, aku tidak membohongimu."

"Aku telah bertanya padamu, lebih dari sekali, apa pekerjaanmu, dan kau terus mengalihkan ku." Oh, ini menyakitkan.

"Aku hanya…" dia mengacak rambutnya. "Put, apa yang aku rasakan padamu..."

"Berhenti." Aku mengangkat tanganku. "Kemarin kau bilang di mobil, tidak ada kejutan."

Dia terdiam.

"Ya Tuhan, aku merasa bodoh." Aku menutup mataku dan ingin menyandarkan kepalaku di meja dan menangis.

"Tidak, Put..." dia berjalan ke arahku tapi aku mundur lagi ke belakang, membuatnya berhenti.

"Tidak, dengarkan aku, Put." Kemarahan memukulku, dan menggetarkanku. "Aku mempercayaimu untuk hal-hal yang tidak aku percayakan pada orang lain. Dan selama ini kau telah berbohong padaku."

"Ini tidak seperti itu…."

"Puput…" Anna melangkah maju, tapi aku menguncinya di tempat dengan tatapan tajam.

"Jadi, aku hanya sebuah lelucon. 'Mari lihat seberapa jauh yang bisa aku dapatkan dari gadis ini sebelum dia menyadari siapa aku'? Well, kau telah tidur dengannya, Jis. Baguslah."

"Tidak!" Jis berjalan memutari meja, mengabaikan peringatanku untuk mundur, lalu mencengkeram bahuku dengan tangannya. Matanya dingin, wajahnya tegang menunjukkan kalau dia terluka.

"Tidak, Put. Hubungan kita bukan lelucon. Dan aku tidak tidur denganmu, aku bercinta denganmu."

Aku merasa sangat malu.

"Semua orang di Negara ini mengenalmu, Jis."

"Tidak semua orang," jawabnya.

"Ya, kau benar, tampaknya aku satu-satunya orang yang tidak cukup pintar untuk mengenalimu." Aku melepaskan cengkeramannya dan berjalan mundur. Dia menjatuhkan lengannya di sisi tubuh.

"Puput," Anna mencoba lagi, "Mengapa kau harus mengetahui siapa dia? Kau tidak pernah melihat film nya."

"Wajahnya berada di jutaan kaus, Anna! Ada tokoh action dalam rupanya."

Jis meringis dan berbalik.

"Gadis-gadis di semua umur memekik padamu seperti lima menit yang lalu dan mereka kehilangan akal! Seharusnya aku dapat mengenali semua wajah! Ya Tuhan, aku adalah seorang idiot." Aku sangat malu, aku hanya ingin berlari. Aku ingin dia pergi. Aku ingin dia memelukku dan mengatakan kalau itu tidak benar.

Apa yang dia inginkan denganku? Dia bisa bersama dengan siapapun di dunia ini, sebenarnya.

"Put..." Jis mencoba mendekatiku, tapi aku mendorongnya, mengabaikan kesakitan di suaranya.

"Pergilah."

"Tidak, aku tidak ingin pergi." Suara indahnya terdengar menderita. Sama denganku. Aku melipat tanganku, mencegahnya memelukku.

"Aku tidak ingin kau berada di sini. Aku tidak bisa bersama dengan seseorang yang berbohong kepadaku." Oh, pergilah.

"Aku tidak berbohong! Put, itu bukan hidupku lagi. Kita harus membicarakan ini."

Aku sudah cukup mendengar, dan aku hanya membutuhkan dia pergi dariku.

"Aku punya satu sesi foto satu jam lagi, aku membutuhkan mandi, dan aku ingin kau pergi setelah aku selesai."

"Kau berlebihan!" suaranya panik, matanya terlihat memohon kepadaku.

"Keluar dari rumahku!" aku berteriak padanya, air mata jatuh di wajahku.

"Put, jangan lakukan ini…"

Aku berbalik dan berlari melewati tangga, menuju kamarku dan masuk ke kamar mandi, mengunci diriku di dalamnya. Aku bersandar di pintu dan menjatuhkan tubuhku, tubuhku bergetar karena tangisan yang seolah merobek tubuhku.

"Put, buka pintunya."

Sial, dia mengikutiku.

"Pergilah." Tidak ada kekuatan yang tersisa di suaraku. Aku hanya ingin dia pergi.

"Aku tidak akan pergi, Sial! Buka pintunya!"

"Tidak." Aku berdiri dan menyandarkan dahiku di pintu, tanganku mencengkeram kayu putih yang dingin.

"Put, bantu aku Tuhan, jika kau tidak membuka pintunya, aku akan mendobraknya. Keluar dan lihat aku." Suaranya terbata-bata dan dekat denganku. Dan dia benar-benar marah. Begitu juga denganku! Aku tidak merespon, dan tiba-tiba Jis memukul dinding di bagian kiri pintu.

"BUKA PINTU SIALAN INI!"

Aku masih tidak merespon, air mataku tumpah lagi.

"Baik, Put, jika kau ingin bertingkah seperti anak kecil, baik. Aku tidak membutuhkan ini." Aku mendengar dia meninggalkan ruanganku dan turun ke bawah.

Bagaimana bisa aku berada di kekacauan ini?

Bagaimana bisa aku tidak mengenalinya? Rambutnya bertambah panjang, dan ini telah lima tahun sejak film terakhirnya keluar, tubuhnya lebih berisi, dan dia semakin berumur, tapi bagaimana mungkin aku tidak mengenali wajah tampan itu?

Tiba-tiba, aku teringat percakapan kami ketika kami minum di pub.

Jika aku harus melihat satu lagi film trailer tentang vampire, aku akan membunuh diriku sendiri.

Ya Tuhan. Mungkin kah ini bisa lebih memalukan lagi? Jis membintangi tiga film vampire yang tidak hanya berjalan baik, tapi menjadi seperti sensasi yang sangat besar, yang kau tidak mungkin bisa pergi kemanapun tanpa melihat berita tentang bintang-bintangnya, atau merchandise nya.

Dan aku baru saja menghabiskan empat puluh jam untuk jatuh cinta dengan seorang laki-laki yang sangat cocok denganku.

Mengapa dia tidak memberitahuku? Mengapa dia membuatku menceritakan semua rahasiaku dan dia tidak memberitahuku satupun dari rahasianya?

Aku merangkak ke dalam tub dan menyalakan air. Aku harus berada dalam kondisi yang sepenuhnya baik untuk sesi ini. Aku menunduk. Klien hari ini adalah pasangan, dan aku akan mengambil foto intim mereka, mendorong mereka untuk saling mencintai, bersikap romantis.

Brengsek.

Aku mandi dengan cepat, tetapi membiarkan air menyiram wajahku lebih lama. Aku akan terlihat kacau dengan mata yang merah dan sembab.

Setelah aku mengeringkan tubuhku dan berpakaian, aku mengeringkan rambutku dan menggulungnya. Aku memeriksa wajahku. Yep, merah, dan sembab.

Aku tidak ambil pusing dengan make-up dan berdoa agar mataku membaik dalam waktu tiga puluh menit. Aku hanya perlu menyelesaikan sesi ini, lalu aku bisa bergelung di ranjangku dan menangis berhari-hari semauku. Hanya harus melewati dua jam dan tidak memikirkan Jis.

Aku melongokkan kepalaku keluar dari kamar mandi dan mendapati kamar tidur ku kosong. Terimakasih Tuhan. Dinding di samping pintu dimana Jis memukulnya tampak tidak terlalu rusak. Dia tidak memukulnya dengan keras. Aku berjalan ke sisi kamar tidur dan mengintip lewat jendela. Mobil Jis telah pergi dari halaman depan rumahku.

Dia pergi.

Di bawah, Anna masih berada di dapur, mug kopi di tangannya, dia menangis.

"Put, aku sangat minta maaf."

Aku mengangkat tanganku menyerah. "Ini bukan salahmu. Aku tidak bisa membicarakan ini sekarang, Ann. Aku mempunyai sesi foto dalam beberapa menit lagi.

"Dia terlihat hancur, Put."

"Kumohon Berhentilah."

"Kau harus bicara dengannya."

"Berhenti! Ann, aku tidak bisa membicarakan ini."

Suaraku tertahan dan aku mengambil nafas panjang, berharap air mata tidak turun dari pelupuk mataku.

"Okay, kita akan membicarakan ini setelah sesi mu berakhir."

"Tidakkah kau harus pergi bekerja?" tanyaku.

"Aku meminta ijin. Aku akan di sini bersamamu." Dia memberiku senyuman kecil.

"Aku mencintaimu, Ann." Aku akan beranjak pergi, tapi sebuah pemikiran muncul di benakku. "Bisakah kau melakukan sesuatu untukku?"

"Tentu, apa itu?"

"Lepaskan spreiku dan cuci semua yang berhubungan dengan ranjang?" aku tidak bisa bertahan dengan mencium bau tubuhnya nanti ketika aku berkutat mengasihani diri sendiri.

"Pasti."

Itu adalah sesi terburuk sepanjang hidupku. Aku tidak fokus, sedih, dan gelisah. Pasangan itu sangat hebat, mereka saling mencintai, seksi, dan aku tahu aku mendapatkan beberapa foto yang bagus, tapi aku merasa sangat buruk bahwa ini bukan sesi yang menyenangkan seperti yang biasa aku lakukan, aku akan mengembalikan biaya pemotretan ini. Setidaknya itu yang bisa aku lakukan.

Aku mengganti pakaianku dengan celana pendek warna khaki dan tank top biru, berterimakasih pada Tuhan untuk teman baik ku ketika aku melihat ranjang ku telah berganti sprei, dicuci dan ditata ulang. Otot-otot ku mengingatkanku tentang aktifitas kemarin malam, dan dengan semua kejadian yang menegangkan ini, membuat hati ku hancur.

Di lantai bawah, aku mengambil iPhone ku untuk memeriksa pesan dan panggilan tidak terjawab, mengambil segelas teh manis dari dalam lemari pendingin dan bergabung dengan Ino di teras belakang.

"Bagaimana sesi mu?" tanyanya.

"Buruk," jawabku dengan dengusan dan rebah di kursi malas yang empuk.

"Maaf."

"Aku akan mengembalikan uang mereka, tapi kupikir mereka akan tetap senang dengan foto-fotonya." Aku menghidupkan ponselku dan mengambil nafas panjang.

"Kau yakin ingin memeriksa itu?" Anna bertanya dari kursi malas di belakangku. Matanya tertutup dan menikmati sinar matahari.

"Aku harus memeriksa barangkali ada klien yang meneleponku. Aku akan mengabaikan nya." Aku menolak menyebutkan namanya dengan keras.

Aku mendapatkan tujuh panggilan tak terjawab, lima pesan suara dan tiga pesan menunggu ku.

Tidak ada pesan dari Jis sama sekali, dan aku kecewa. Dia berkata dia tidak membutuhkan ini, jadi itu berarti bahwa kami berakhir, seperti ini? Sepertinya memang iya.

Jis Khalifa bisa mendapatkan siapapun, mengapa dia menginginkanku?

Aku mematikan ponselku, melemparnya ke meja di samping minumanku dan menarik lututku hingga menyentuh dagu, menyandarkan dahiku dan membiarkan air mataku turun.

"Oh, Put, jangan menangis." Anna merangkak di kursi malas dan memelukku.

"Aku hanya merasa sangat bodoh," aku menggumam di bahunya.

"Kau benar-benar tidak tahu siapa dia?"

"Tidak. Dia terlihat berbeda sekarang." Jawabku membela diri.

"Ya. Dia terlihat lebih berumur."

Dia tersenyum ketika berbicara, dan aku pun menyetujuinya.

"Ya, benar." Aku mendesah. "Tentu saja, sekarang aku melihatnya. Seharusnya aku tau dengan segera ketika dia merampok ku di pantai."

"Mungkin kau hanya terlalu terkejut."

"Mungkin, tapi alasan apa yang ku dapat setelah itu? Aku menghabiskan hampir dua hari penuh dengan laki-laki itu, Ann."

"Hey, berhenti menyalahkan dirimu sendiri. Kau telah menikmati laki-laki seksi, dan manis dalam dua hari. Itu bukanlah suatu kejahatan."

"Aku menceritakan padanya banyak hal. Aku menceritakan tentang ibu dan ayah, pemerkosaan itu, dan semuanya. Aku bahkan memperlihatkan studioku padanya."

Anna melihatku dengan matanya yang melebar. "Dan kau melakukan seks di ranjangmu."

"Jangan ingatkan aku."

"Bagaimana reaksinya dengan semua itu?"

Aku duduk dan menyesap teh ku. "Dia terlihat sedih mengetahui bahwa ayah dan ibu telah meninggal. Pemerkosaan itu membuatnya geram, dan dia ingin membunuh orang hina itu. Dia suka dengan studionya, dan berkata bahwa itu seksi dan aku berbakat."

"Well, itu semua terdengar menggembirakan."

"Dan tadi malam sangat..." bagaimana aku menggambarkannya? "Luar biasa dan sangat indah. Dia menyukai lekuk tubuhku dan ketika dia menyentuhku, sangat… wow." Aku tidak bisa menghentikan senyum di bibirku dan Anna ikut tersenyum.

"Kau melakukannya dengan Jis Khalifa."

Dan senyumku pun menghilang.

"Maafkan kau, tapi berikan aku lima menit untuk bertanya. Apakah ketika telanjang di kehidupan nyata sama panasnya dengan ketika dia telanjang di dalam film?"

"Dia telanjang di dalam film?!" aku memekik.

"Dari belakang, ya. Itu bagian favoritku."

Oh aku benar-benar tidak suka bahwa semua orang di White Water pernah melihat pantat Jis.

"Ku pikir pantatnya lebih baik di kehidupan nyata." Jawabku.

"Oh, kau membunuhku!" Anna terdengar seperti remaja berumur lima belas tahun dan membuatku terkekeh. "Kau tahu, dia tidak bermain film baru sejak Nightwalker lima tahun yang lalu."

"Mengapa?" tanyaku penasaran.

"Aku tak tahu." Anna mengangkat bahu dan merangkak kembali ke kursi malasnya, menyesap teh ku. "Gosip mengatakan bahwa ada beberapa fans gila yang merusak rumahnya dan melukai diri mereka sendiri."

Aku terkejut. "Apakah dia terluka?"

"Tidak, ku pikir tidak. Ku pikir dia tidak berada di rumah. Tapi siapa tau seberapa besar apa yang dikatakan televisi dan tabloid itu benar? Ku dengar dia langsung menghilang dan berhenti berakting. Aku tidak pernah tahu dia pindah kesini."

"Dia berasal dari sini," aku memberitahunya. "Keluarganya tinggal di sekitar sini."

"Oh, keren." Anna melihat ke arahku seperti sedang menilai sesuatu. "Apa kau yakin kau telah berakhir dengannya, Put? Seharusnya kau melihatnya setelah kau kabur darinya pagi tadi."

"Apa yang dia lakukan?"

"Well, ekspresinya sangat buruk, tapi kemudian, sama sepertimu. Dia berjalan mondar-mandir dan mengumpat, dan aku mencoba untuk menghentikannya untuk mengejarmu karena aku tahu itu bukan cara yang tepat untuk meluruskan sesuatu."

"Tidak, aku tidak ingin melihatnya."

"Dia kacau. Dia sangat menyukaimu. Ku pikir kau seharusnya mencari tahu tentangnya, dia yang sesungguhnya, lebih baik dan berikan kesempatan."

Aku mengernyit. "Disamping itu, aku belum pernah melihatmu bersikap seperti ini kepada laki-laki sebelumnya. Jangan menyerah pada hal ini dulu."

"Dia berbohong padaku, dan kau tahu bagaimana perasaanku!"

"Oh, Put, coba pikir. Pernahkah kau berhenti dan berpikir bahwa mungkin itu adalah perubahan yang baik untuknya, untuk bersama dengan seseorang yang tidak menginginkan apapun dari dirinya? Yang tidak mengenalinya dan menjerit dan bertanya hal yang bodoh padanya? Dia hanya laki-laki normal yang ingin berkencan dengan gadis normal. Aku tidak ingin kau mengacaukannya."

Aku berpikir keras tentang apa yang Anna katakan, dan ya, itu masuk akal.

"Dia seharusnya memberitahuku, kemarin." Sekarang aku merajuk dan aku tak peduli.

"Kau benar. Maafkan dia. Mungkin kau akan mendapatkan beberapa hadiah yang menarik atas kesepakatan itu. Berlian? Wine? Bunga?" Dia tertawa ketika aku menjulurkan lidah padanya.

"Tidak hari ini."

"Jangan bermain-main dengannya, Put."

Aku cemberut. "Aku tidak bermain apapun. Dia melukai perasaanku. Aku hanya ingin bersama dengan teman baik ku dan melakukan kegiatan para gadis hari ini. Di samping itu, ketika dia pergi dari kamarku, dia berkata dia tidak membutuhkan ini semua, jadi ku pikir dia sudah tidak tertarik lagi."

"Oh, dia tertarik," dia mengibaskan pergelangan tangannya. "Ingin pergi belanja?" tanya nya penuh harap.

"Tidak. Ironisnya, aku ingin pergi nonton. Tapi tidak dengan Jis Khalifa di dalamnya."

"Okay, tidak ada lagi namanya di sana. Ku pikir kita membutuhkan ekstra mentega di popcorn kita."

"Dan tanpa soda diet. Dan karena kau mengenalinya sebelum aku, kau yang traktir."

Anna mengerucutkan bibirnya ketika kami mengumpulkan barang-barang kami dan masuk ke dalam mobil, pergi ke bioskop untuk menonton film di sana dimana aku bisa menyerahkan diriku pada cerita orang lain dalam beberapa jam ke depan dan menghabiskan waktu bersama dengan satu orang yang paling aku percayai di dunia

.