Satria kembali ke kamarnya pada pagi hari. Tidak ada yang tahu kemana ia pergi semalam. Satria yakin jika Mariposa tak akan bilang pada siapapun bahwa ia pergi meninggalkan gadis itu sendiri saat malam pertama mereka. Jika Tuan Badra tahu, mungkin nyawa Satria adalah taruhannya.
Satria menutup pintu kamar dengan perlahan ketika melihat bidadarinya sedang tertidur pulas diatas kasur mereka. Mariposa membuang semua kelopak bunga mawar itu sembarang sehingga lantai kamar mereka menjadi kotor dan berantakan. Mungkin Mariposa terlalu lelah untuk membersihkannya dengan benar. Satria juga melihat lilin-lilin yang semalam terpajang dengan rapi diberbagai tempat kini berada di kotak sampah. Mariposa membuang semuanya.
Satria melepas sweater rajutnya lalu berjalan mendekatin Mariposa. Lihat bagaimana cara Mariposa tidur. Berantakan. Gadis itu tak bisa menempatkan kepalanya dengan benar saat tidur. Bahkan selimut yang seharusnya menutupi tubuh Mariposa pun harus berakhir dilantai.
"Mungkin kau akan berpikir seharusnya kau tidak pergi meninggalkannya."
Marvel tiba-tiba muncul dari balkon. Satria bahkan tidak menyadari sebelumnya jika pintu balkon terbuka. Sial. Satria ketahuan.
"Kau menemaninya?" Tanya Satria.
Marvel tersenyum sambil mengangguk.
"Dia membutuhkan aku."
"Lalu sekarang kau sudah tahu dan akan melaporkan aku pada Tuan?" Selidik Satria.
Marvel tertawa kecil. "Kau terlihat sangat ketakutan jika Tuan tahu hal ini. Apa karena ibumu?" Ucap Marvel sambil berjalan mendekat.
Marvel pun melirik Mariposa yang masih terlelap. Marvel tersenyum kecil. Mariposa bahkan tidak tidur dengan baik karena suaminya sendiri. Marvel sedikit kasihan pada Mariposa jika mengingat bagaimana Mariposa menceritakan tentang Satria semalam. Andai saja Satria tahu jika Mariposa sangat mencintainya. Dan andai saja Marvel dapat memberitahu hal itu pada Satria. Mungkin gadis itu tak akan merasa kesepian dan sedih lagi di lain hari.
Tapi Mariposa sudah memintanya untuk tak memberitahu Satria tentang perasaannya.
"Kau kakaknya?" Tanya Satria.
Satria memutuskan untuk duduk di tepi kasur. Ia tak bisa melihat wajah manis Mariposa ketika tidur karena rambut panjang gadis itu menutupi.
Marvel menggeleng. "kau tahu dengan sangat jelas bahwa semua anak Tuan Badra adalah gadis."
"Satria, aku hanya ingin mengingatkanmu. Sekarang kau harus bersiap-siap untuk bulan madu kalian. Dan sebaiknya gunakan kesempatan ini, jangan tinggalkan dia lagi disana. Mariposa hanyalah gadis kecil yang malang. Sebaiknya bangunkan dia karena kakak-kakaknya menunggu kalian dibawah." Ucap Marvel.
"Dan satu hal lagi. Jika kau meninggalkannya lagi Tuan Badra akan langsung tahu. Aku jamin itu. Ingat itu baik-baik." Lanjut Marvel sebelum meninggalkan kamar itu.
Satria termenung sesaat. Yah, dia baru saja bertindak bodoh. Tindakan yang mungkin bisa membuat Tuan Badra menghentikan biaya pengobatan ibu Satria karena sudah menyakiti putri kecilnya. Satria tidak bisa membayangkan jika segala peralatan yang menempel pada ibunya itu dilepas. Hidupnya akan hancur saat itu juga.
Satria pun melirik istrinya yang masih tertidur pulas. Rambut-rambut itu menutupi wajah Mariposa yang terlelap. Satria pun segera menyingkirkan rambut itu agar bisa melihat wajah sang istri dengan jelas.
Mariposa sangat polos dan cantik jika sedang tidur. Tapi sayangnya, Satria tidak mencintai gadis itu. Satria hanya cinta pada harta gadis itu. Ya, Satria cinta harta gadis itu demi ibunya yang sakit. Sekali saja Satria menyakiti istrinya, maka tak ada harapan lagi untuk ibunya hidup.
"Mungkin aku harus berjanji tidak akan meninggalkanmu lagi."
~~
"Pengantin baru kita sudah bangun!" Pekik Inez.
Semua orang yang ada di ruang makan pun langsung melirik Satria dan Mariposa. Termasuk Tuan Badra. Mariposa tersenyum hangat. Hatinya menghangat ketika melihat kursi makan yang penuh dengan para kakaknya beserta suami mereka. Sudah lama sekali Mariposa merindukan pemandangan ini. Bahkan rumah yang biasanya hening kini tampak ricuh karena mereka.
"Hey, diam saja? Ayo duduk." Sahut Stella.
Satria memandang Mariposa bingung. Lalu Mariposa mengangguk dan segera mengajak Satria duduk.
"Kenapa kalian tidak bilang jika akan menginap disini?" Tanya Mariposa.
"Kenapa? Tidak suka ya? Kau takut kami akan memonopoli ayah? Hihi." Ucap Zanna.
Mariposa menggeleng dengan cepat.
"Kalau aku tahu kan aku jadi tidak usah bersedih usai acara karena harus kehilangan kalian lagi, kak."
"Ini piring kalian." Sahut Inez.
Satria hanya diam dan baru akan memulai kegiatan sarapannya. Sangat asing dan canggung. Mungkin jika Mariposa adalah gadis yang dicintainya, Satria akan senang dengan kebersamaan saat ini. Tapi Satria justru merasa risih dan tak nyaman sekarang.
Tiba-tiba Mariposa menggenggam tangannya.
"Biar ku perkenalkan mereka. Kemarin kan tidak ada kesempatan untuk berkenalan." Ucap Mariposa.
"Dia Inez, kakak pertamaku. Dan itu suaminya, Fahrezi." Kata Mariposa sambil menunjuk Inez.
"Panggil saja Rezi." Balas Fahrezi dengan wajah masam.
Inez pun tertawa geli seraya merangkul suaminya.
"Maaf Satria, dia agak sensitif dengan namanya." Kata Inez.
"Dan yang rambut sebahu itu kakak keduaku, namanya Zanna. Suaminya bernama Evan." Lanjut Mariposa.
Satria tersenyum kecil saat Zanna melihat kearahnya.
"Dan yang terakhir Stella. Dia paling cerewet di rumah ini. Suaminya-"
"Suamiku Rio, dia sedang ada tugas mendadak tidak bisa menginap semalam. Senang bertemu denganmu Satria." Potong Stella dengan cepat.
Satria tersenyum tipis melihat wanita yang berdandan agak nyentrik diantara yang lain. Stella tampak sangat stylish.
"Sudah cukup? Bisa kita mulai makan?" Sahut Tuan Badra yang mulai bosan menunggu.
"Tentu ayah!"
Mereka pun memulai sarapan bersama. Selama makan, Tuan Badra pun menyempatkan diri untuk melirik menantu barunya. Satria tampak menikmati makanannya pagi ini. Tak peduli dengan kebisingan yang Mariposa dan saudara-saudara nya buat.
"Hari ini kalian akan berangkat bulan madu. Semua sudah siap?" Sahut Tuan Badra.
Mariposa dan Satria pun langsung meliriknya.
"Tentu ayah, semua sudah siap." Jawab Mariposa semangat.
Inez dan suaminya terkekeh melihat Mariposa yang begitu bersemangat menyambut bulan madunya.
"Kau terlihat sangat terburu-buru. Apa yang semalam kurang memuaskan?" Goda Stella.
Mariposa menunduk. Satria pun melirik istrinya yang tampak murung sesaat.
"T-tentu saja, kami tidak akan puas jika hanya melakukan sekali." Balas Mariposa.
Seluruh orang di ruangan itu pun tertawa.
"Wah, adikku sudah dewasa rupanya." Cibir Zanna sambil tersenyum geli.
"Kau tahu Mariposa? Zanna bahkan belum mengerti hal itu ketika menikah denganku." Kata Evan.
Satria hanya tertawa kecil. Berusaha terlihat asik ditengah keluarga itu. Satria tak sengaja melihat Marvel yang berdiri diambang pintu. Marvel menatapnya datar lalu pergi begitu saja.
~~~
Mariposa menatap takjub dengan apa yang dilihatnya. Kini ia tengah berdiri menatap keluar jendela kaca yang besar. Laut yang begitu biru menyegarkan, pasir pantai yang terlihat begitu bersih, dan langit yang biru. Semua pemandangan itu sangat indah. Bahkan terlalu indah untuk bulan madu mereka. Mariposa tidak percaya jika sang ayah memberikannya hadiah pernikahan dengan semua pemandangan indah ini. Ini akan menjadi bulan madu terindah untuk Mariposa.
Bahkan semua keindahan ini bisa dilihat dari kamar mereka. Pagi,siang,dan malam Mariposa bisa melihat semua keindahan itu sambil berbaring di atas ranjang bersama sang suami.
Suami? Oh, Mariposa sudah mengharapkan hal-hal indah yang akan ia dan Satria lakukan selama disini. Mariposa pun melirik ranjang king size yang serba putih itu. Ranjang yang sangat nyaman dan akan menjadi tempat paling memabukkan ketika malam hari. Membayangkan bagaimana tangan lelaki itu mulai menyentuhnya. Pipi Mariposa pun bersemu merah.
"Mariposa." Panggil Satria.
"Ya?"
Mariposa melihat suaminya yang meletakkan barang-barang mereka di sofa. Begitu menyesalnya ia karena tak membantu Satria mengangkut barang mereka. Mariposa terlalu senang dan tak sabar untuk melihat kamar yang akan mereka huni selama beberapa hari hingga meninggalkan Satria dengan barang-barang. Kini Satria tampak kelelahan dan langsung duduk bersandar di sofa. Mariposa pun berjalan mendekat dan duduk disamping Satria.
"Maaf, harusnya aku membantumu membawa barang." Kata Mariposa menyesal.
"Tidak apa."
"Kau lelah?"
Satria melirik Mariposa sebentar.
"Sedikit."
Mariposa tentunya kurang senang mendengarnya. Karena mereka masih harus melakukan banyak kegiatan. Walau waktu mereka masih panjang, tapi gadis itu tidak sabar bersenang-senang dengan suami sahnya.
"Kau bisa jalan-jalan sendiri kan?" Tanya Satria.
Mariposa mengangguk pasrah.
"Oh ya, malam tadi Marvel datang ke kamar ya?" Ucap Satria sambil membuka jaketnya.
"Bagaimana kau tahu?"
"Hanya mendengar."
"Maaf, itu kebiasaan. Tapi aku-"
"Tidak perlu minta maaf. Marvel itu sudah seperti kakak mu ya?" Potong Satria dengan cepat.
Karena sesungguhnya Satria malas dan tidak ingin mendengar permintaan maaf dari Mariposa. Toh untuk apa juga gadis itu meminta maaf ketika Satria tidak mengharapkan apa-apa.
"Ya, dia seperti kakak. Dari aku kecil dia menemaniku. Bahkan dari saat ia masih sangat kecil untuk mengurusku hingga remaja. Marvel selalu membantu ayah mengurusku. Sangat baik kan, padahal seharusnya di usia itu dia sibuk bermain dan mencoba hal-hal baru bukanya mengurus bayi." Jelas Mariposa.
Satria pun mulai tertarik dengan obrolan mereka. Lebih tepatnya, ia ingin tahu lebih dalam kisah tentang keluarga Parviz yang terkenal memiliki kepala keluarga kejam itu. Apalagi setelah melihat Mariposa yang sangat lembut dan halus, tak seperti ayahnya yang kejam dan kasar.
"Dari kau masih bayi? Memang ibumu kemana?" Tanya Satria penasaran.
Mariposa pun menatapnya dalam diam. Tatapannya sulit diartikan.
"Ah, maaf. Aku hanya ingin tahu. Tak usah dijawab."
"Ibu meninggal saat usiaku baru beberapa bulan. Sebenarnya rahimnya sudah terlalu lemah untuk melahirkan aku. Aku divonis untuk digugurkan. Tapi dia tetap berusaha. Dokter bilang jika ibu tidak akan selamat saat melahirkan. Tapi nyatanya dia berusaha bertahan hidup beberapa bulan demi bisa menggendong dan memberiku ASI." Jelas Mariposa.
Setelah menceritakan itu Mariposa jadi terlihat murung dan sedih. Satria pun segera merangkul Mariposa walau awalnya dia ragu. Tapi ialah penyebab Mariposa menceritakan hal yang tidak seharusnya diceritakan. Dan Mariposa terasa hangat saat Satria merangkulnya. Gadis itu tersenyum hangat pada Satria.
"Terimakasih." Ucap Mariposa tulus.
"Mau jalan-jalan?" Tawar Satria.
Dengan semangat Mariposa mengangguk.
"Aku ganti baju dulu."
Mariposa langsung loncat membuka kopernya dan segera berganti baju. Satria tersenyum kecil. Ia hanya sedang berusaha menghibur sang istri. Walau sebenarnya Satria lelah dan malas, tapi tidak ada salahnya juga ia menikmati segala pemandangan yang ada disini.
Sekalian..pendekatan mungkin?
~~
Sesuai perkataannya, Satria benar-benar mengajak Mariposa jalan-jalan. Mulai dari berkeliling, berjalan di pesisir pantai, berkuliner hingga melihat segala toko yang ada. Walau mereka belum tertarik untuk membeli oleh-oleh. Mereka melakukan semuanya dalam satu hari. Padahal masih banyak sisa waktu yang ada. Mereka melakukan semuanya seperti mereka akan mati besok.
"Sangat indah ya." Gumam Mariposa. Matanya lurus menatap laut yang begitu biru.
Satria meliriknya sebentar lalu kembali fokus melihat ombak yang tak pernah lelah menyapu pesisir.
"Kau belum pernah kesini?" Tanya Satria.
"Pernah sekali. Itupun sudah sangat lama. Ayahku kan gila bekerja dan suka sekali mengurung anaknya dengan buku-buku."
Keduanya tampak menikmati pemandangan yang ada. Pantai pun sepi, hanya ada beberapa orang yang lewat. Seolah pantai itu memang sengaja sedang dipesan untuk mereka berdua hari ini. Satria diam-diam senang karena bisa menikmati semua ini. Terlebih ada gadis cantik disampingnya.
"Mau kesana?" Tawar Satria sambil menunjuk beberapa penjual aksesoris.
"Ayo!" Mariposa langsung menggenggam tangan Satria tanpa meminta izin.
Satria pun menahan langkahnya karena terkejut dengan tindakan itu. Mariposa menoleh dan melihat raut wajah Satria yang bingung menatap tangannya sedang digenggam. Sadar karena terlalu gegabah, Mariposa segera melepaskan tangannya.
"A-ah, maaf. Tidak sengaja."
Satria tersenyum miring. "Ayo."
Satria berjalan lebih dulu didepan Mariposa. Diam-diam Mariposa tersenyum merasakan debaran jantungnya saat melihat bahu yang berjalan didepannya. Semakin ia mendekat maka semakin hangat rasanya. Satria tampak sangat tampan bahkan jika dilihat dari belakang sekalipun. Ya, itu bagi Mariposa seorang.
"Wah, cantik sekali." Puji Mariposa pada sebuah boneka beruang besar dengan pita di telinganya.
"Kau memuji sebuah boneka?" Cibir Satria.
"Hey, kalung ini begitu cantik." Puji Mariposa pada sebuah kalung.
Satria tertawa sinis. Mariposa baru saja mengabaikannya.
"Jangan lama-lama. Aku haus." Sahut Satria lalu berjalan pergi.
Mariposa mendecih. Suaminya baru saja meninggalkannya. Padahal baru tiga menit ia melihat-lihat di penjual aksesoris itu. Bahkan Satria benar-benar tak berniat menunggunya. Satria sudah berjalan lumayan jauh dari tempat Mariposa. Setelah selesai dengan urusannya, Mariposa segera berlari mengejar Satria.
"Sat, tunggu aku!" Pekik Mariposa.
Satria pun tak mendengarnya. Pria itu dengan santai berjalan lurus ke depan tanpa menoleh ke belakang sedikitpun.
Sampai akhirnya gadis itu berhasil menyusul Satria. Mariposa langsung menahan tangan Satria untuk berjalan lagi.
"Kenapa?" Tanya Satria sambil melihat tangannya yang sedang dipegang Mariposa.
Mariposa berkeringat dan sibuk mengatur nafasnya. Apakah ia keterlaluan karena membiarkan gadis itu berlari?
"Sini."
Mariposa menarik salah satu tangan Satria. Hanya butuh waktu satu menit, sebuah gelang sudah melingkar dengan sempurna ditangan lelaki itu. Gelang yang sederhana namun tetap memiliki kesan indah didalamnya. Gelang berwarna hitam putih itu sangat pas dengan Satria.

Satria menatap Mariposa bingung.
"Itu hadiah dariku. Mungkin bisa disebut hadiah pernikahan? Hehe" Ucap Mariposa sambil tersenyum geli.
Satria hanya mengangguk lalu melanjutkan langkahnya ke suatu tempat.
"Jangan sampai hilang ya, Sat." Bisik Mariposa tepat ditelinga Satria.
Gadis itu pun langsung berjalan lebih dulu didepan Satria yang mematung di tempat akibat perkataannya. Entah karena perkataannya atau karena sikap Mariposa yang tiba-tiba begitu dekat hingga harum nafas gadis itupun terasa.
~~
Setelah merengek dengan luar biasa, Mariposa tetap tidak bisa meruntuhkan batu yang Satria miliki. Mariposa sangat ingin melihat sunset secara langsung di tepi pantai. Sambil duduk dan menyandarkan kepalanya ke bahu Satria. Tapi semua itu hanya keinginan semata. Satria tetap bersikap cuek dan tetap ingin kembali ke kamar dengan alasan lelah atau Mariposa bisa melihat sunset dari balik jendela kamar mereka yang memperlihatkan pemandangan pantai. Menyebalkan memang. Tapi Mariposa tetap bersabar. Ia yakin dan percaya pada hari-hari berikutnya.
Mariposa berdiri di balik jendela besarnya sudah siap untuk melihat proses terbenamnya matahari walau hanya dari balik jendela.
"Kau bisa melihatnya dari sini secara jelas." Sahut Satria yang sudah berada di balkon kamar mereka.
"Ide bagus."
Mariposa pun ikut bergabung dengan Satria. Tapi tak lama. Satria langsung masuk ke dalam saat Mariposa hendak menyandarkan kepala ke bahunya.
"Kau tidak suka melihat sunset ya?" Tanya Mariposa.
"Tidak juga. Lebih baik perhatikan matahari yang mulai turun itu daripada memperhatikan kegiatanku." Protes Satria saat Mariposa malah memperhatikannya membongkar tas.
Mariposa langsung memalingkan wajahnya. Diam-diam Mariposa tersipu karena ketahuan sedang memperhatikan suaminya sendiri. Tapi bukankah itu wajar? Toh yang dilihatnya juga suami sendiri, sudah sah pula. Mariposa mulai mengamati matahari yang perlahan mulai tenggelam seolah menyelam ke dalam air laut yang begitu biru pekat. Terlalu terpesona dengan keindahan, Mariposa sampai tidak sadar jika Satria sudah tidak ada disebelahnya. Satria memutuskan untuk mandi lebih dulu agar bisa beristirahat dengan cepat.
Jarang sekali pria itu berjalan-jalan seharian seperti ini. Biasanya Satria hanya nganggur di rumah saja sambil menonton TV.
..
"Apa-apaan?"
"Hm?"
Mariposa langsung menatap tak suka pada Satria yang baru saja keluar dari kamar mandi. Satria sudah siap dengan kaos oblong dan celana bola nya sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil.
"Kenapa?" Tanya Satria yang tak terima mendapat tatapan seperti itu dari istrinya.
Mariposa pun menghela nafasnya. "bagaimana dengan mawar mawar nya?"
Kali ini Mariposa membicarakan mawar mawar yang berserakan di bath tub.
"Mawar yang di air itu?"
Mariposa mengangguk sambil mengerucutkan bibirnya.
"Tenang saja, aku mandi menggunakan shower. Sama sekali tak menyentuh bak itu."
"Lalu kenapa kau mandi duluan?" Tanya Mariposa sedikit membentak.
"Ohh, jadi harusnya kau dulu ya yang mandi? Kau tidak bilang. Hehe. Maaf."
Menyebalkan memang. Satria sangat menyebalkan dan pandai merusak suasana. Mariposa kesal dan menatap pria yang kini tengah berbaring di sofa dengan santai. Mungkin karena pernikahan ini hanya keinginan sepihak jadinya Satria tak mencintai Mariposa atau bahkan sama sekali tak berminat meliriknya. Mariposa padahal sudah membayangkan jika Satria akan mengajaknya mandi bersama atau meminta 'hak' nya sebagai seorang suami ketika lelaki itu ingin cepat kembali ke kamar. Nyatanya Mariposa salah total.
Mungkinkah Mariposa terlalu berharap?
Tentu tidak. Menurut Mariposa berharap pada suaminya sendiri adalah hal yang wajar. Tak peduli jika pernikahan mereka hanya sebatas keterpaksaan sebelah pihak. Namanya menikah itu artinya mereka sudah bersatu dan harus belajar saling mencintai dan menjaga satu sama lain kan?
Masih ada hari esok dan esoknya.
Dan seterusnya Mariposa akan menunggu Satria benar-benar melihatnya sebagai seorang 'istri'.
Mungkin tidak terjadi malam ini.
Tapi entah besok dan seterusnya.
.
Bersambung..