Tadi malam sepertinya sangat 'lancar' untuk Satria dan Mariposa melakukannya sebagai pasangan pengantin baru.
Satria kini berdiri di balkon sambil bersandar pada pagar lalu menatap istrinya yang masih tertidur pulas. Sebenarnya hari ini masih terlalu pagi. Atau bisa dibilang masih dini hari. Wajar saja jika Mariposa belum mau membuka matanya.
Satria menahan tawanya melihat Mariposa yang semakin meringkuk ke dalam selimut. Gadis itu pasti kedinginan karena angin yang masuk melalui pintu balkon cukup kencang dari arah laut. Satria pun sebenarnya kedinginan. Apalagi hanya mengenakan kaus tipis dan celana pendek.
Tapi mau tak mau Satria harus bangun lebih awal karena merasakan pegal di badannya. Padahal hanya tidur di sofa. Tapi badan Satria sudah mulai manja. Bahkan sofa yang ia tiduri semalam saja lebih empuk dan lebih hangat dari kasur lantai tipisnya di rumah. Satria hanya menduga jika ia masuk angin karena kaget dengan angin pantai. Maklum saja, ini pertama kalinya Satria pergi ke pantai selama dua puluh tiga tahun hidup.
Jangan tanya bagaimana mereka berdua tadi malam.
Saat Mariposa mandi dengan rasa kesalnya, Satria langsung tertidur di sofa. Ia bahkan tak bisa mendengar Mariposa yang mencoba membangunkannya barangkali hanya untuk memintanya tidur si kasur bersama gadis itu. Hasilnya Mariposa hanya mampu menyelimuti suaminya.
"Ungh."
Mariposa tampak sedikit terusik dari tidurnya. Satria hanya bisa melihatnya dalam diam. Tak ada tanda-tanda jika Mariposa akan bangun. Mungkin gadis itu hanya bermimpi.
Satria tersenyum kecut jika mengingat bagaimana Mariposa menatapnya semalam. Satria tahu dan ia tidak bodoh. Ia tahu jika Mariposa begitu 'menginginkan' nya sejak mereka menikah. Tapi Satria menjadi orang yang pura-pura bodoh dan tak peduli dengan keinginan Mariposa. Satria hanya berpikir jika ia akan melakukan 'itu' dengan orang yang ia cintai. Meskipun mereka sudah berada dalam hubungan yang sah tapi jika Satria tidak mencintai istrinya, untuk apa juga melakukannya?
Sekedar memuaskan nafsu?
Satria bukan lelaki seperti itu.
"Satria? Sudah bangun?"
Sial! Ternyata gadis itu sudah bangun.
Satria pura-pura tak melihat Mariposa. Lelaki itu langsung membuang tatapannya ke arah laut. Tanpa disangka-sangka, Mariposa berjalan ke arahnya dan berdiri disamping Satria.
Bahkan gadis itu tak mementingnya hawa dingin yang sangat terasa. Mariposa hanya mengenakan piyama tidur pendek.
"Kenapa tidak bangunkan aku?" Tanya Mariposa sambil mengucak matanya.
Satria hanya diam. Ia sibuk memperhatikan air laut yang bergelombang. Jujur saja, Satria merasa malu karena telah memperhatikan Mariposa tertidur selama itu. Ia merasa malu dan menyesal dengan dirinya. Satria juga merasa bersalah karena telah melupakan Alika. Tapi sejauh ini untungnya Satria tidak sampai jatuh cinta atau merasa berdebar saat bersama istrinya. Bagaimana bisa Satria menatap Mariposa, orang yang telah menjauhkannya dengan Alika.
Ah, Satria jadi rindu Alika.
"Oh iya, Sat. Aku lupa." Sahut Mariposa yang membuat Satria sedikit menoleh.
Mariposa berjalan menuju kopernya lalu kembali tak lama. Mariposa tiba-tiba menyodorkan sebuah benda segi empat yang tipis berwarna hitam dan memiliki nilai tinggi, Satria tahu itu.
"Sebuah ponsel baru untuk suami kkkk." Kata Mariposa.
"Maaf jika menerima tidak dalam kardusnya. Aku sudah mengatur segalanya dan tinggal kau pakai saja. Aku juga udah menaruh pengisi daya dan lainnya di dalam tasmu." Jelas Mariposa.
Satria menatap Mariposa sekilas lalu mulai menyalakan ponsel barunya. Satria langsung menatap Mariposa kesal.
"Jadikan fotoku sebagai wallpaper ponselmu, hehe." Mariposa tersenyum lebar.
Walau tak suka tapi Satria harus menerimanya. Bagaimanapun juga Mariposa lah yang memberinya. Tak enak jika Satria langsung protes karena gadis itu seenaknya memasang fotonya sendiri sebagai wallpaper. Satria pun mengecek kontak. Tidak banyak. Hanya ada nama istrinya,Marvel, dan ayah istrinya tentu saja.
"Aku hanya bisa memasukkan nomor orang yang sekiranya sangat penting. Mungkin kau bisa minta nomor beberapa temanmu."
"Aku tidak punya teman." Kata Satria jujur.
"Atau temanku." Lanjut Mariposa
"Tidak tertarik."
Mariposa terkekeh. Satria sangat lucu dan imut dimatanya. Dan tampaknya Satria biasa saja dengan nama 'istriku' di kontak ponselnya. Jangan tanya siapa yang memberi nama itu.
"'istriku'?" Tanya Satria.
Mariposa mengangguk. "Itu aku. Aku juga menamai kontakmu dengan-"
"Terimakasih." Balas Satria datar.
Hanya dengan itu mampu membuat Mariposa langsung bungkam dan tersenyum.
~~
Setelah selesai sarapan mereka pun memutuskan untuk kembali ke kamar. Sebenarnya Satria yang meminta. Mariposa pun hanya menyetujui. Mereka pergi sarapan tepat setelah matahari terbit. Dan lagi Mariposa hanya bisa menikmati melalui balkon kamar karena Satria enggan mengajaknya ke pinggir pantai untuk melihatnya secara langsung. Tapi yang penting ia masih bisa melihatnya dengan jelas kan?
Sesampainya di kamar Satria langsung bergegas mencari tasnya.
"Mencari apa?" Tanya Mariposa.
Gadis itu kini duduk di sofa memperhatikan apa yang Satria lakukan.
Satria pun tidak menjawab.
Setelah dirasa telah menemukan apa yang dicari, Satria pun duduk ditepi kasur sambil memasukkan nomor yang tertera di buku kecilnya. Satria mengetikkan beberapa digit nomor di ponselnya. Setelah menyimpan nomor itu, Satria langsung menekan tombol dial untuk menelpon. Hanya untuk mengetes katanya.
Tuuuttt tuutttt tuu-
"Halo."
Seulas senyum pun tercipta.
"Bagaimana kabarmu?"
"Satria? Ini suara Satria kan?"
Satria terkekeh ketika mendengar nada antusias dari sebrang sana. Pasti orang itu tidak percaya jika Satria akan menelponnya.
"Iya"
"Ya ampun Sat, aku rindu sekali"
"Aku juga. Bahkan sangat." Ucap Satria dalam.
Mariposa yang mendengarnya pun merasa penasaran. Ia langsung meletakkan majalah yang baru saja ia baca dan menatap Satria bingung.
"Selamat ya atas..uhuk uhuk... pernikahan..uhuk"
"Kau sakit?" Tanya Satria spontan.
"Sedikit. Aw!"
Satria semakin khawatir dibuatnya. Terdengar nafas Alika yang tampak sesak.
"Sakit apa? Kau dimana?"
"Aku baik-baik- uhuk uhuk"
"Cepat katakan, Al. Aku khawatir"
Terdengar helaan nafas disana.
"Aku di rumah sakit. Badanku tiba-tiba lemas kemarin lalu dok-"
"Kirimkan alamat rumah sakitnya sekarang." Potong Satria dengan cepat.
"Tapi Satria, kau kan-"
"Aku akan tiba disana." Kata Satria tegas sambil berusaha membereskan tasnya.
Mariposa pun semakin bingung.
"Tidak, kau tidak usah-"
"Sampai jumpa."
Pip
Sambungan telpon pun terputus sepihak. Satria mematikan telpon dan langsung mengemas pakaiannya.
"Hey, mau kemana? Buru-buru sekali." Sahut Mariposa yang berjalan mendekat.
"Ayo pulang. Aku harus pergi."
"A-apa? Tidak! Aku tidak mau! Kita masih punya beberapa hari lagi disini,Sat. Ayolah jangan bercanda."
Satria langsung menatap Mariposa datar seolah menunjukkan jika ia tak sedang bercanda.
"Kalau kau disini saja sampai. Aku mau pulang sekarang" kata Satria dengan mantap.
Mariposa tersenyum kecut. Ia lantas meremas rambut panjangnya. Tak lama ia pun terpaksa ikut merapikan barang-barang juga. Mariposa tidak ingin ditinggal sendirian. Toh untuk apa juga ia berada lama-lama di tempat itu jika sendirian. Tujuan mereka kesini kan untuk bulan madu bersama.
"Tapi kita kesini kan untuk bulan madu, Sat." Gumam Mariposa.
Satria tak mengindahkan itu dan malah sibuk mengecek ponselnya. Ternyata Alika sudah memberikan alamat rumah sakitnya.
"Sudahlah tak usah sejauh itu memikirkannya. Lagipula kita hanya dijodohkan, tak lebih."
Ucapan Satria entah kenapa terdengar begitu menyakitkan untuk Mariposa.
"Ah, aku salah bicara. Tepatnya aku dibeli oleh ayahmu." Lanjut Satria.
Mariposa langsung terdiam. Satria selesai merapikan segala barang-barang nya. Lelaki itu pun langsung menyeret kopernya keluar kamar. Mariposa masih mematung ditempat.
"Masih mau disini?" Tanya Satria lagi.
Mariposa langsung menggeleng. Gadis itu pun dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya dan bergegas pergi menyusul Satria.
~~
Sepanjang jalan Satria tak henti-hentinya menyatukan kedua telapak tangan sambil meniupnya. Sangat jelas sekali jika lelaki itu sedang panik atau cemas akan suatu hal yang Mariposa sendiri tidak tahu. Satria hanya diam saja semenjak mereka berangkat tadi. Kini mereka tengah di mobil dalam perjalanan menuju rumah.
"Ini bukan jalan biasanya." Protes Satria saat menyadari jika sang supir tak berada pada jalur yang mereka lewati saat berangkat.
"Kita akan langsung ke kota" sahut Mariposa.
"Apa? Kenapa tidak bilang?"
"Ayahku yang memutuskannya. Kita akan tinggal di kota, di rumahku."
"Tapi bagaimana dengan ibuku?" Tanya Satria yang sedikit cemas.
"Kau bisa pulang beberapa kali dalam seminggu"
Satria hanya mengangguk. Lalu lelaki itu teringat akan satu hal.
"Bisa kita ke rumah sakit Bunga Besar?" Tanya Satria tiba-tiba.
Kebetulan mereka kan lagi di kota.
Mariposa pun langsung menoleh. "Untuk apa kesana?"
"Aku harus kesana sekarang. Antar aku kesana. Setelah itu kau bisa langsung pulang."
Mariposa ingin bertanya lebih tapi sepertinya pikiran Satria sedang kalut. Ia takut jika Satria tidak ingin diganggu dengan beberapa pertanyaan. Mariposa mengerti bagaimana rasanya jika sedang cemas. Pasti tak enak kan jika mendapat banyak pertanyaan apalagi yang menuntut. Jadi Mariposa harus menahan bahkan menumpuk rasa penasarannya sejak mereka pulang.
Sesuai keinginan Satria, mobil itu mengantarnya sampai lobi rumah sakit. Mariposa ingin ikut turun bersama Satria tapi ayahnya sudah menelpon sejak tadi. Mariposa harus segera pulang dan menemui sang ayah. Pasti ayahnya akan menanyakan perihal apa yang membuat bulan madu mereka sangat cepat. Biarlah Mariposa membuat alasan untuk ketidakhadiran Satria.
"Nanti kau pulang bagaimana?" Tanya Mariposa membuka kaca jendela mobil.
"Tidak usah dipikirkan."
Satria pun langsung melengos pergi. Ia bahkan tak memperdulikan kekhawatiran Mariposa dengan keberadaan nya di kota. Walau Satria baru di kota, setidaknya ia punya keyakinan diri sebagai lelaki untuk menjaga dirinya. Mariposa juga sudah mengirimkan alamat rumah untuk jaga-jaga jika Satria harus pulang sendiri. Satria bersyukur karena Mariposa tidak menanyakan banyak hal. Jadi sepertinya Satria sedikit menyukai Mariposa karena gadis itu tidak rewel dan banyak tanya.
..
Satria pun sampai di depan kamar rawat bertuliskan 'cempaka 5'. Ia tidak salah lihat kan. Ruangan itu berada di lantai tiga dan berada di paling ujung. Satria tanpa ragu mendorong pintu yang sama sekali tak menyebabkan bunyi decit. Baru saja ia melangkah, suara parau seseorang terdengar.
"Satria? Itu kamu?"
Satria langsung menutup pintu dan menghampiri orang yang terbaring lemah diatas ranjang. Satria menatap nanar orang itu dan menggenggam tangannya.
"Kenapa sakit? Kenapa tidak bilang?"
Alika tersenyum dengan bibir pucatnya. Lihatlah infus yang menancap di tangannya, sungguh menyakitkan bagi Satria melihat perempuan yang ia cintai harus terbaring lemah di rumah sakit. Cukup ibunya saja yang membuat Satria sedih dan cemas, kenapa sekarang ia harus melihat Alika yang seperti ini?
"Aku tidak apa-apa,Sat. Cuma kecapekan." Jelas Alika.
Bahkan suara gadis itu terdengar sangat lemah ditelinga Satria.
Alika pun memandangi Satria yang tampak segar dengan penampilan barunya. Satria tak lagi mengenakan kaus biasa dan celana training seperti biasanya. Kini lelakinya sudah tampan mengenakan celana motif army selutut dan kaus biru dongker berkerah. Alika tersenyum melihat perubahan Satria setelah menikah.
"Kau terlihat lebih tampan setelah menikah" celetuk Alika.
Satria langsung sensitif mendengar kata menikah. Ia tak suka membahasnya bersama Alika.
"Maaf, Al. Aku tidak bilang padamu sebelumnya. Kau pasti kecewa dan sakit." Satria menempelkan tangan Alika di pipinya.
"Tidak, Sat. Aku baik-baik saja kok. Selamat ya"
Satria hanya menanggapi dengan wajah datar.
"Tuan Badra akan membimbing mu dengan baik. Jangan khawatir. Kau pasti bisa" Alika berusaha meyakinkan.
Satria mendengus pelan. "Sudahlah, jangan bahas soal pernikahan ku jika kita sedang bersama. Paham?"
Alika mengangguk sambil tersenyum.
"Pokoknya kau harus segera sembuh, Al. Nanti kita jenguk ibuku bersama-sama."
~~
"Tidak lancar lagi,huh?"
Mariposa mendengus pelan ketika mendengar nada ledekan dari orang yang sudah dianggapnya sebagai kakak. Siapa lagi kalau bukan Marvel.
"Kau tidak rindu padaku ya makanya menatap ku seperti itu." Ledek Marvel.
Marvel pun gemas dengan raut wajah Mariposa yang kesal. Ia pun langsung menoel dagu Mariposa sambil tersenyum jahil.
"Ih, apaan sih kak!" Protes Mariposa.
"Kau tau? Seisi rumah terkejut mendengar kabar jika kalian pulang hari ini. Untuk apa pergi jauh-jauh kesana jika hanya menginap satu malam? Disini kan hotel juga banyak"
Mariposa semakin jengah dengan ledekan yang Marvel lontarkan. Mariposa hanya lelah dan ingin segera menemui ayahnya agar bisa istirahat lebih cepat.
"Dimana ayahku?"
"Ada di ruangannya."
Mariposa mengangguk lalu langsung melengos menuju ruangan ayahnya berada.
Krett
Pintu ruangan itu berderit menandakan seseorang telah membukanya. Tuan Badra yang sedang sibuk membaca berkas-berkas penting langsung mendongak. Ia mendapati putri bungsunya yang sudah pulang dari bulan madu.
"Ayah mencari ku?" Tanya Mariposa pelan.
"Duduk." Hanya itu yang diucapkan Tuan badan.
Mariposa pun menurut. Selama beberapa menit ayahnya masih mendiami Mariposa. Seolah Mariposa tak ada.
"Ayah" panggil Mariposa tak sabaran.
"Kemana suamimu itu?" Akhirnya Tuan Badra buka suara.
"Dia ada urusan sebentar. Hanya mampir ke rumah temannya mungkin"
"Jadi dia sudah tahu daerah kota? Selama dua putih tiga tahun hidup hanya di desa "
Mariposa menaikkan kedua bahunya. "Dia kan lelaki. Pasti temannya juga membantu"
"Aku memanggil mu karena ini tentang Satria"
Tuan Badra pun langsung menutup berkasnya dan memulai percakapan serius mereka.
Mariposa sudah was-was jika ini tentang alasan kenapa mereka pulang cepat. Mariposa sendiri tidak tahu alasannya dengan pasti.
"Mulai besok Satria akan dilatih untuk memimpin perusahaan" kata Tuan Badra.
Mariposa hanya melongo. "Satria? Memimpin perusahaan? Kenapa buru-buru sekali sih, yah. Kami kan baru saja kemarin menikah."
"Mariposa, kalian menikah kan serba mendadak. Pulang saja mendadak. Jadi mau tidak mau dia harus segera siap menggantikan aku" kata Tuan Badra dengan wajah datar.
"Ayah memang sudah merencanakannya. Kau sudah tau? Satria itu hanya pengangguran yang tak punya bakat apa-apa. Dia bukan orang yang pemurung hanya saja dia tak memiliki masa depan cerah." Lanjut Tuan Badra meyakinkan putrinya.
Mariposa pun tahu fakta itu. Marvel sudah menceritakan nya sebelum mereka menikah. Tujuan Marvel menceritakan keburukan Satria sebelum menikah adalah agar Mariposa tak gegabah mengambil keputusan untuk menikahi lelaki yang sangat jauh derajatnya. Tapi Mariposa tak tergoyahkan sama sekali. Ia malah semakin penasaran dengan Satria dan ingin melihat sendiri kemampuan yang suaminya miliki.
Tapi Mariposa hanya takut jika Satria belum siap menghadapi segalanya sekarang. Apalagi dimulai besok. Mariposa takut Satria kelelahan sehabis bulan madu sehari mereka.
"Tenang saja. Jika dia tidak sanggup, aku tidak akan membuangnya begitu saja. Tentunya kau harus ikut andil sebagai istri disini." Ucap Tuan Badra.
Mariposa mengangguk pasrah. "Ya, semoga saja ayah tidak terlalu merebut waktu berdua kami"
"Tidak ayah rebut pun kalian sudah kembali lebih cepat. Sisa enam hari disana."
Mariposa mendesah. Ayahnya mulai menyinggung soal kepulangannya. Pasti sebentar lagi pria tua itu akan bertanya alasannya. Kenapa tidak langsung tanya saja sih dari awal? Kan Mariposa jadi malas. Tuan Badra terlalu gengsi untuk langsung bertanya 'kenapa'.
"Kami pulang lebih cepat karena Satria khawatir dengan ibunya. Dan sepertinya dia juga menemui ibunya hari ini" jelas Mariposa sebelum ditanya.
Tuan Badra hanya mengangkat sebelah alisnya.
"Sudah kan? Aku ingin istirahat." Kata Mariposa lalu melenggang pergi.
Tuan Badra hanya diam menatap putri bungsunya yang menghilang dari balik pintu. Kemudia ia menghela nafasnya.
"Semoga saja dia lelaki yang benar-benar bisa menjagamu. Bahkan ketika ayah tidak bisa menjagamu lagi nanti."
.