Chereads / Trouble Marriage / Chapter 15 - Kontrak

Chapter 15 - Kontrak

Mariposa tengah mengeringkan rambutnya yang masih basah menggunakan handuk kecil sambil menghadap cermin dan duduk di meja rias. Rambutnya yang panjang itu ia gosok-gosok mengenakan handuk kecil. Tubuhnya yang semula memakai pakaian basah pun sudah ia ganti dengan dress bunga-bunga yang terlihat santai dipakai.

Ia tersenyum kecil saat sadar bahwa dirinya habis berkebun bersama teman masa kecilnya, Angga. Apalagi jika mengingat bahwa beberapa jam yang lalu mereka baru saja bermain basah-basahan dan saling menyirami diri seperti anak kecil. Membuat gadis itu terkekeh geli dan tak habis pikir jika Angga yang usianya lebih tua tiga tahun diatasnya itu masih bisa bermain seperti anak umur lima tahun. Mariposa tidak menyangka jika Angga cukup baik dalam hal menghibur disaat bosan. Setidaknya Mariposa dapat melupakan masalah rumah tangganya sejenak dengan kehadiran Angga. Ah, jika bicara soal Angga.. Mariposa jadi ingat masa kecil mereka berdua.

.

"Ayah, siapa itu?" Tanya Mariposa kecil sambil menunjuk anak laki-laki yang sedang berlindung di balik tubuh ayahnya.

"Dia Angga, anak Paman Dion. Nah, Mariposa, ayah akan mengobrol sebentar dengan ayah Angga jadi sebaiknya kau bermain dengan Angga ya." Ucap Tuan Badra seraya mengelus kepala Mariposa.

Mariposa yang awalnya ragu dan takut pun memutuskan untuk menuruti perintah ayahnya. Karena Mariposa takut jika dia menolah, maka ayahnya akan memarahinya dan mengurungnya lagi di kamar. Mariposa pun melangkah maju untuk mendekati Angga yang masih terlihat ketakutan.

Mariposa tersenyum seraya mengulurkan tangannya.

"Ayo kemari, namaku Mariposa."

Dion mengelus kepala anaknya. "Ayo nak, gadis cantik itu sedang mengajakmu berkenalan. Sapalah dia." Sahut Dion.

Angga sempat melirik Dion sekilas lalu menatap Mariposa. Akhirnya Angga pun maju perlahan dan menerima uluran tangan Mariposa. Setelahnya, ayah dari kedua bocah itu pergi untuk urusan bisnis.

"Namaku Mariposa." Ucap Mariposa.

Angga mengangguk ragu. Kini gilirannya memperkenalkan diri.

"Aku Angga. Umurku delapan tahun."

"Jadi kamu lebih tua dariku ya? Aku baru saja lima tahun hari Minggu kemarin." Celetuk Mariposa dengan polosnya.

Meskipun Angga tiga tahun diatasnya, Angga terlihat seumuran dengan Mariposa karena tingkahnya yang begitu polos. Angga juga anak yang cukup penakut untuk bertemu dengan orang baru. Tapi begitu bertemu Mariposa, Angga langsung bisa menyesuaikan dirinya hanya dalam perkenalan nama. Terbukti karena Angga tidak merasa ketakutan lagi.

"Ayah suka sekali membahas uang jadi lebih baik kita main saja di taman belakang." Seru Mariposa.

Lalu Angga merasa tangannya ditarik dan dibawa oleh Mariposa ke arah taman belakang. Disana banyak sekali rerumputan hijau dan pohon-pohon yang terawat. Jangan lupakan ayunan dan wahana permainan kecil untuk Mariposa dan kakaknya.

"Angga, dorong aku!" Pekik Mariposa yang sudah duduk di ayunan.

Angga pun dengan semangat langsung mendorong ayunan itu dengan kencang. Membuat Mariposa memekik girang.

"Kurang kencang tidak?" Teriak Angga.

"Sudah cukup! Ini hebat!"

"Aku kan lebih tua darimu. Kenapa kamu tidak memanggilku kakak?" Tanya Angga tiba-tiba.

Mariposa berpikir. "Kakakku hanyalah kak Inez, kak Stella, Kak Zanna, dan kak Marvel. Kamu bukan kakakku." Jelas Mariposa.

Angga langsung berwajah masam.

"Lagipula aku tidak mau punya kakak lagi, Angga. Aku lebih suka punya teman. Kakakku sudah banyak jadi aku tidak mau menambah lagi."

.

Mariposa tersenyum lebar. Saat itu yang ada hanyalah tawa bahagia diantara mereka.  Bahkan saat itu Mariposa masih bisa merasakan keramaian dan kehangatan saat berkumpul dengan ketiga kakaknya.  Bahkan saat usia Mariposa menginjak sepuluh tahun,  Angga masih menjadi teman bermain Mariposa.  Dan saat itu juga pertama kalinya Mariposa mulai menyukai bunga mawar dan mulai memelihara kebun mawar kecil miliknya sendiri yang di sponsori oleh Angga.  Karena Angga lah yang pertama kali memberikan Mariposa bunga mawar sehingga gadis itu jadi mengenal dan menyukai bunga Mawar. 

Angga sudah pamit pulang dua puluh menit yang lalu. Kini Mariposa kembali sendirian. Ia pun melirik jam di dinding. Sebentar lagi para lelaki itu akan pulang. Mariposa pun memutuskan untuk pergi ke dapur menyiapkan makanan untuk suami dan juga ayahnya. Dan tentunya Marvel.

"Selamat sore, Nona." Sapa para pelayan yang ada di dapur.

Mariposa hanya tersenyum.

"Aku ingin menggunakan dapur."

Perkataan Mariposa langsung membuat para pelayan itu saling bertatap satu sama lain.

"Tapi Nona.."

"Aku bisa melakukannya jadi kalian lebih baik bantu aku menyiapkan semua bahan-bahannya."

"Baik Nona."

Sesuai perkataan Mariposa, para pelayan itu pun menyiapka segala bahan dan peralatan yang Mariposa butuhkan. Kini Mariposa sudah siap untuk memasak. Ia menatap puas satu persatu bahan yang tersedia. Walau jarinya masih belum diperbaiki tapi tidak apa lah, yang penting semua masakannya layak dan bisa di termakan oleh manusia. Terutama Satria. Mariposa ingin menunjukkan kemampuan memasaknya pada pria itu. Supaya Satria tidak merasa menyesal menikah dengan Mariposa.

Hanya butuh dua puluh menit segala hidangan pun sudah siap tersaji diatas meja makan. Para pelayan rumah juga membantu Mariposa menata makanan dan piring diatas meja makan. Mereka tentunya takjub dengan kemampuan masak Mariposa. Walau menjadi anak termuda, tapi Mariposa adalah anak yang paling pandai memasak di rumahnya dibanding ketiga kakaknya. Dan ini juga pertama kalinya para pelayan di rumah itu melihat kembali Mariposa berkutik di dapur.

"Ah ya, aku sengaja buat sedikit lebih banyak untuk kalian coba. Anggap saja sebagai pesta kembalinya aku di dapur." Sahut Mariposa.

Para pelayan pun langsung bersorak gembira meskipun hanya dalam hati. Kesempatan yang sangat langka untuk mencicipi masakan nona besar mereka.

"Mariposa!" Panggil seseorang.

Mariposa pun menoleh. Matanya langsung berkedip. Satria berdiri diambang pintu dapur dengan kemeja yang berantakan. Mariposa tersenyum lalu menghampiri suaminya. Ia langsung berusaha melepaskan dasi yang mengikat leher suaminya. Namun Satria malah memegang tangannya begitu erat.

"Ikut aku!"

Satria menarik Mariposa ke kamar mereka. Mariposa sesekali meringis karena genggaman Satria begitu erat untuk tangannya yang kurus dan kecil. Sesampainya di kamar, Satria langsung mendorong Mariposa untuk duduk di kasur dan membanting pintu kamar.

BRAK

"Mas-"

"Kali ini aku ingin membuat kesepakatan agar kau tidak ikut campur lagi dalam segala urusanku." Ucap Satria dingin.

Mariposa hanya diam sambil menatap suaminya bingung.

Satria pun mengeluarkan sebuah amplop coklat dari tas nya dan segera mengeluarkan isi dari amplop tersebut. Satria membacanya sekilas untuk memastikan bahwa kertas itu tidak ada yang salah. Kemudian Satria segera menunjukkan kertas itu tepat didepan wajah Mariposa.

"Apa ini?" Tanya Mariposa.

"Kau buta? Bacalah!"

.

SURAT PERJANJIAN

Dengan adanya surat ini, aku Satria sebagai mempelai pria dari pernikahanku dengan Mariposa menyatakan bahwa pernikahan kami hanyalah sebatas kontrak yang akan berakhir suatu hari nanti.

Aku ingin pernikahan ini hanya sampai lima bulan kedepan. Setelah itu kami akan bercerai.

Dan peraturan yang harus dilakukan adalah :

1. Tidak mencampuri urusan hidup masing-masing dan tidak ada kontak fisik

2. Tidak boleh melarang apapun termasuk berpacaran

3. Pernikahan hanyalah sebatas formalitas

4. Semua peraturan harus dilakukan dengan baik dan benar

5. Jika ada yang melanggar maka kontrak semakin dipercepat

.

Mariposa sulit sekali meneguk salivanya sendiri. Nafasnya bahkan sesak. Udara sekitar seolah pergi menghilang begitu saja. Tangannya yang memegang selembar surat itu pun bergetar hebat saat menemukan nama Satria dibagian bawah surat. Dan terbukti jika Satria setuju dengan segala pernyataan yang ada di surat itu sebab ada tanda tangan Satria disana. Lalu Mariposa juga melihat ada kolom namanya yang kosong di sebelah nama Satria. Itu artinya Mariposa juga harus tanda tangan.

"Mas, apa maksudnya ini?" Lirih Mariposa.

"Sudah jelas bukan? Aku hanya suami kontrakmu dan begitu juga denganmu. Jadi mulai sekarang ikutilah aturan yang ada di kertas itu."

"Tapi bagaimana bisa? Kenapa?" Tanya Mariposa bergetar.

Satria tersenyum sinis. "Kenapa? Karena kau selalu menggangguku. Tidak cukupkah ayahmu itu membeliku? Aku merasa muak dengan semua aturan yang ada di keluarga ini termasuk kau!" Tunjuk Satria.

Mariposa semakin bergetar. Tidak menyangka jika Satria berani berteriak bahkan membentaknya seperti ini. Padahal tadi siang Mariposa sudah memasak makanan untuk pria itu dan juga malam ini. Mariposa tidak mengerti apa kekurangan dari dirinya sampai-sampai Satria enggan mencintainya. Walau Alika memang cantik tapi Mariposa sendiri merasa jika dirinya lebih cantik dan lebih anggun dari Alika. Siapapun pria tak pernah menolak pesonanya. Tapi ada apa dengan Satria?

Bukankah Satria hanyalah orang miskin yang seharusnya merasa beruntung dinikahkan oleh putri cantik dan kaya raya?

"Aku tidak pernah sekalipun dan tidak akan pernah merasa beruntung dinikahkan denganmu. Aku malah menganggap semua ini kesialan bagiku. Untungnya Alika itu gadis baik yang mau mengerti segala kondisiku." Tegas Satria.

Mariposa mengatup bibirnya. Perlahan Mariposa sudah tidak menangis lagi. Ia mencengkram kertas yang ia pegang.

"Kau..tidak tahu alasan yang sebenarnya. Kau tidak tahu kenapa ayah-"

"Cepat tanda tangan dan lakukan semua yang tertulis disana! Sial! Aku bahkan harus meluangkan waktu untuk membuat surat itu karena kau!"

Mariposa menggeram.

"Lima bulan?" Sinis Mariposa. Gadis itu pun sudah termakan emosi.

Tindakan Satria yang kasar dan seenaknya membuat Mariposa juga muak. Tidak cukupkah Satria meremukkan hatinya tadi siang?

"Mas, dengarkan aku, jika kau masih mau berpacaran dengan Alika itu tidak masalah. Tapi kumohon jangan ada kontrak seperti ini!" Mariposa berusaha memohon.

Satria menggeram dan mengepalkan tangannya. Lalu ia mencengkram rahang Mariposa dengan kencang.

"Kau yakin bisa tahan melihat kami berdua?" Tanya Satria Sarkasme.

Mariposa meringis. Ingin sekali kembali menangis namun Mariposa tidak ingin terlihat lemah didepan Satria.

"Mas-"

Satria menyentuh bibir Mariposa dengan jarinya. Ditatapnya bibir itu intens. Sungguh, Mariposa merasa takut melihat Satria yang seperti ini. Satria terlihat seperti penjahat yang siap membunuh atau memperkosanya dari tatapan tajam itu.

"Aku tidak yakin jika mulutmu ini bisa tahan untuk tidak mencampuri urusan aku dengan Alika. Jangan mentang-mentang kau orang kaya jadi bisa berbuat seenaknya padaku yang berhutang Budi pada keluargamu!"

Lalu Mariposa merasa badannya di dorong keras ke ranjang.

"Tanda tangan itu segera atau aku akan menceraikan mu sekarang juga!" Ketus Satria.

Mariposa menahan air mata kekesalannya. Dengan cepat ia mengambil sebuah pena dari laci meja nakas lalu menandatangani surat kontrak itu. Satria tersenyum puas begitu Mariposa selesai tanda tangan dengan sempurna. Setelah selesai tanda tangan, Mariposa langsung melempar selembar kertas itu jauh-jauh. Satria pun memungut kertas itu.

Satria langsung menyimpan kembali surat kontrak yang telah ia buat ke dalam amplop coklat dan disimpan didalam laci.

Untuk sementara Satria berniat menyimpan itu di laci. Jika sudah punya ruang kerja sendiri, Satria akan menyimpannya disana agar tidak ada yang bisa mengganggu gugat surat kontrak itu.

Mariposa masih terdiam duduk ditepi ranjang. Satria pun mulai membuka jas dan dasinya.

"Aku sudah memasak makan malam untukmu." Sahut Mariposa pelan.

Satria hanya melirik sekilas lalu berjalan menuju kamar mandi. "Nanti saja." Ucapnya sebelum benar-benar menutup pintu kamar mandi.

Mariposa menghembuskan nafasnya kasar. Hari ini benar-benar hari yang panjang dan menyakitkan untuknya. Banyak hal yang tidak pernah Mariposa bayangkan sebelumnya terjadi. Termasuk pernikahannya yang berakhir dengan kontrak. Kisah kehidupan pernikahan seperti cerita di novel-novel yang Mariposa pernah baca sekarang.

Tentu saja Mariposa tidak menginginkan perceraian dalam pernikahannya. Tak peduli seberapa buruk pun Satria di mata orang-orang, Mariposa tetap hanya ingin sekali saja menikah dan punya satu suami. Walaupun pernikahan mereka tidak didasari saling mencintai.

Tidak ada gunanya juga jika Mariposa menolah dan membantah kontrak yang Satria ciptakan. Daripada ia harus kehilangan Satria saat ini juga, lebih baik nikmati dulu masa lima bulan mereka sebagai suami istri sebelum akhirnya berpisah. Walau dalam perjanjian itu Mariposa tidak boleh mengusik kehidupan dan urusan suaminya sendiri. Begitu juga sebaliknya. Tapi setidaknya Mariposa bisa merasakan kebersamaan dan berstatus sebagai istri Satria walau hanya lima bulan.

~

Mariposa tersipu malu ketika Satria kembali memasukkan suapan keduanya ke dalam mulut. Jika Satria melanjutkan makan, itu artinya pria itu menikmati masakannya. Mariposa langsung mengambil sesendok makan untuk dirinya sendiri.

"Bagaimana rasa masakanku? Enak kan?" Tanya Mariposa.

Satria berdehem. Matanya memicing ke arah Mariposa.

"Sudah kubilang bukan? Peraturan tetaplah peraturan." Bisiknya.

Mariposa hanya diam. Ternyata Satria begitu sensitif dan sangat menjunjung tinggi perjanjian kontrak yang ada.

"Kau yang memasak?" Tanya Tuan Badra tiba-tiba.

Ah, Mariposa bahkan tidak ingat jika ada ayahnya yang juga ikut makan masakannya.

"Iya."

Tuan Badra hanya mengangguk. Percuma saja melarang atau memarahi Mariposa sekarang karena gadis itu sudah menjadi seorang istri. Jadi sepertinya tidak ada salahnya membiarkan gadis itu berkutik kembali di dapur setelah masa vakum. Seorang istri memang harus bisa memasak sekalipun di rumahnya ada puluhan pembantu yang kapan saja siap memasak makanan untuk orang rumah termasuk suaminya. Tuan Badra juga tidak perlu khawatir lagi akan cita rasa masakan putrinya. Karena terbukti sudah saat dia memakan makanan yang kini terhidang didepannya.

"Tidak ada yang terluka kan?" Tanya Tuan Badra.

Mariposa sontak langsung menutupi jarinya yang masih menggunakan plester.

"Tidak."

"Mulai sekarang berhati-hatilah jika memasak. Suamimu belum mampu membawamu ke dokter tulang jika saja jarimu terpotong lagi."

Satria hanya melirik ayah mertuanya sekilas. Tak lama kegiatan makannya pun selesai. Makanan Mariposa terasa enak dilidahnya hingga ia bisa menyelesaikan makan dengan cepat. Bahkan Mariposa barulah ingin menikmati makanannya bersama dengan Satria. Tapi ternyata Satria malah meninggalkannya.

"Aku sudah selesai makan." Satria melirik Mariposa.

"Aku tunggu diatas." Bisik Satria sambil menatap tajam Mariposa.

~

Mariposa terduduk di tepi ranjang. Matanya lurus menatap sosok Satria yang tengah berdiri di balkon kamar. Lelaki itu kini mengenakan piyama tidur yang motifnya sama seperti piyama yang Mariposa kenakan, yaitu polkadot. Hanya beda warna saja. Dan jika kalian mau tahu, piyama pasangan itu adalah hadiah dari Marvel.

Satria berbalik dan kembali bersandar pada pagar balkon. Dipandangnya Mariposa yang terlihat gugup akibat gaya berdirinya sekarang ini. Padahal Satria tidak merasa keren. Bahkan Satria tidak tahu apa arti keren itu untuknya. Selama ini Satria hanyalah seseorang yang sederhana. Tapi siapa sangka, bersikap sombong didepan istrinya sendiri malah menciptakan image keren Satria.

"Aku sudah selesai. Ada apa?" Tanya Mariposa membuka obrolan mereka.

Satria menunjuk jari Mariposa dengan dagunya. "Itu. Jarimu terpotong?"

"Apa?"

"Luka itu kau dapat setelah memasak bekal makan siang untukku kan?" Tanya Satria datar.

Mariposa ragu untuk menjawab yang sebenarnya. Tapi dengan keyakinan bahwa Satria peduli padanya, akhirnya Mariposa mengangguk.

"Iya."

"Ck! Menyusahkan saja." Gerutu Satria.

Mariposa mendongak. Satria kini sudah berdiri tepat dihadapannya. Satria lalu menarik jarinya yang terbalut plester dan dengan cepat ia membuka plester itu tanpa hati-hati.

"Akh!" Ringis Mariposa.

Perih tentunya. Luka yang ia dapat juga lumayan panjang. Dan Satria sama sekali tidak berperasaan membuka plesternya.

"Tidak usah pakai ini." Ketus Satria.

"Apa? Tapi luka ku belum sembuh, Mas."

"Aku tidak mau disalahkan karena membuatmu terluka meskipun aku tidak meminta kau untuk memasak. Tapi semua orang tahu jika alasanmu memasak adalah untukku kan?"

Mariposa hanya diam. Dia tidak mau menjawab pertanyaan Satria yang baginya sama sekali tidak berbobot. Dan Mariposa telah salah menduga. Ia kira suaminya itu peduli padanya. Nyatanya salah. Satria hanya tidak ingin namanya tercemar jelek.

"Mulai sekarang tidak usah mengurusiku. Kita hanya akan menunjukkan sikap suami istri didepan ayahmu dan Marvel. Itupun hanya pura-pura. Selebihnya lakukan sesukamu dan jangan sampai ceroboh. Aku tidak mau ikut terseret dalam segala hal yang kau lakukan." Jelas Satria.

Lalu pria itu langsung naik ke atas ranjang tanpa mempedulikan Mariposa yang terus saja menunduk akibat perkataannya. Satria langsung menyelimuti dirinya sendiri. Sekilas dia melirik istrinya.

"Selamat malam."

~~