Berdasarkan kata orang-orang, masa SMA adalah masa yang sangat menyenangkan. Ada kisah romantis dan persahabatan menunggu di dalam sana. Dan juga katanya, persahabatan di masa ini bisa dibilang 'Persahabatan Sejati' dan kisah romantisnya mungkin terlihat sama seperti di film-film layar lebar. Tetapi, aku tidak tahu itu benar atau salah, karena aku belum memulainya dan besok aku akan memulai kisah SMAku.
Savira Soka, itulah namaku. Hari ini adalah hari untuk aku menyiapkan diri. Aku menyiapkan semuanya, seperti : tas, buku, kotak pensil, pensil, pulpen, penghapus, beserta alat tulis lainnya, dan juga berlatih berbagai cara untuk berkenalan dengan orang lain. Kenapa? Karena aku tidak pandai berkenalan dengan orang baru. Terkadang, aku juga memikirkan diriku nanti saat aku berkenalan. Sungguh memalukan. Dan beranikah aku untuk memulai berkenalan? Aku akan melihatnya esok hari. Aku tidak mau memusingkan hal itu, nanti aku bisa sakit sehingga hari pertamaku di SMA terlewatkan. Setelah jam sembilan malam, aku lansung beranjak ke tempat tidurku untuk tidur dan bermimpi indah, sambil berharap hari esok terjadi seperti yang telah aku ekspetasikan. Salah satunya saat momen berkenalan.
Pagi pun tiba, aku terbangun dari tidurku dan memulai hariku dengan penuh semangat. Aku pergi ke kamar mandi dan langsung mandi. Setelah itu, aku memakai seragamku, menyisir dan mengikat rambutku dengan gaya ponytail. Setelah selesai, aku berdandan sedikit (hanya memakai bedak) dan langsung turun untuk sarapan. Sudah tersedia roti berbalutkan selai coklat kesukaanku. Langsung saja kumakan hingga habis dan meminum segelas air. Setelah itu, aku memakai sepatuku dan berangkat. Tentu saja, sebelum berangkat, aku berpamitan dengan orang tuaku. Aku pergi ke sekolah dengan jalan kaki karena jarak sekolah yang tidak terlalu jauh dari rumah.
Akupun sampai di depan sekolahku. Sebelum aku memasuki sekolah lebih dalam, aku berdiri dan memandang sekolahku yang megah ini. Aku menghirup napas dalam dalam dan kuhembuskan perlahan. Dan aku memasuki sekolahku lebih dalam dan melihat banyak sekali orang. Aku menjadi takut untuk berkenalan sehingga aku memilih untuk diam saja. Dan, aku sudah menduga hal ini akan terjadi. Aku mencari kelasku. Di setiap pintu kelas, sudah terdapat daftar nama. Aku mengecek satu per satu hingga menemukan namaku di kelas IPA 3. Di dalam kelas, sudah ramai siswa-siswi bercengkrama satu sama lain, saling mengenal. Aku terlalu takut untuk menyapa. Jadi, aku hanya diam dan duduk di salah satu bangku kedua dari depan dekat dinding. Bangku itu masih kosong dan terletak di paling kiri.
Dari tempat dudukku, aku dapat melihat keluar kelas melalui jendela. Aku selalu suka melihat pemandangan. Aku terus menatap langit biru dari tempat duduk hingga ada sebuah gelombang suara yang memecah lamunanku.
"Hai, aku Sisi! Nama kamu siapa?" katanya yang sudah ada duduk di kursi sebelahku sambil mengulurkan tangannya.
"Halo, Sisi! Aku Savira. Salam kenal." kataku dengan sedikit gugup, berusaha tersenyum dan menyambut tangannya.
"Kamu tinggal di mana?" tanya Sisi yang kemudian duduk di sebelahku.
"Aku tinggal di dekat sini. Kamu?" kataku kaku.
"Aku tinggal di Jalan Melati. Tidak begitu jauhlah dari sini." jawabnya santai. Sekarang, perempuan bernama Sisi itu sudah menghadap depan, merebahkan punggungnya ke sandaran kursi.
Setelah percakapan kami selesai, suasana kembali hening di antara kami. Rasa canggung dan berdebar debar menyelimutiku.
"Sisi!" teriak seseorang dari daun pintu. Teriakan itu cukup untuk membuat semuanya menoleh, termasuk diriku dan Sisi.
Aku masih mematut-matut siapa orang yang baru saja berteriak tadi memanggilkan nama 'Sisi'. Tanpa aku sadari, perempuan berambut pirang itu sudah memeluk Sisi yang sudah berdiri sejak mendengar namanya disebut.
"Savira, aku ke tempat dudukku dulu, ya! Sampai jumpa lagi nanti!" kata Sisi ramah. Lalu, ia dan perempuan berambut pirang itu pun berjalan sambil bergandengan tangan menuju kursi yang terletak paling belakang, di bagian sisi kanan kelas.
Aku kembali memandang keluar jendela, melihat langit yang tertutupi awan tipis. Lamunanku kembali terpecah karena bunyi bel yang berdering kencang memenuhi seluruh sekolah. Itu menandakan bahwa upacara akan segera dimulai. Senin ini, upacara hanya dilakukan untuk siswa kelas sepuluh, siswa baru sebagai upacara penyambutan. Para kakak OSIS yang menjadi perangkatnya. Aku mengambil topiku di dalam tas.
'Tunggu ... topiku di mana? Kenapa di dalam tas gak ada? Perasaan tadi pagi udah aku masukin. Aduh, masa hari pertama harus dihukum, sih! Apa gak usah ikut upacara aja ya? Tapi kalau nanti ada yang ngecek ke kelas gimana? Lebih ribet lagi urusannya. Yaudah deh, ikut aja! Semoga aja dikasi pengampunan hari ini!' aku berpikir dalam hati
Aku akhirnya berjalan keluar kelas dengan gontai dan menuju lapangan. Hanya aku yang tersisa di dalam kelas. Teman-teman sekelasku sudah pergi ke lapangan, berbaris sesuai kelas. Saat aku keluar, kelas sempurna sudah kosong. Hanya menyisakan tas-tas di masing-masing kursi.
Aku berbaris paling belakang agar tidak ada yang melihat bahwa aku tidak memakai topi. Sebenarnya sih, karena aku telat datang. Tapi, ada untungnya, kan?
Segera saja, upacara bendera Senin pagi itu pun dimulai. Tidak ada yang berbeda dibanding upacara biasanya, hanya ditambah acara pelepasan balon sebagai penyambutan murid tahun ajaran baru. Dan, sepertinya ini adalah hari keberuntunganku. Tidak ada sidak saat upacara tadi. Jadi, aku tidak perlu dihukum atau lebih parah lagi, dipermalukan di depan seluruh murid.
Setelah selesai upacara, aku berjalan dengan cepat menuju kelasku. Menyelip di antara keramaian murid baru. Kurasa tidak akan ada masalah lain lagi hari ini. Aku tersenyum puas sendirian. Aku lebih senang lagi saat aku tahu bahwa aku akan duduk sendirian hari ini. Bangku di sebelahku masih tetap kosong, tidak ada siapa-siapa, bahkan tas pun tidak ada.
Memasuki jam pelajaran pertama, tidak ada guru yang datang. Hal itu membuat kelasku gaduh. Hingga selesai pun, tidak ada guru yang datang. Aku berpikir mungkin hari ini akan terus jam kosong. Itu berita bagus. Sangat bagus malah. Aku jadi tidak memusingkan kalimat perkenalan. Aku mengambil novel yang aku bawa dari rumah dan membacanya.
*Bel berdering*
Aku mendongak, melihat jam di dinding. Ini sudah jam istirahat. Murid-murid berhamburan keluar dari kelas. Sebagian besar, menuju kantin sekolah, mengisi perut yang sudah keroncongan. Aku tetap diam di kelas. Tidak beranjak sedikit pun. Kututup novel di depanku dan memasukkannya ke dalam kolong meja. Lalu, aku mengambil kotak makan yang sudah disiapkan oleh Ibuku tadi pagi bersama botol air minum. Dari SD, aku memang sudah terbiasa membawa bekal makanan sendiri. Selain menghemat uang, aku tidak perlu repot-repot berdesak-desakan di kantin hanya untuk membeli makanan. Aku melahap makanan yang sudah tersedia di depanku sambil sesekali melihat keluar.
"Aku boleh gabung gak?" tanya seorang perempuan.
Suara yang pernah kudengar belum lama ini. Aku menoleh dan mendapati Sisi berdiri di samping kursi dengan tubuh mengarah ke arahku. Di belakangnya, terlihat perempuan berambut pirang tadi pagi. Kemudian, aku mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Oh ya, Yesi, kenalin ini Savira dan Savira kenalin ini Yesi, sahabatku waktu SMP." kata Sisi memperkenalkan.
"Halo, Savira, aku Yesi. Salam kenal." katanya sambil tersenyum ramah padaku.
"Halo, Yesi, aku Savira. Salam kenal juga." kataku dengan senyum kikuk. Aku dan Yesi berjabat tangan.
"Kalian gak makan?" tanyaku setelah berhasil memberanikan diri.
"Makan, kok! Tapi, nanti waktu istirahat kedua." jawab Sisi.
Aku hanya mengangguk-angguk. Suasana hening ini membuat aku canggung. Aku masih melanjutkan makan dengan ragu-ragu. Tidak enak makan di depan mereka.
"Ka-Kalian mau?" aku menawarkan makananku dengan takut-takut sambil menjulurkan kotak makanku. Masih ada beberapa potong kentang goreng dan juga sosis, lengkap dengan saos tomat.
"Eh, gak usah." Sisi menolak sambil mendorong kotak makan yang kujularkan kembali kepadaku.
"Kalau mau, ambil aja! Gak apa-apa, kok!" kataku tidak keberatan. Entah kenapa aku tidak salah tingkah saat itu. Menurutku, hari itu adalah sebuah keajaiban.
Sejak saat itu, aku mendapatkan teman pertamaku. Ini adalah rekorku. Biasanya, aku tidak pernah mendapat teman hanya dalam waktu hitungan jam. Aku juga merasa bahwa aku akan cocok dengan mereka berdua.
Hari berikutnya, kami pun menjadi lebih dekat lagi, menjadi sahabat. Dan selama masa awal aku SMA, kami selalu bersama. Dan 1 hal yang 'mungkin' sudah terbukti, bahwa persahabatan di masa ini bisa dibilang 'sejati'.