Lama menghilang, sekarang sang Ketua Terhormat telah kembali.
Pria berkulit agak gelap berdiri di dok pelabuhan setelah turun dari speedboat, dia menatap kendaraan air itu yang memiliki dua pemuda di atasnya.
"Bos! Aku kembali ke Tanbe! Akan kuantar dia ini dan melakukan hal-halku terlebih dahulu. Hehe, kau bisa hubungi aku kapanpun kau mau aku mulai bekerja!"
Teriakan pemuda itu, tak mengalahkan jiwa Agod yang membara! Dia tak peduli Drede—nama pemuda di speedboat—pergi atau tidak sekarang ini. Yang dia pedulikan adalah dirinya, masa damainya, dan kota ini. Kota miliknya. Tapi tetap dia tersenyum.
Speedboat itu meluncur diatas air, dua pemuda di dalamnya melambai berpamitan.
Sang Ketua mengangguk ringan, namun terlihat berat di mata dua pemuda speedboat. Speedboat hilang dari pandangan, sekarang, dia akan mulai bersenang-senang.
"Maraboro .... Bagaimana kabar ketua lainnya? Azzef, apa dia masih gendut?" Jelas, dia masih gendut.
Tak ada yang tak mengenal sang Ketua Terhormat, Agod Bandeto. Sebut nama itu, maka kedai-kedai akan tutup. Teriakkan di depan wajah preman, maka dia akan berlutut. Tentu banyak-banyak orang akan takut—dan hormat.
Dia keluar dari pelabuhan timur yang kecil ini dengan cepat, tanpa halangan. Nama Agod Bandeto banyak yang tahu, tapi wajahnya, nah ... dia tak sering berteriak menyombongkan wajah. Di pintu gerbang pelabuhan, orang ramai menurunkan barang dari truk, Agod memeriksa saku celana panjangnya.
Rumput, benang dan telpon genggam. Dia miris, Miskin sekali .... Bagaimana bisa ketua yang dikenali di dunia kriminal sebegini miskinnya? Sial dia, saat dia mendapatkan halangan dan terjebak di satu pulau, beginilah nasibnya. Bahkan saat ini ... perutnya berbunyi.
Keramaian kota di pagi hari menyambutnya. Sendirian dia berjalan santai dengan kemeja kusam, sementara orang-orang naik mobil lalu lalang. Dia ... juga ingin naik mobil.
Di bawah kafe yang berlantai dua, di mulut masuk gang, dua orang pria tegap dengan jas hitam bercengkrama disana. Dua orang mafia. Agod melebarkan bibirnya, Aku akan naik mobil.
Untuk naik mobil dan kembali ke rumah, Agod butuh biaya. Dua orang itu, pastilah berkenaan 'meminjamkan' uang padanya. Ya, itu pasti. Harus!
"Kalian berdua," kata Agod. Dua mafia menatapnya, menunggu. "Bisa kalian pinjamkan uang kalian?"
Seorang pria 40-an, berkemeja lusuh dan nampak kacau. Apalagi rambutnya yang tipis sekali .... Orang-orang itu berubah jadi jijik!
"Pergilah, gembel! Jangan macam-macam dengan kami." Mereka pun tertawa.
Agod berkerut, kemudian dia melihat dirinya sendiri. Dia merasakan kemejanya, kumuh. Pantas saja, pikirnya.
"Pria dinilai berdasarkan sifatnya." Dua orang itu tak tak bisa tak tertawa, mereka menggeleng dan mulai bergerak untuk menjauh dari Agod si gembel. "Biar tahu, aku adalah Ketua dan perintahku adalah mutlak!"
Mereka berhenti, memasukkan tangan ke jas dan menatap Agod. Agod bergeming, menilai dua pria yang songong itu. Barulah Agod betul-betul bergeming, saat pistol keluar dari jasnya. Bola matanya berhadap-hadapan dengan moncong pistol.
"BANG!"
Pria itu terkekeh memainkan pistolnya. Agod tak bergerak, sial saja dia jika mati sekarang. Dia harus tenang dan tetap santai.
"Kenapa, gembel? Kau itu ketakutan?" Dia tertawa. "Makanya jangan bermain dengan kami, kau sana saja! Membusuklah di selokan. Kau tidak penting!"
Agod diam, menunduk sebisa mungkin. Giginya lembut dan siapa yang tahu dadanya sepanas apa. Gembel ... apa mereka kira gembel itu bukan manusia?
"Sudahlah, kawan." Temannya yang satu menarik tangan si penodong, menurunkan pistolnya. "Dia ini mungkin seorang Ketua Sindikat, kau tahulah Sindikat itu gila."
Haha ... mereka tertawa, untuk terakhir kalinya.
Agod menampar pistol di tangan si penodong, lalu meninju telak hidungnya. Temannya terkejut, bertindak, tapi dia yang terbang. Gerakan menghindarnya kalah cepat dengan pukulan palu Agod yang menyambar kening.
"Beraninya kalian! Sindikat adalah rumah, hukum dan hidup kalian! Apa yang kalian lakukan dengan sifat seperti itu?"
"Gembel ini banyak cakap, sudah kubilang orang gila jangan dilawan." Si penodong berdiri dan mengelap hidungnya. Dia merasakan jempolnya basah, hidungnya berdarah. Sangat banyak.
Termakan emosi dia menerjang Agod yang mengambil pistol di lantai gang. BANG! Moncong pistol menyemburkan jurus saktinya! Pria itu ambruk tak sempat menyentuh Agod.
Agod menoleh pada yang satunya. Pria yang satu diam, bingung mau berbuat apa. Nampak di wajah mafia itu, marah dan benci. Giginya juga sudah lembut. Pistol di tangan Agod, menghentikan waktu pria itu.
"Siapa Ketuamu?" Agod menodongkan pistol.
D-dia menggeleng. Mau lari, dia takut mati. Tak lari, dia pasti mati!
"A-aku bukan orang Sindikat ... a-aku Distrik."
Ledakan di kapal, serangan di rumah mansion, lalu penembakan seorang wanita muda di bangunan konstruksi terbengkalai. Kepala Agod jadi pusing ..., Ahh. Distrik, mafia sialan yang tak ada gunanya hidup!
"Jangan bercanda kau!" Pria itu tumbang dalam sekali tamparan punggung pistol. "Katakan saja yang sebenarnya."
"Kau dibawah siapa? Ketua mana yang kau ikuti? Iggario di barat, Joeno di Timur? Jujurlah. Azzef yang menjadi pemimpinmu? Atau si asia itu, apa dia yang kau ketuai, Hyu Kazama? Pria licik itu? Apa dia tak bisa mendidik orang-orangnya sendiri?"
"B-bukan, tuan. B-bukan ...." Pria itu mencoba berdiri, kedua tangannya diangkat untuk melindungi wajah. "Aku memang dari Distrik."
"Main-main lagi!" Agod menekan pelatuk, pria itu menggeliat merasakan panasnya besi yang melesat di betisnya. Jantung Agod sudah berdetak cepat. Akankah terulang kembali? "Distrik, ayo katakan tidak.
"Aku berkata jujur, tuan!" Dia menangis. "Aku mohon ... huhu, aku sudah mengaku.
Agod geram menekankan moncong pistol ke keningnya, menekankan ketakutan pada pria itu.
"Sindikat sudah berakhir. Sindikat sudah berakhir." Agod kesal, semakin menekan pistol. Orang-orang mulai bermunculan di mulut gang. "Aku berkata yang sebenarnya, Kepala Ketua, Azzef, dia telah dibunuh."
"Sialan!" Pria itu di tendang Agod hingga terpental masuk lebih dalam. Dia lagi-lagi mencoba bangkit. Agod yang kalap menendangnya hingga terjatuh lagi.
Agod berbalik dan menatap orang-orang yang mulai bergerumul. Ada yang memegang handphone dan menelpon seseorang. Pasti polisi!
"Aku Agod Bandeto! Jangan ada yang berani!" peringatinya.
Kerumunan terkejut, lamban laun mulai bubar, meninggalkan mayat mafia distrik dan satu temannya yang mulai kabur. Agod merasakan kepalanya berdenyut, derap langkah dapat dia tangkap. Distrik .... Dia menembak pria yang kabur sampai mati. Agod menatap langit yang luas.
Sindikat telah berakhir .... Sindikat telah berakhir? Azzef, apa benar kau telah tiada?