Chereads / A God / Chapter 11 - 11. Oi! Oi! Jangan-Jangan!

Chapter 11 - 11. Oi! Oi! Jangan-Jangan!

AGOD menatap pria yang duduk di depannya. Cahaya matahari pagi masuk melalui kaca besar dari segala sudut, sangat lembut, masih sangat menyenangkan karena cahayanya membelai wajah, terasa hangat. Pelayan kafe 24 jam baru saja pergi setelah menerima pesanan. Agod memulai pembicaraan.

"Kau tak mengubahnya? Ini situasi yang bahkan lebih buruk daripada waktu di pulau." Agod tak melepas mata dari Drede. Membuat Drede tahu, orang tua ini bicara serius. "Jika di pulau, musuh adalah mereka yang lapar, disini musuh adalah mereka yang kenyang. Orang kenyang lebih bisa diandalkan untuk berpikir. Mereka lebih licik dan berbahaya daripada yang lapar."

Drede mengangguk-angguk, mensahkan bahwa dia sudah paham apa yang diperingatkan Agod. Jaminan nyawa tidak ada saat dia sudah yakin masuk ke dunia mafia. Jika saja dia memiliki suatu bayangan tentang bagaimana dia di hari tuanya nanti, sebaiknya dia harus mengubur bayangan itu dalam-dalam. Membuangnya ke pojok terpencil pikiran, dan melupakan. Karena, hidup selama itu bagaikan impian belaka di dunia mafia.

Terkecuali si Tua Joeno.

"Aku masuk. Tak peduli masalah sebesar yang kau bilang. Aku tak mau bekerja keras dan tetap mati dalam keadaan membusuk di pinggiran gang. Jika harus mati, aku lebih memilih saat sedang di tembaki. Itupun jika mereka bisa membunuhku. Aku itu hebat, haha, kau tahu, 'Kan?"

Pria yang memakai kemeja pas ini mengangguk paham. Agod mengerti, bahwa tak ada yang bisa mengubah niat Drede. Yah, mungkin ledakan pistol yang nyaris mencabut nyawanya mungkin bisa.

"Apa yang kau lakukan sehingga bisa mengubah alih kota layaknya Kaligan? Heh?"

Pesan masuk ke ponsel Agod. Dia merasakan sesuatu di saku celanannya bergetar. Melihat Agod yang mengeluarkan ponsel, Drede paham bahwa dia harus menunggu.

"Tuan, kau ada dimana?"

"Di kafe Twofour, ada apa memangnya?"

"Ada suatu hal yang penting. Akan aku kabari jika aku sudah sampai. Tuan jangan sampai kemana-mana."

Pesan itu mengakhiri pembicaraan singkat mereka. Agod terkadang muak dengan keadaan ini. Dia bahkan tak bisa tenang saat hendak meminum kopi. Dia tak bisa berbuat banyak, toh, mungkin 'sesuatu' ini adalah tentang Robert. Tak ada keburukannya.

Dia berharap dan dia salah.

"Siapa?"

Fei adalah tangan kanan sekaligus orang nomor satu yang paling bisa Agod percayai. Jika Drede ingin bergabung di bawahnya langsung, maka Drede harus bisa bekerja sama, walau mungkin mereka saling tak suka.

"Dia adalah Fei, orang yang paling aku percayai di Sindikat dan dunia. Kau juga harus sama, harus menghormati dan mempercayainya dengan segenap hati jika kau benar-benar ingin masuk. Apa kau bersedia?"

"Dengan senang hati," ujar Drede santai, "ketika Agod berbicara, kau baiknya patuhi saja," kutip Drede dari Agod.

Drede melepaskan tawanya amat keras seketika, membuat Agod hanya bisa menghela napas dan menggeleng pasrah. Hubungannya dengan Drede semakin dekat adalah karena mereka saling membantu di suatu pulau. Mungkin jika disebandingkan dengan seberapa percayanya dia pada Fei dan Drede. Drede akan menjadi nomor 2. Tapi dia tak boleh percaya langsung, itu bisa merusak segalanya.

"Sebagai pembelajaran, panggillah aku tuan. Kau adalah bawahanku dan aku bicara serius tentang itu."

Drede awalnya mengganggap ini sebagai guyonan belaka. 'awalnya', sebelum Drede sadar Agod akan menerkamnya.

Mata Agod tak lepas menancap dari Drede. Dia harus menanamkan rasa hormat jika Drede akan menjadi bawahan setianya. Jika perlu, dia akan menanamkan hormat itu dengan cara yang berbeda.

Seperti bagaimana Agod menjinakkan Fei kembali.

"Aku adalah ketuamu. Panggillah ketuamu, dengan sebutan 'tuan.'" Agod menghela napas. "Apa kau menolak?"

Drede menelan ludah. Dia dapat merasakan jaketnya basah karena keringat yang tak wajar. Agod yang bicara sebanding dengan tindakannya. Memang tak ada alasan bagi Drede untuk menolak, karena dia sudah menaruh hormat secara dalam. Namun untuk sekadar mengingat, seseorang mati di pulau sana. Hanya karena masalah konyol tentang tak menghormati dia.

Suasana menjadi panas, gerah, membuat Drede tak nyaman. Dia memaksakan senyum hangat sehangat yang dia bisa.

"Tuan," ucap Drede, "aku akan bergabung. Tenang saja. Aku akan menjagamu di kota sama seperti di saat aku menjagamu di pulau sana. Aku hanya takut jika kau sendirian, kau tak selamat."

"Seperti kau juga bisa selamat sendirian," sindir Agod.

Hehe .... Drede menyeringai malu.

Seorang pelayan yang datang membawa pesanan mereka, memaksa Agod dan Drede menunda pembicaraan serius ini. Atmosfir yang keras dan kelam, berubah santai seketika.

Drede bicara sangat ramah pada si pelayan wanita, menyapa dan berucap terimakasih padanya. Dia bahkan menahan wanita itu, untuk berbicara sedikit tentang apapun yang dia bisa ucapkan. Tahulah, basa basi.

Empat orang pria berjas hitam masuk ke dalam kafe. Mereka semua tampil kacau, mata membulat menandakan mengantuk. Kecuali satu yang paling muda dan paling menarik diantara mereka.

Mereka mengambil duduk di meja dekat pintu. Bersenderan langsung dengan kaca transparan besar yang menghadap ke luar.

Drede tak melepas si wanita yang mulai risih. Tapi wanita itu pasti akui—menurut pandangan Drede sendiri—bahwa wanita itu terpesona dengan ketampanan wajahnya. Agod memutar kepalanya, dia putuskan dia hanya harus memulai meminum kopi hangat yang dia pesan. Biarkanlah Drede bersenang-senang, setidaknya, sebelum Fei datang.

"Eh ... ada pelanggan yang masuk. Aku harus melayaninya."

Wajah Drede mengerut. Dia menyingkirkan sedikit punggung wanita itu, sampai dia bisa benar-benar melihat keempat pelanggan yang baru datang.

"Sebentar lagi, ya!" teriak Drede.

Mereka berempat tak menggubris, mengacuhkan Drede secara totalitas. Drede sempat termakan emosi karena empat orang itu mengacuhkan dirinya dan malahan fokus ke debat mereka yang seolah-olah sangat serius. Tapi karena wanita ini, dia tidak bisa. Dia harus mendapatkan kencan dengannya.

"Mereka tak apa," kata Drede, menggeleng. "sekarang, sudah berapa lama kau bekerja disini?"

Persis bersamaan! Pelanggan yang paling besar menghantam meja. Tak ada waktu orang-orang untuk merespon, sebab dia mengikuti tindakannya dengan mencabut pistol dari dalam jas.

Agod tidak tahu itu, dia hanya mendengar meja di gebrak dan tengah dalam proses menoleh. Si wanita hendak melihat apa yang terjadi, karena ini kafenya. Diantara mereka, hanya Drede yang dapat melihat jelas moncong pistol itu diarahkan kepada siapa. Kepada, Agod.

Drede berteriak, tak tahu sudah terlambat atau belum. Dia hanya harus berteriak. "Awas, menghindar!"

Pistol meledak! Peluru keluar menerkam kopi Agod di meja. Si wanita menjerit mendengar suara pistol, begitu pula dengan pelanggan lain. Agod segera melompat ke lantai, membalikkan meja sebagai perlindungan.

Drede hanya mengangkat kedua tangan ke wajah. Responnya tak ada menghitung untuk melompat ke lantai dan berlindung. Respon mengangkat tangan ke wajah, adalah respon pertanda bahaya. Drede akan mati, jika bukan karena seseorang dari pelanggan itu.

Setelah pistol di tembak, pelanggan paling muda meninju sikut si penembak, membuat si penembak mengaduh sakit dan tak sengaja melepas pistol. Teman-temannya langsung terkejut, mereka menangkap pemuda itu dan menahannya agar tak bergerak. Si penembak, bergerak mengambil pistol yang jatuh.

Jika dibiarkan, maka Agod dan Drede hanyalah tinggal nama karena ditinggal nyawa. Drede tak mau itu terjadi, tidak secepat ini. Dia mendorong wanita itu dengan kasar, lalu menerjang ke depan. Berebut dengan kesempatan apa pistol yang terlebih dahulu di gapai atau Drede yang duluan sampai.

Drede yang duluan sampai.

Si penembak nyaris menyentuh pistol disaat Drede menginjak jemarinya beserta pistol. Tangan dan pistol lengket diinjak kaki ke lantai, dia mengaduh sakit.

"Sialan!" umpatnya.

Drede meninju perut pria itu, membuatnya semakin menunduk. Saat dia sangat menunduk, di mata Drede, dia hanya melihat sasaran-sasaran empuk.

Drede menendang kepalanya dengan lutut dan melepaskan injakan di tangan. Pria itu terhuyung, menabrak kaca. Kaca akan pecah. Drede meninju ke depan, pria itu menghindar, mengelak. Pukulan Drede nyaris menghancurkan kaca jika tak dia hentikan.

Pria itu menangkap pundak Drede dengan satu tangan yang Drede bisa lepaskan dengan mudah dan buat kesempatan emas lagi. Pria itu, keluar kaca dalam satu tendangan ke perut.

Kaca pecah, beling-beling terlempar kesana-kemari. Dua pelanggan yang memegangi satu pelanggan yang telah—mungkin—menyelamatkan nyawa Agod dan Drede, marah karena temannya dihajar babak belur.

Mereka mendorongnya dengan kasar dan maju menyerang Drede. Drede telah bersiap menyambut musuh yang datang dari kiri dan kanan. Dia menarik napas. Menyerang!

Agod menembak kepala mereka berdua. Tubuh orang itu jatuh ke bawah kaki Drede. Saat Agod hendak menembak yang satunya lagi, Drede berteriak kalap.

"Oi! Oi! Jangan-jangan!" Drede melompat diantara si pelanggan dan Agod. Agod tersentak, napasnya tercekat karena jari telunjuknya sudah ada di ujung pelatuk. Nyaris saja! Dia membunuh Drede sialan ini. Dia segera menurunkan pistol, mengilap wajah.

"Aku hampir menembakmu!" bentak Agod. "Apa dia saudaramu sehingga kau melindunginya?"

Drede membantah pernyataan Agod. Saudara Drede sudah lama mati dan hilang dari bumi. Dia tak butuh saudara baru.

"Dia membantu kita tadi. Dia meninju si penembak itu! Dia, mungkin orang baik."

Orang baik? Sepertinya Drede mabuk.

Agod menatap jasad berdarah dua orang yang baru ditembaknya. Dia menjadi kepikiran tentang hal yang ingin dibicarakan Fei sehingga dia tak boleh pergi kemana-mana. Melihat-lihat pakaian mereka, orang ini pastilah mafia.

"Kau kenal dengan mereka?" tanya Agod pada si pelanggan.

Si pelanggan menjawab, "Mereka temanku! T-tentu aku kenal."

"Dan kau kenal alasan mereka ingin membunuhku?"

Pemuda itu mengangguk pasti, dia tahu jawabannya. "Tentu! Kau tidaklah aman lagi, ketua Agod."

"Aku seperti itu karena orang-orang Distrik seperti kalian!"

Pemuda itu mengangguk dan juga menggeleng. "Bukan hanya Distrik! Kau juga diburu oleh Sindikat! Sekarang di kota tak adalagi tempat aman bagimu, ketua! Kau harus segera pergi dari kota secepatnya."

"Apa yang kau bicarakan? Siapa ketua lain yang selamat selain aku dan Hyu?"

Agod membelalak saat pemuda itu menggeleng. Jantungnya menjadi sakit, kepalanya berat. Drede disana terpelongok melihat pembicaraan mereka.

"Mereka mati! Ketua Hyu dan kau juga akan mati. Seharusnya seperti itu, jika ketua Hyu tak menjual dirimu kepada mereka."

#MohonMaaf jika saya Update lama, ada alasan saya melakukan hal itu. Saya sedang fokus mengerjakan projek novel saya yang lain. Berbeda tema, novel yang lain menganut tema Zombie. Jadi, saya kurang bisa menyatukan dua novel tersebut jika untuk dikerjakan secara bersamaan. Karena, A God bukanlah genre yang suram, sedangkan yang satunya, genre kejam dengan nyawa hilang dan pembunuhan.