SEHARI sebelum kedatangan Drede. Malam hari.
SEHARI sebelum kedatangan Drede. Malam hari.
Udara malam sangat mencekam, dia bersyukur dirinya saat ini mengenakan jaket tebal. Tapi, Dia takjub dan tak habis pikir pada Fei yang sebegitu tangguhnya bisa tak kedinginan walau hanya memakai seonggok kemeja tipis dan kaus putih.
Untung saja mereka menunggu dari dalam mobil. Jika Fei memutuskan mereka harus lebih dekat ke pelabuhan dan menunggu di luar mobil, hanya berdiri, maka dia tak bisa pastikan dia bisa mengintai lebih lama.
Daritadi siang dia dan Fei ada di dalam mobil sedan hitam ini untuk mengawasi Robert—dan membunuhya. Tugasnya tak lebih penting dan juga tak lebih kalah penting dari Fei. Dia memang menjadi seorang supir, tapi dia juga tahu, dia bisa saja menjadi mayat dalam waktu dekat. Kalian lihat saja sebentar lagi.
Tak ada musik radio, tak ada banyak bicara. Fei hanya diam membisu, siapapun bisa tahu bahwa dia sedang fokus dalam tugasnya. Pria berjaket tebal ini tak punya pilihan lain. Dia hanya bisa meniru apa yang Fei lakukan. Mereka berdua menengok ke luar, menunggu dari jauh.
Mereka menunggu tak terlalu jauh dan tak terlalu dekat dari persimpangan keluar-masuk. Untuk alasan menghilangkan kecurigaan. Jika mereka menunggu sangat dekat, para mafia Distrik akan mulai curiga. Jika terlalu jauh, maka mereka hanya membuang-buang waktu karena mereka tak bisa tahu apa Robert yang keluar dengan mobil atau tidak.
"Satu mobil keluar," beritahu Fei padanya.
Pria ini menghela napas berat. Mobil yang keluar, tak memiliki jaminan pasti bahwa ada Robert di dalamnya. Bahkan, tak ada juga jaminan untuk Robert akan keluar dari pelabuhan hari ini. Dan disinilah dirinya harus bertaruh, apa dia akan kembali membawa raga atau hanya jasad saja.
Mobil yang diduga membawa Robert membelok pelan di persimpangan. Pria berjaket tebal berlari di gelapnya malam dan menabrakkan dirinya keras.
Dia terhempas ke kap depan. Dia mengaduh dan terpelanting jatuh, berguling-guling di aspal jalan, menjerit kesakitan.
"Sialan! Sialan! Kenapa kau menabrakku!" bentaknya bangkit dari jatuh.
Dia menepuk kap mobil dengan keras, sambil memegangi punggungnya, berpura-pura kesakitan—yang ternyata dia terlalu keras menabrakkan tubunya. Di malam yang gelap, dia bisa melihat dua siluet orang yang ada di bangku depan saling bertatapan..
Mereka berdua keluar, nampak jelas mafia distrik dengan jas hitam mereka. "Darimana kau munculnya? Apa kau gila? Mau mati? Hush, pergilah dari hadapanku. Kami buru-buru."
Tak ada yang mengenalinya. Dia mengangguk paham. Ya, dia bukanlah orang yang berpengaruh di organisasi.
"Apa?" Walau takutpun, dia berusaha marah. Dialah yang ditabrak disini, ya, rasa takut di dirinya seakan-akan tak pernah ada. Sekarang, dia seorang pemuda pemberani yang membentak mereka. "Ini wilayahku! Pelabuhan ini dekat dengan rumahku! Apa kalian mau tak pulang?"
Dua orang Distrik itu tak bisa menahan marah. Mereka menangkap si pria berjaket tebal, mengancamnya.
"Dengar, kamilah yang akan membuatmu tak pulang." Mereka menunjukkan pucuk pistol dari dalam jas mereka. "Jika kau tak diam juga."
Pria itu mengintip ke belakang mereka berdua. Mencoba menengok-nengok, apa ada masih ada orang lain selain mereka berdua di mobil. Ocehan dan gertakan mereka, tak berhasil membuatnya takut banyak—hanya sedikit.
Tak ada lagi selain mereka di mobil. Dia mendorong mereka mundur, mengacungkan telunjuk, mengancam.
"Pistol mainan sialan!" Tak cukup berani meludah ke wajah mereka, dia meludah ke jalanan. "Jika kalian bukan dua orang, kalian sudah habis!"
Mereka cekcok, adu argumen. Saling bertukar makian dan gertakan, tanpa ada tindakan pasti. Emosi menyelimuti dua orang Distrik. Sampai-sampai mereka tak menyadari, ada satu mobil yang baru saja keluar.
Mobil berhenti tak jauh dari mereka. Si pria menengok siapa lagi yang berhenti itu. Apa disana ada tetua Robert? Pintu kaca mobil dibuka, seorang pria gemuk menampakkan wajahnya. Si pria tahu, dia Robert.
"Ada apa?!" teriak Robert.
Mereka berdua terkejut. Sontak mereka berhenti berbicara. Satu dari mereka berbalik. Kacung Distrik itu menghadap Robert, berkata ramah, membuat orang-orang jelas tahu, bahwa pria yang ada di mobil itu merupakan orang penting.
"Hanya orang mabuk, bukan masalah penting."
Jika dia pergi saja tanpa berkata apa-apa, maka Robert akan berpikir ada sesuatu yang aneh. Dia tak mau Robert curiga dan kembali masuk ke dalam pelabuhan untuk mencari perlindungan. Segera, dia kembali kepada aktingnya!
"Mati kalian! Mati! Awas, aku memanggil temanku!"
Mafia Distrik itu menggeleng, tak mau berteriak keras dan tak sopan sebab ada Robert yang melihatnya. Mereka memutuskan mengacuhkan orang gila itu, dan masuk kembali ke mobil.
Pria berjaket tebal itu masuk ke mobil dan berseru!
"Robert ada di mobil kedua!"
Fei mengangguk, mempersiapkan pistolnya.
Pria berjaket tebal itu menyandarkan tubuhnya ke kursi agar dirinya merasa nyaman. Dia tahu, jika bukan karena udara dingin maka keringat sudah berkeluaran amat banyak saat ini. Aneh memang, tapi dia berterimakasih sebab udara dingin menyembunyikan keringat ketakutannya.
"Jalan."
Pria itu menyalakan mobil dan berputar. Mobil dua orang Distrik berselisih karena berbeda arah. Jika diberikan kesempatan, dia akan berputar dan menghabisi dua orang itu. Namun saat ini, jalan lurus hanyalah pilihannya.
Mobil Robert sudah sedikit jauh. Jika dia tetap dalam kecepatan sama, maka mereka berdua akan kehilangan Robert—dan dia bisa mati jika itu terjadi. Mobil dipercepat, gigi dinaikkan bertahap. Speedometer menunjukkan angka 80Km/h.
Dia mengelak ke samping. Dirinya terkejut, terlambat menyadari ada mobil sedan dari arah berlawanan. Mobil sudah stabil, tapi dirinya gemetaran. Dia tahu, Fei tadi berdecak kesal. Dan tak akan ada orang yang mau, membuat tangan kanan sang Terhormat menjadi kesal. Jangan pernah dicoba.
Mobil Robert telah digapai sekarang. Mereka dapat melihat siluet orang gemuk dari kaca belakang. Fei membuka kaca mobil, mengeluarkan separuh tubuh dan pistolnya. Rambut pirangnya berkibar sangat tidak tenang. Sangat berbeda dengan pembawaannya saat ini yang siap mencabut nyawa seseorang.
"Tetap stabil," beritahunya. Si pria berjaket tebal mengangguk paham.
Dia mengendalikan gas, tak terlalu penuh dan tak terlalu pelan. Setir dia tahan kuat-kuat, agar tetap lurus dan tak bergoyang. Merasakan mobil sudah sangat stabil, dia bernapas lega. Lalu, pertunjukan dimulai!
Pistol yang Fei pegang meledak. Dor! Dor! Dor!
Nampak jelas sekali. Kaca ditembus tiga peluru. Darah terbang ke kaca belakang, siluet Robert tumbang.
Mobil di depan mereka oleng dan terkejut, kehilangan kendali. Fei segera masuk ke mobil. Mobil mengelak, melewati mobil Robert, melaju cepat.
Speedometer menunjukkan 120Km/h. Hanya dalam beberapa detik saja, mobil mereka tak bisa dilihat Robert lagi. Oh, ya. ... Robert, 'kan sudah mati.
*** Mereka berhenti di minimarket. Fei mengatakan dia kehausan dan akan pergi membeli minum ke dalam, meninggalkan si pria berjaket yang menunggu dengan rasa bosan.
Dia takjub, semakin takjub setelah menyaksikan secara langsung betapa tenangnya Fei. Dia akui, dia juga seorang mafia. Namun mafia manapun yang dia kenali, tak akan bisa berlagak tenang layaknya Fei. Seakan-akan ... Fei itu tak punya perasaan.
Fei sedikit lama. Dia menunggu dengan memainkan ponselnya. Dia membuka browser, hendak membuka situs berita. Dia ingin tahu apakah berita ini sudah tembus ke internet atau belum. Namun tiba-tiba sebuah pesan muncul, dia membacanya.
Dia mengelap keringat di wajah. Dia membelalak. Tangannya bergetar hebat, dia ketakutan setengah mati. Ludahnya terasa keras, dia membaca ulang pesan. Berharap pesan ini tidak benar!
"Target: Agod Bandeto. Semua personil Utara, bunuh Agod Bandeto sekarang juga! Diberikan seratus juta dolar bagi tiap orang yang berhasil membunuh sang Ketua Terhormat!" -KETUA Dirinya lemah dan lesu. Pesan Target ini sangat tak terduga. Baru lepas sehari setelah mereka melakukan pesan Target untuk mafia Distrik, sekarang ketua Hyu malahan melancarkan pesan Target untuk ketua Agod.
Argh!
Menghabisi ketua Agod bukanlah masalah terpenting saat ini. Bukan. Dia bisa saja pergi dan tak melakukan tugas jikalau takut dengan ketua Agod. Tapi, masalah terpentingnya adalah Fei. Dia melirik Fei yang datang membawa dua botol mineral, menatapnya aneh.
Wajah Fei berubah curiga. Matanya melirik ponsel, lalu melirik wajah si pria berjaket tebal.
"Kau kenapa?"
Dia menggeleng, segera menyembunyikan ponselnya. "Tidak ada."
Ponsel tak sempat masuk ke saku celana, sebab Fei segera menangkapnya. Dua botol mineral yang dia pegang jatuh ke tanah.
"Apa yang terjadi?"
Pria berjaket tebal berusaha mempertahankan ponselnya, berusaha mempertahankan kehiduppannya. Hidungnya ditinju keras, dia terpelanting jatuh, membuatnya langsung sadar dia hanya bisa pasrah.
"Target: Agod Bandeto?" Fei mengusap kedua bola matanya setelah membaca pesan di layar. "Apa pesan ini, dari Ketua Hyu?"
"I-iya ...," jawabnya takut.
Fei melempar ponsel ke jalanan, menghancurkan ponselnya. Si pria berjaket tebal tergidik ngeri, tertunduk. Fei menendang, meninju kap mobil berkali-kali. Kepalanya kacau.
"Ah! Brengsek!"
#Brengsek, memang.