PRIA pendek yang mengenakan jaket berkerudung terkejut melihat apa yang terjadi di hadapannya. Harapannya setelah sampai ke kota adalah untuk bertemu Agod untuk mencari sesuatu yang gila.
Tapi sekarang? Hal gila ada di depan matanya. On LIVE!
Pagi ini kekacauan masih terjadi seperti semalam siang. Kali ini, belasan orang mengkeroyok satu orang pria di tengah jalanan. Mobil dan motor terpaksa berhenti, mereka mencoba menghentikan pengeroyokan, teriakan mereka keras, klakson mereka keras. Tapi tak ada yang berani bertindak lewat cara keras. Yaps! Tidak ada, termasuk Drede juga.
Pria yang jatuh di jalanan meminta pertolongan. "Tolong aku!"
Dia memutar-mutarkan tangannya ke segala sisi, memukul-mukul mereka dan berusaha kabur saat melihat ada celah. Namun celah itu segera tertutup. Lawannya belasan orang, dia tak punya harapan. Pria itu merasakan tinjuan telak di bibirnya yang sudah berulang kali muntah darah.
"Hentikan itu! Dimana hati kalian?"
Drede menengok si yang berteriak, seorang wanita tua, yang mereka acuhkan teriakannya. Tak ada satupun dari pengeroyok berhenti. Klakson yang ribut dan teriakan yang menyuruh mereka 'tuk berhenti, akhirnya berhasil.
Tapi setelah si pria kehilangan nyawanya. Mereka menyeret mayat pria itu, membawanya menjauh dari sana seperti menyeret ambal kotor.
Tiga orang menoleh pada Drede, mereka menatap pria berambut tebal itu dalam-dalam. Mereka berpisah dari rombongan dan mendatangi Drede dengan gaya bak preman.
Drede bersiap-siap jika sesuatu yang buruk terjadi. Melihat ada pria yang dikeroyok sampai mati di hadapannya, membuat Drede yakin ada kemungkinan dia akan berakhir sama. Menjadi mayat.
Satu dari tiga orang itu menyongongkan wajah ke depan.
"Kau orang Distrik?"
Wajah pria itu terkena darah cipratan dari si malang yang mereka keroyok. Drede berpikir, mungkin jawaban dari pertanyan ini adalah hal yang menyebabkan si pria tadi mati. Dia tak tahu jawabannya, dia mundur sedikit untuk berjaga-jaga, lalu menjawab secara jujur saja. Toh, jika harus baku hantam, dia bisa kabur.
"Bukan, aku tak ada hubungannya."
Dua yang lain menatap Drede sekejap, menengok apa Drede berbohong. Sudah yakin, mereka mengajak si pria songong pergi menjauh dari dia. Drede menghela napas, lega. Dia selamat. Padahal, dia sudah bersiap-siap untuk kabur.
Tiga orang itu pergi. Persimpangan tempat pengeroyokan lengang dari klakson dan teriakan untuk beberapa detik. Semuanya menyaksikan sisa-sisa pengeroyokan. Darah banyak sekali menempel di tengah jalan, membuat orang-orang ada yang panik bahkan sampai histeris. Tapi tidak dengan Drede.
Jika dia panik dengan hanya melihat darah saja, maka dia sudah lama pergi dari dunia. Drede tak mengetahui pasti bagaimana bobroknya Maraboro dalam dunia kriminal. Tapi jika membandingkan dengan kota asalnya, Tanbe, mungkin tak ada bedanya.
Di Tanbe tak akan pernah ada pembunuhan secara terang-terangan seperti ini. Ini sudah termasuk dalam kategori gila. Orang-orang tahu juga bahwa Maraboro adalah kota yang tak serusuh dulu, tak seperti belasan tahun yang lalu. Jika mencari kota yang kacau, semua orang bisa meninjau kota Kaligan di seberang lautan sana. Tapi di kota sepert ini, mengapa semua ini bisa terjadi?
Drede berpikir, jawabannya hanyalah satu. Karena Agod.
Sepak terjang pria itu sangat jelas berputar-putar di benak Drede. Seperti film aksi yang ditontonnya dulu, hidupnya dan Agod seperti drama saat mereka terperangkap di suatu pulau. Bayangkan saja, ketika sepuluh orang melawan harimau, hanya satu yang keluar hidup-hidup. Siapa yang hidup? Kau tahu siapa dia.
Drede sudah mengetahui bahwa Agod adalah salah satu ketua di kota ini. Agod yang mengatakannya secara langsung. Dan kepulangan Agod ke kota dan insiden pengeroyokan seperti ini, sangat tak mungkin adalah hanya perkara kebetulan.
Tapi nampaknya, Drede akan melihat tontonan menarik lagi. Belasan orang yang mengkeroyok satu pria tadi, berlari luntang-lantung kembali ke persimpangan. Awalnya Drede tak paham apa yang dilakukan orang itu, tetapi setelah melihat tiga orang polisi ada di belakang mereka, Drede paham bahwa mereka sedang bermain kucing dan anjing.
Mobil-mobil di persimpangan belum ada yang bergerak, masih tetap berhenti.
"Kabur! Ayo cepat atau kita akan ditangkap!"
Satu di depan berteriak mengajak kawannya kabur. Dia yang pertama melewati persimpangan dan dia yang pertama harus merasakan ditabrak oleh dua mobil dari dua arah.
Sopir mobil itu keluar dan mengutuk pria yang mereka jepit di antara dua mobil. "Mampus!"
Drede hanya manggut-manggut saat melihat satu lusinan mobil bergerak menabrak preman-preman yang mencoba kabur dari kejaran.
Tak lama, belasan orang tertabrak di persimpangan. Mereka terpelanting, jatuh. Ada yang pingsan, ada yang patah tulang dan berteriak kesakitan sampai lehernya serak. Ada juga yang tangannya tertindih ban mobil, membuat dia menggila mencoba melepaskan diri.
Tiga orang polisi tadi datang juga. Satu dari tiga, seorang yang lebih muda, menelpon seseorang. Drede yakin, itu adalah panggilan bala bantuan.
Drede mendekat ke tempat kejadian, melihat-lihat para preman yang jatuh pingsan. Drede bersandar pada satu mobil, mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Agod.
Dia tak sabar untuk bertemu dengan ketua Agod dan mendengar apa yang dilakukan Agod sehingga ini bisa terjadi.
Polisi yang paling tua berteriak. Satu orang preman dengan wajah terciprat darah berhasil berpura-pura pingsan dan melihat ada kemungkinan untuk kabur. Sayangnya, dia datang ke Drede dan Drede mengenalinya.
"Tangkap dia, nak!" teriak polisi beruban dan berjanggut tipis dari kejauhan.
Tak perlu dibilangpun. Drede menaiki atap mobil dan menendang kepala si preman. Orang songong ini pasti kuhajar!
Si preman terjatuh. Drede tak diam dalam satu tendangan, memberikan si preman tendangan dan injakan yang berikutnya. Si preman sampai merintih minta ampun untuk Drede menghentikan tendangannya.
Polisi beruban itu mendatangi Drede.
"Kerja bagus, nak," pujinya menepuk pundak Drede.
Drede manggut-manggut, menoleh pada si polisi dan menghentikan aniayaannya. Di badge namanya, tertera Chief Chester.
Dengan merendahkan suara, Drede pamit undur diri.
"Senang membantu, Chief Chester."
Chester tersenyum, lalu segera meninju si preman yang kabur. "Menyusahkan saja kau, dasar sampah!"
Drede menjauh, sambil melihat Chester meninju si preman dengan emosi. Ketika Chester menggosok janggut tipisnya, polisi tua itu tersenyum dan tenang, secara mengejutkan.
Drede terkejut, memutuskan mengangkat bahu tak peduli. Sekarang dia harus kembali mencari nomor ketua Agod.
"Agod, Agod ... mana nomornya?"
Setelah beberapa detik, akhirnya Drede berhasil membuka info kontak ponsel. Dia kemudian menekan layar, menelpon sang ketua Terhormat.
Seseorang menjawab dari sisi lain. "Drede? Ada apa menghubungi? Maraboro sedang kacau sekarang, kau sebaiknya jangan datang saja."
Drede tak bisa menahan tawa. Dia terbahak-bahak hingga tersedak. Mulutnya dekat dengan ponsel dan dia berteriak pelan. "Aku tahu Maraboro kacau karenamu, Agod! Kau itu hebat. Aku ada di Maraboro dan aku akan menemuimu sekarang. Aku akan mengikutimu selalu. Kau itu gila! Hah. Aku akan menjadi kau!"
Agod terbatuk. "Aku tidak gila, bodoh! Jangan sembarangan kau bicara."
Drede membelalak dan semakin merendahkan suara. Dia terkekeh pelan, kali ini tawa malu. "Hehe, maafkan aku."
#Dah paham la, ya, mau ngapain.