Chereads / A God / Chapter 4 - 4. Chester, eh

Chapter 4 - 4. Chester, eh

KEPALA polisi berteriak dalam senyap. Pembunuhan lagi? Ah! Dia yang menatap mayat seorang pria berjas hitam memuncak-muncak kesetanan. Lalu setelah dia menggosok janggut habis dicukurnya, Geli .... Barulah dia menjadi tenang.

"Pak," seseorang muncul dari jalanan.

Tiga hari yang lalu terjadi pembunuhan di segala sisi kota. Para mafia yang diketahui sebagai sindikat menjadi mayatnya. Chester melihat personil polisi yang usai mencari jawaban kepada warga, jawaban atas pertanyaan; Siapa pembunuhnya?

Personilnya terkekeh pelan. Menggeleng. "Mereka menutup mulut." Dia mengangkat tangan, memutar bola mata. "Diam, tak bersuara." Lalu mengedipkan satu mata pada atasannya. "Anda tahu siapa, bukan?"

"Heh," gelagap Chester membisu. Siapa dia? Seseorang yang bisa membungkam para warga? Apa dia orang terkaya di Maraboro yang dapat menyogok para rakyat biasa untuk menutup mulut atau dia adalah orang terberbahaya di Maraboro yang mampu membisukan mulut?

"Sekian lama waktu berlalu." Chester menggeleng, menolak bahwa dia kembali. "Orang itu pasti telah mati di suatu tempat tanpa kita ketahui, King."

King mengangkat bahu tak peduli. "Siapa lagi memangnya?"

Siapa lagi memangnya? Chester bergulat dalam benaknya, kemudian menatap kembali mayat di depannya. Siapa lagi memangnya yang dapat menikam orang-orang lewat rasa takut?

"Sindikat adalah pengendali sistem Maraboro. Diantara lima tetua Sindikat, tak ada yang seberbahaya dia. Kalau ditelaah, Iggario mungkin lebih kuat ataupun ada si Tua yang lebih nekat. Mungkin Azzef akan menggunakan kekuasannya, dia bisa jadi tersangka, jika dia tidak tewas sih."

"Sangat disayangkan Azzef diserang habis-habisan di minimarket." Chester menggeleng, menggoyangkan rambut pendeknya yang sudah ubanan. "Jadi ini sah bahwa dia Agod Bandeto?"

King tersenyum, mengangguk membuat poni terurainya bergelombang. "Selain dia, siapa lagi?" Kemudian King menambahkan. "Sang Terhormat telah kembali. Mungkin kita akan mendapatkan bayaran yang terlewat dua hari, he, Ayah?"

Chester paham dan mengikuti senyum anaknya. "Ah, tentu. Gaji pokok polisi, nah ... terlalu kecil."

King setuju. Dia tertawa. Tapi ada hal yang membuatnya sedikit tersentak dan terdiam. "Dan kita akan mendapatkan apa yang memulai pembunuhan berantai di kota ini."

"Ya!" Chester mengepal tangannya. "Kita akan tahu dan mengungkap apa yang terjadi! Bisa-bisa berita negara masuk, dan aku langsung dicopot dari jabatan kepala polisiku!"

Meninggalkan ayah dan anak, Chester dan King. Seorang personil kepolisian lain sibuk di dalam mobil. Setelah dia mendapatkan laporan dari radio, dia bergegas keluar dari mobil polisi.

Dia keluar dari mobil polisi yang terparkir agak jauh dari depan gang, jauh dari King dan Chester. Langkahnya tergopoh-gopoh, dirinya membawa berita besar! Kepala polisi pasti akan tertarik.

King menyadari langkah personil polisi itu. Dia berbalik, melihat dari mulut gang muncul seorang rekannya. Pria itu berkeringat karena panik.

"Apa yang membuatmu gila, bodoh?"

Tak merespon hinaan King, dia langsung menyemburkan informasi.

"Rumah si Tua di timur, terjadi baku tembak!"

He .... Chester menerkam anak muda itu. "Apa katamu? Lalu apa si Tua terlihat di sana?"

Chester mengingat, dua hari yang lalu mereka diusir dari rumah Joeno. Mereka bahkan tidak masuk melewati pintu gerbang. Alasan mereka diusir? Karena ketua Joeno tak menerima tamu. Sungguh mencurigakan!

"Umm, tidak. Tapi yang pasti, anak Joeno. Alexa Blaire dinyatakan tewas. Dibunuh oleh pengawalnya sendiri."

"Lalu?"

"Mereka segera mengosongkan rumah Joeno." Dia menggeleng. "Tak ada yang tahu apa Joeno ada di salah satu mobil yang berhamburan pergi dari sana."

King merasa hal ini mustahil. Jadi dia mendatangi ayahnya.

"Ayah, kita tahu bagaimana si Tua," kata King. Chester melirik anaknya, kemudian melepaskan cengkraman dari polisi muda ini.

"Tak mungkin dia membunuh anaknya sendiri. Semua orang yang tahu, pasti tahu itu," tambahnya.

Chester mengangguk. Itu memang benar. Dulu sekali, Joeno si Tua pernah memanggil Chester dan Walce. Kepala polisi dan wakil kepala polisi di panggil oleh Joeno untuk menghadiri satu pertemuan.

Tak bisa terbayangkan dalam benaknya Chester, betapa satu jam itu adalah satu jam dia harus melawan dirinya sendiri untuk meredam emosi. Joeno terus-terusan mendesak untuk Chester dan Walce membantu dalam menangkap seseorang yang kotanya berbeda jauh dari mereka. Tentu Chester menolak, tentu juga, Joeno hampir menekan pelatuk. Oh, Chester ingat. Joeno memang menekan pelatuk, andai saja bangku yang diduduki Chester tak runtuh akibat keropos, mungkin Chester telah lama mati di tangannya.

Mmm .... Mengingat tentang kota jauh di seberang sana, mengingat tentang kasus Joeno yang mendesak untuk mencari pembunuh istrinya. Chester juga teringat sesuatu. Invasi Distrik Kaligan. Itu yang mereka tulis di berita, namun berita itu hangus dan lenyap. Begitu saja. POOP! Tak ada orang lagi yang mempermasalahkannya. Selagi Maraboro damai dan tentram, para warga tak akan peduli. Nah ... mereka bahkan tak peduli walau kota kacaunya minta ampun.

"Berarti si Tua juga mati. Itu simpel." King setuju dengan praduga ayahnya. "Dan siapa pembunuhnya, itu membuat ayah tertarik."

Si polisi muda dan King tertarik melihat Chester tertarik. Chester tersenyum, menggosok-gosok janggut habis cukurnya, Geli .... Lalu berkata.

"Kita juga butuh bayaran, he, King."

"Tentu."

"Dan seseorang yang membunuh Joeno sekaligus Alexa, apa dia mau menjadi penguasa berikutnya? Tentu harus beri bayaran dulu pada kita! Haha."

King tertawa. King setuju. King paham betul bahwa sekuat apapun Agod Bandeto itu, dia akan kalah oleh pihak baru ini. King, sangat mendukung untuk Maraboro mengganti penguasa dunia bawahnya.

#Dengan VOTE kalian, saya tersenyum. Dengan COMMENT kalian, saya tertawa. Dengan masukkan ke READING LIST, saya senang gila! Buat saya senang, dong!