Chereads / A God / Chapter 7 - 7. Kawasan Kumuh, Wavter si Pembunuh

Chapter 7 - 7. Kawasan Kumuh, Wavter si Pembunuh

[Buka Pikiran sebelum membaca. Kosongkan dan nikmati. Tarik napas dalam-dalam, lalu buang secara perlahan. Nikmati dan nikmati. Buka pikiranmu dan marilah baca cerita ini.]

KETUA Agod setuju menggelontorkan anggaran dana yang diprediksi satu juta dolar, tentu akan mereka gelontorkan setelah perang—dan jika menang. Jika kalah, berarti mereka tak perlu bayar, toh, mereka mati.

Esoknya, di pagi hari. Burung-burung pembawa kabar berita telah terbang ke sejagat kota. Maraboro kini riuh akibat berita itu. Burung-burung berciut, menciutkan sebuah hadiah yang sangat menggiurkan.

Di daerah terkumuh Maraboro utara, seorang 'burung' berjas hitam tertunduk ciut. Para warga disana yang notabene adalah perampok, pencuri ataupun penjual barang ilegal adalah sebab pasti dia sedikit tak nyaman. Bagi mereka, urusan uang ganti nyawa adalah perkara biasa. Dia takut? Pasti!

Tawaran Agod tak dapat ditolak. Di kedai kopi sederhana ini, tak ada yang akan berbohong bahwa mereka tak tertarik dengan uang yang ditawarkan, walaupun begitu, hati mereka belum percaya penuh. Walau Agod dikenal hebat, tetap saja uang adalah hal berharga. Dan sekarang, seorang pria mengaku-ngaku sebagai pembawa pesan dari sang Terhormat yang menawarkan uang untuk diganti dengan beberapa kepala. Heh. Pembunuh biadab macam mereka tentu tergelak tertarik.

Seorang pria berambut panjang sedagu menerobos kerumunan orang. Dia memakai jaket denim yang sobek-sobek, terlihat mirip dengan puluhan lain yang ada di kedai. Pria itu bicara setelah melihat si burung berhenti memainkan ponselnya dengan gugup. Mereka bertatapan, si burung menelan ludah.

"Katakan. Apa benar itu?"

Si burung tersentak, tak nyaman melihat wajah si penanya yang dipenuhi tindik dan bekas luka. Setelah menatap mata celek satu si penanya, si burung memutar kembali pesan lewat ponsel.

Orang-orang riuh, pesan ini sudah diulang beberapa kali namun tetap, mereka masih berdiskusi untuk percaya atau tidak.

"Aku Agod Bandeto menawarkan kepada kalian semua. Sebuah cara mencari uang mudah. Dapatkan satu kepala para brengsek mafia Distrik untuk sepuluh ribu dolar. Pekerjaan mudah 'tuk mendapatkan uang berlimpah. Aku Agod Bandeto, memegang omonganku. Kalian bisa percaya."

Lalu pesan itu diputar sekali lagi sebelum dihentikan si burung. Dia menatap si penanya, menunggu respon yang dia harapkan tak akan pernah ada. Namun! Ini hari paling sialnya.

"Apa ada yang pernah mendengar Agod bicara?" tanya si penanya ke satu ruangan. Satu kedai, senyap. Sunyi tanpa ada jawaban. Tak ada yang menjawab adalah pertanda dari angin lalu, bahwa tak ada dari mereka yang tahu.

"Lihat," katanya, "tak ada yang pernah mendengar suara sang Terhormat. Bagaimana kami bisa percaya siapa orang itu?"

Si burung mengeluh. "Aku hanya memberikan pesan, bang. Jika kalian tetap tak percaya bahwa suara itu milik ketua Agod Bandeto, maka kalian telah melewatkan kesempatan yang amat besar. Kalian pasti menyesalinya jika menolak."

Si penanya menggosok dagunya yang berjanggut tipis. Dia menggaruk-garuk kepala, ragu. Melihat tingkahnya, teman yang memanggilnya tadi berseru keras.

"Sepuluh ribu dollar! Wavter, apa kau gila melewatkan kesempatan ini?" Dia menghela napas keras. "Kita merampok dan membegal puluhan orang dan tetap, kita tak akan dapat uang yang banyak amat mudahnya. Ayolah, kau bisa mempercayai si dungu satu ini."

Si burung mendengus. Si dungu yang di maksud adalah si burung pembawa kabar. Dia memijat dahi, menahan emosi. Melihat puluhan orang di kedai yang berwajah sangar, bertubuh tegap dan penuh tato, membuat otaknya berpikir jernih untuk tak bermacam-macam.

"Agod Bandeto mendapatkan julukannya karena berhasil menyatukan satu kota di bawah Sindikat dan melakukan apa saja demi kawan yang membantunya dalam perang. Dan dia berhasil menepatinya. Menjadi teman ketua Agod adalah hal yang tak pantas ditolak. Jika tanpa ketua Agod, maka kita tak akan bisa tidur lelap di malam hari karena harus berperang setiap harinya. Ingatkah kalian di masa itu?"

Wavter menatapnya. Perang setiap harinya? Bagi Wavter dia yang sekarang sama seperti dulu. Tak ada bedanya. Masa hidupnya dia habiskan di jalanan dengan merampok dan uangnya dia habiskan ke kedai kopi dan juga rumah pelacur. Semua itu terus berulang dan berulang lagi. Sebuah siklus yang membuat Wavter terkadang menangis dalam malam.

Sekarang seseorang mengatakan Agod mengakhiri perang?

Mau Agod yang berada di puncak tertinggi ataupun kota masih diperebutkan banyak kelompok penjahat, Wavter akan dan pasti seperti yang sekarang ini. Menjadi seorang pejuang seumur hidup. Dia akan sama dan tak akan berubah sampai hidupnya berakhir. Membegal adalah jalan hidupnya—dan miris, satu-satunya hal yang dapat dia lakukan untuk hidup.

"Bagaimana jika kau berbohong? Atau, ketua Agod yang berbohong."

"Percayalah ... aku tak punya bukti lain." Si burung menggeleng muak. Dia capek harus berbicara daritadi, terus menerus pula. Sekarang rasa takutnya mulai pudar digantikan lelah. "Sekarang, apa kau mau? Jika tidak, maka tempat ini tak akan dihitung."

"Kami mau!" orang lain di belakang Wavter berseru keras. Sepuluh ribu dollar ... mereka akan berpesta-pora!

Wavter menghela napas dan tersenyum. Tak ada salahnya mencoba. Sepuluh juta dollar, mungkin saja ... dia bisa berhenti membunuh orang untuk hanya sekadar hidup. Dia tersenyum. Mungkin di umurnya yang sudah lima puluh, dia akhirnya bisa tenang dan membeli rumah kecil di tepi hutan. Dia sangat ingin seperti manusia yang lain, memiliki rumah dan pergi berlayar ke lautan lepas. Juga memiliki keluarga kecil walau dia rasa sudah sedikit telat untuk memulainya. Dia terkekeh. Dia yakin, rumah sederhana dan tangan yang dipenuhi darah ikan dan bukannya manusia akan menjadi masa-masa terakhir hidupnya—dan masa terindahnya.

Dia bertanya keras, harus yakin. Tak lucu jika semua ini adalah tipuan orang kaya belaka.

"Aku ingin tahu bagaimana rupa Agod? Atau kita tak akan percaya."

"A-apa?" Dia menduga salah dengar.

"Foto Agod Bandeto," mintanya.

Si burung tersentak namun jemarinya segera sibuk mencari sesuatu lewat ponsel pintar. Dia mendapatkan sesuatu. Sebuah foto dari pertemuan beberapa bulan yang lalu, dimana seorang pria berkulit gelap menepuk jidat disaat seorang pria tua yang rambutnya sudah putih tengah marah-marah. Si burung tersenyum penuh arti, foto ini sangat bersejarah. Dan dia bersyukur, bahwa dia mengambilnya secara diam-diam.

Wavter menerima ponsel yang menunjukkan foto Agod dan si Tua. Kulit gelap dan tubuh kekar, dari foto itu, Wavter sudah dapat menebak yang mana Agod. Yang berkulit gelap dan tegap. Usai menghapal wajah Agod, dia melempar ponsel itu ke udara. Rekannya segera berebutan, saling melihat, sedikit bertanya Agod yang mana dan tersentak paham bersama-sama.

Ponsel milik si burung terbang kesana-kemari. Pindah ke tangan besar dekil ke tangan keringatan kikuk dan pindah lagi ke tangan yang lain. Dia menjadi keringat dingin, ketakutan. Dia tak punya kekuatan untuk berbicara jika saja orang-orang ini memiliki niat untuk mencuri ponselnya ... atau merusaknya seenak jidat. Orang-orang ini terlalu buas dengan gelagap sangar, penuh tato dan hidupnya yang setiap hari bermain dengan pisau dan nyawa. Tentu dia cemas.

Wavter melihat gelagap orang ini yang celingak-celinguk, sedikit menggigit bibir karena kesal. Wavter memperhatikan semuanya dan itu membuat dia ragu—namun keraguan dikalahkan oleh harapan. Harapan akan rumah kecil dan ikan segar.

"Ponsel semurah itu." Wavter bicara. Memang murah, tapi itu tetap ponsel milik si burun+g. Terlalu banyak kenangan yang berharga walau ponselnya murah, lagipun, dia tak punya cukup uang untuk membeli yang baru karena semalam habis kalah judi. "Aku yakin ketua Agod dapat membelikanmu yang baru dengan mudah. Jangan-jangan ... apa kau berbohong pada kami?"

Si burung berpikir, betul juga. Otaknya dilewati oleh pikiran yang lain. Sepuluh ribu dollar. Bagaimana jika dia juga ikut menyerang mafia Distrik? Wah. Dia tak bisa menahan bibirnya untuk tak merekah senang. Wavter terkejut melihat perubahan tingkah lakunya. Jijik.

"Okay," kata Wavter, "kami akan mencari mafia Distrik dan mengamankan 'kepalanya'."

"Ketua Agod akan senang sekali dengan kabar ini." Dia menunduk, menyampaikan hormat lewat gerakan. Dia juga sudah terbiasa dengan pisau dan nyawa. Kepala mayat? Dia sudah biasa.

"Terima kasih, aku pamit."

Dia kemudian berbalik, mencoba berjalan ke pintu yang ada di pojok. Dia telah melupakan ponselnya. Dia telah ikhlas. Sepuluh ribu dollar, dia datang. Dia akan pulang dan melaksanakannya, mendapat uangnya dan pergi berjudi. Akan dia balas kekalahan menyedihkannya, lihat saja.

Tapi, dia tak bisa pulang. Tidak, setelah mendengar orang bermata celek ini bicara. Dia tahu bahwa ... dia tak akan pernah bisa pulang.

"Kau mau kemana? Kami butuh jaminan, bukan?"

Dia mati.

#Dengan VOTE kalian, saya tersenyum. Dengan COMMENT kalian, saya tertawa. Dengan masukkan ke READING LIST, saya senang gila! Buat saya senang, dong!