Chereads / A God / Chapter 2 - 2. Rumah si Tua

Chapter 2 - 2. Rumah si Tua

MASIH memakai jaket terbuka yang menampakkan kaus putihnya, Agod turun dari taksi. Dia membayar supir taksi karena telah mengantarnya ke kediaman Joeno dengan uang dua orang yang mengaku-ngaku sebagai Distrik. Agod tak membuang waktu untuk mengurus mayat dua orang itu, nah ... tak akan ada masalah menurutnya.

Dia meraba punggungnya untuk memastikan bahwa pistol dari mayat mereka masih ada disana. "Joeno, kuharap kau masih berkuasa."

Pintu belakang kediaman megah Joeno tampak sepi, sangat berbeda daripada gerbang depan dan dalam rumahnya. Agod memperhatikan, melihat-lihat dari luar pagar berdinding batu putih.

Pengawal banyak, 10, 13, 19. Di rumah, juga ada, nampak lalu lalang. Pagar terkunci. Dan semua dari mereka, tak ada kukenal sama sekali. Joeno, hah ... dia pasti sudah mati.

Karena liburan sialannya begitu lama, ini semua terjadi. Liburan di suatu pulau terpencil dengan dikejar-kejar oleh puluhan orang, membuat dia tak dapat ikut melindungi kota. Andai saja ... andai saja dia ada di kota saat semua ini terjadi. Apa dia bisa melindungi Sindikat miliknya ini?

Siapa yang mati, siapa yang hidup.Dia 'bodoh' dan buta. Satu-satunya hal yang dia ketahui saat ini adalah; Distrik mencoba mengambil alih kota.

"Fei!" Agod meninju dinding putih di hadapannya. Dia bersemangat! Darahnya mengalir deras saat mengingat seseorang yang pasti tahu tentang segala masalah Distrik ini. Agod harus kembali ke rumah tersembunyinya dan menemui orang itu. Dia punya sesuatu seperti itu, tersembunyi, di tengah hutan dan diantara padang rumput.

Namun saat dia hendak pergi, seseorang menghentikannya. Tatapan seorang gadis yang menghentikannya. Dari lantai atas. Agod merasakan matanya berkaca-kaca saat menatap wajah muram si gadis.

Rambut pirang, pipi tajam dan kulit yang Agod kenali sangat bersih dan indah ... tiada lain lagi. "Alex!" Agod tersentak pelan. Dia hampir melupakan bahwa Joeno memiliki seorang anak gadis.

Si gadis yang pucat, tersentak saat menatap Agod yang tersenyum senang. Lalu kemudian, dia menggeleng memohon untuk Agod pergi dari tempat ini.

Dia baru kehilangan ayahnya. Di sekap di rumahnya sendiri, di rumahnya sendiri! Itu adalah hal terkejam yang pernah Agod ketahui. Dan sekarang ... Agod melihat si gadis menangis.

Alexa mengusir dengan gerakan tangannya, mengibarkan tangan menolak kedatangan Agod. Tapi ... lelaki mana yang tega meninggalkan seorang gadis dikelilingi orang asing? Tidak. Agod sebagai ayah keduanya, takkan mungkin pergi!

"Tunggulah," beritahu Agod.

Anak kecil yang menggemaskan di gendongannya. Imut sekali saat tertawa. Tumbuh besar di hadapan matanya. Agod sudah menetapkan. Dia akan mengambil tugas Joeno untuk melindungi anaknya. Dia akan lindungi, dengan nyawa.

Lalu, penyelamatan dimulai.

Agod mengintip dari pagar, mencari cara untuk masuk ke dalam dan mengeluarkan Alexa yang malang dari penjara rumahnya sendiri. Ibunya, di bunuh oleh Distrik. Ayahnya, juga sama. Hati Agod terasa sedih mengingatnya.

Para penjaga tak nampak berjaga di gerbang belakang. Namun sekali dia buat bunyi derit pagar terbuka, maka dia akan terkena masalah. Alternatif lain yang jauh lebih aman adalah yang Agod cari. Kalau bisa, tanpa ketahuan sama sekali. Walau mustahil, tapi ini masalah nyawa. Jika seseorang melihatnya, Agod bisa gila karena Alexa mati karena kesalahannya..

Setelah semenit mencari jalan dari dinding pagar batu yang sepi, Agod dapat spot yang pas! Tempatnya di timur rumah ketua Joeno, dinding ini jaraknya dengan dinding rumah hanya 3 meter. Membuat sebuah gang mini yang tertutup dan jarang dijadikan tempat patroli.

Agod melompati dinding 2 meter dengan mantap. Kakinya kokoh, tangannya juga begitu. Jadi, tak ada masalah untuk dirinya menyelinap ke dalam.

Rumah tipe 36 dengan dua lantai, Agod hapal seluk-beluknya. Agod sering mampir ke tempat ini, setidaknya, saat sebelum istri Joeno tewas ditembak, Agod sering berkunjung. Alasan mengapa Agod tak lagi berminat ke tempat ini setelah meninggalnya istri Joeno, adalah karena si Tua kehilangan akal sehatnya.

Tak ada yang berani memancing kemarahan si Tua lagi semenjak itu. Tak ada. oh, sebenarnya ada. Tapi entah mengapa, orang yang memancing kemarahan si Tua menghilang begitu saja. Pwush! Lenyap tanpa jejak.

Lamunan Agod buyar saat mendengar langkah kaki. Seseorang mendekat. Agod menunduk, dia menunggu kedatangan seseorang, yang mungkin patroli yang sedang berjaga lewat sini. Patroli itu bicara, membuat Agod merasakan kepalanya sakit!

"Dasar, ketua. Si gendut itu ingin menikmati gadis yang manis sendirian. Padahal, 'kan .... Aku juga mau."

Pria itu terkekeh, tersenyum bahkan. Si keparat itu tersenyum membayangkan yang tidak-tidak bersama Alexa! Dengan gadisnya!

Hal terakhir yang dilihatnya adalah sekelebat pria berkulit gelap keluar dari balik dinding.

"Pe—"

Tanpa ada suara kuat yang sempat keluar dari mulutnya, Agod menariknya dan memukul kening pria itu dengan pistolnya. Rekannya yang jauh berjaga dari dia, tak menyadari ada satu rekannya yang sedang di tarik Agod masuk ke dalam gang. Pria itu tersungkur ke rumput-rumput, walau dia sudah pingsan, Agod memukulnya berulang kali dengan gagang pistol. Pria itu menggeliat kesakitan dalam pingsan. Namun sepuluh kali pukulan besi pistol itu ke kening, pria itu mati.

Si Ketua selatan terduduk dan ngos-ngosan. Dia menyeka keringatnya.

"Tak ada yang berani menyakitinya. Jangan ada yang berani." Agod membayangkan hal ngeri apa yang mungkin di lakukan Joeno ketika mendengar seseorang melecehkan anaknya. Dia melihat kening pecah pria ini, jika Joeno, maka otaknya sudah diledakkan oleh sepuluh peluru. Tak peduli, jika dirinya akan mati setelah melakukan itu.

Pria malang berjas hitam itu terlentang tak bernyawa. Mulutnya terbuka mengeluarkan seluruh ruh dengan paksa. Dalam ngos-ngosannya, Agod mengetahui bagaimana dia akan masuk ke dalam. Dengan menelanjangi orang ini.