"Masih jauh tempat makannya?" tanya Jovan.
"Dekat jalan masuk ke rumah. Di pinggir jalan."
"Ada tempat makan deket situ? Aku nggak pernah lihat deh." Kening Jovan berkerut.
"Ada kok. Buka 24 jam. Aku sering ke situ," jawab Albin sambil tersenyum.
"Oke." Jovan mengangguk pelan.
Jovan pun memacu mobilnya lebih cepat. Dia merasa sangat lapar hingga tidak lagi bicara dan hanya konsentrasi pada jalanan.
"Nah, berhenti di situ." Albin menunjuk sebuah tempat.
"Kamu ada yang mau dibeli, Al?" tanya Jovan memarkir mobilnya di area parkir Indomaret.
"Katanya mau makan?" Albin memastikan.
"Iya."
"Nah ini tempat makanya," ucap Albin turun dari mobil.
"Makan apa di sini?" tanya Jovan bingung dan menggerutu.
"Mie seduh," jawab Albin cuek.
"Tuhan! Albin, kalau cuma mie seduh bisa tadi-tadi, kan? Aku dari tadi udah nahan lapar cuma buat mie seduh!" Jovan mendengus kecewa.
"Aku bilang tempat favoritku, kan? Ya, ini tempat favoritku." Albin tertawa gelak dan Jovan hanya bisa menarik napas panjang dan berat.
"Pelit banget!" Jovan berdecak sambil menggerutu pelan.
"Aku denger kamu ngomong apa." Albin meletakkan tas di atas meja, "Kamu mau mie apa? Rasa apa? Pilih sendiri deh." Albin melangkah masuk membuka pintu kaca.
"Terserah kamu deh mau pilihkan apa. Sama aja mie juga." Jovan berdecak sambil menggelengkan kepala.
Albin tertawa melihat wajah kesal Jovan. Dia masuk ke dalam Indomaret, memilih dua cup mie seduh. Minuman dingin dan satu porsi bakso tanpa kuah.
Albin meletakkan belanjaannya di atas meja yang terletak di pelataran Indomaret. Wajah cemberut Jovan terlihat menarik di matanya.
"Kamu pelit banget. Aku nahan lapar dari tadi. Dapatnya cuma mie. Ngapain jauh-jauh ke sini kalau cuma mie? Kita lewatin puluhan Indomaret tadi." Jovan menggerutu sambil mengaduk mienya.
"Sudah ... kata Opah, "Tak baik bising-bising depan rezeki yang Tuhan dah bagi tuh." Albin tersenyum.
"Kamu pelit." Jovan meniup mienya lalu menyuapnya ke dalam mulut.
"Aku bukannya pelit. Aku berhemat," kilah Albin. Dia juga menyuap mienya.
"Sesekali nggak papa, kan? Kalau pelit, ya, pelit aja. Banyak alasan!" Jovan menyantap mienya dengan lahap. Dia benar-benar lapar.
"Nanti kalau gajian, aku traktir di KFC deh." Albin lagi-lagi tertawa gelak.
Jovan mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Beberapa pemuda juga singgah di tempat ini.
"Kamu suka ke sini karena ada cowok-cowok, ya?" tanya Jovan.
"Nggak dong. Kalau mantengin cowok di tempat kerja juga banyak cowok. Di sini dekat rumah. Aku sering ke sini bawa laptop. Beli voucher wifi buat nonton drama. Anggaplah nonton di bioskop." Albin mengangkat kedua pundaknya.
"Besok kita ke bioskop. Kita nonton," ucap Jovan santai.
"Aku kerja besok. Nggak bisa."
"Ya udah di hari yang kamu nggak kerja aja. Nanti kabari aku kapan bisa," ucap Jovan. Ia mereguk kuah mienya hingga habis.
"Besok surat sakitnya, ya?" kata Jovan mengeluarkan ponsel dari saku lalu dia memainkannya.
"Nggak usah. Nggak papa kok." Albin tersenyum.
"Albin, kamu punya cowok?"
"Enggak. Kenapa?"
"Masa cewek cantik kaya kamu kamu nggak punya cowok, sih?"
"Kamu bilang aku apa?" Mata Albin mengerjap.
"Cantik."
"Apa?!"
"Bar-bar! Nggak mungkin ada cowok mau sama cewek bar-bar macam kamu!" Jovan mendengus kesal.
"Aku bar-bar?!"
"Sekalinya bar-bar langsung dengar." Jovan menggelengkan kepala sambil berdecak dan mendelik.
"Aku nggak denger yang tadi. Kamu bilangnya pelan banget. Itu bilang bar-bar sambil teriak. Pas yang tadi itu ada motor lewat kenceng banget. Pep ... pep ... pep! Ngeselin! Apaan, sih?"
"Au ah! Dah lewat!" Jovan tidak peduli.
"Lah ngambek. Emang iya aku cantik?" Albin tersenyum manis.
"Nggak! Kamu bar-bar! Dah, yuk balik." Jovan berdiri dari kursinya.
Albin tertawa gelak sampai tubuhnya terguncang-guncang. Dia berjalan di belakang Jovan. Ia sangat senang mendengar pujian Jovan. Bukannya dia tidak mendengarnya, dia hanya ingin Jovan mengatakannya dirinya cantik berulang kali. Mereka masuk ke mobil dan Jovan mengantarkan Albin kembali ke rumahnya.
"Albin, besok datang awal-awal ke tempat kerja, ya? Kita ketemu di lounge," ucap Jovan saat Albin turun dari mobil.
"Oke. Terima kasih." Albin mengangguk sambil menutup pintu mobil. Dia melambaikan tangan kepada Jovan. Mobil Jovan perlahan menjauh dan hilang di tikungan jalan.
...