"Enak aja. Aku nggak nipu kamu."
"Dasar tukang tipu! Nggak ngaku lagi."
"Albin!" Jovan terhenyak, merasa harga dirinya terluka, "Gue bukan tukang tipu, ya! Lo tuh nggak sopan banget, sih? Gue pelanggan di sini. Gue bisa adukan lo bad attitude. Lo bisa dipecat!" Ia memalingkan wajahnya dengan kesal.
Albin memajukan langkahnya hingga Jovan terpojok ke dinding "Gue nggak butuh pelanggan tukang tipu kaya lo!"
"Kelab ini butuh pelanggan royal kaya gue!"
"Royal apaan? Sejak kapan orang royal ambil balik uangnya?" Albin mendengus kesal.
"Eh, lo tahu dari mana gue yang ambil balik uangnya? Lo lihat nggak?" Jovan menekan suaranya.
"Tapi gue sama lo, kan? Elo juga yang anterin gue pulang!" Albin melipat tangannya di dada. Sorot matanya penuh kemarahan dan melecehkan Jovan.
"Tahu dari mana gue yang anterin lo pulang?!" Jovan juga ikut melipat tangan ke dada.
"Kata teman-teman gue, sama kata Pak Irwan juga."
"Bisa aja gue titipin lo ke orang lain, kan? Jadi orang lain yang anterin lo pulang?"
"Wah parah! Itu namanya lo nggak tanggung jawab. Lo yang mau anterin gue pulang, kan? Lah, kenapa dititipin? Emangnya gue barang?!"
"Gue tanya?! Bukan bilang lo gue titipin!" Jovan menatap Albin dengan berang.
"Eh, elo yang salah, kok malah galakan lo, sih? Bukan main!" Albin membuang wajahnya dengan kesal.
"Lo yakin gue yang anterin pulang? Tahu dari mana? Lo yakin gue yang ambil balik duit itu?"
"Eh, Cumi! Elo dari tadi ngomong muter-muter mulu kaya kincir air. Mabok gue! Pusing tau! Maksud lo apa, sih? Gue yang ditipu, kok gue yang ditanya-tanya?"
Jovan menarik pinggang Albin dan merapatkan tubuh mereka berdua.
"Siapa yang nipu lo? Gue nggak nipu! Gue juga nggak titipin elo sama siapa-siapa. Gue yang angkat tubuh tepar lo itu ke kasur. Gue tanya gitu biar lo sadar, gue tanggung jawab anterin lo balik. Harusnya itu jadi pertimbangan dan bukti kalau gue orang yang bertanggung jawab. Atas dasar apa lo bilang gue penipu?" Jovan menatap dalam mata Albin. Senyuman tipis tersemat di bibirnya.
"Du-duitnya nggak ada. Duit ya-yang dollar itu nggak ada." Albin tergagap saat tubuh mereka begitu rapat saling menempel.
"Bisa aja duit itu jatoh atau ada pencuri masuk pas lo tidur. Kenapa gue yang dituduh?"
"Heh? Ada pencuri, ya?"
"Gue tanya," ucap Jovan.
"Ya, mana gue tau?!" jawab Albin gugup. Hembusan napas Jovan yang hangat menyentuh pipi Albin. Dia bisa menghirup aroma alkohol yang tipis saat Jovan bernapas.
"Kenapa lo mikirnya gue nipu? Kenapa lo nggak mikir, uang itu gue simpan biar nggak hilang?"
"Uangnya nggak ada! Lo bilang mau ngasih, tapi malah diambil balik itu namanya nipu."
"Terus gue harusnya apa?! Lihat lo nggak sadar, uang jatuh jatuh ke mana-mana tetep gue kasih gitu?"
"Bisa diselipin, kan?"
"Selipin?" Jovan mengambil dompet lalu mengambil uang, "Coba tunjukin gue harus selipin di mana?" Jovan memandangi dada Albin sangat lekat saat mengatakannya.