"Hai, selamat malam." Albin bicara suara yang nyaring.
"Uhuk! Uhuk!
Aku memukul dada berkali-kali karena tersedak. Aroma dan rasa alkohol terasa sangat menyegat saat masuk ke tenggorokanku. Aku terlalu gugup dan panik. Ini reaksi yang aneh. Baru pertama kali aku merasakan hal ini di dalam hidupku. Albin pun berlari ke arahku. Dia segera membuka tutup air mineral yang tersedia di meja lalu memberikannya padaku.
Hidungku basah. Minuman itu keluar dari tenggorokan lalu melewati saluran hidung saat aku tersedak. Aku mengambil air yang diberikan Albin untuk menghilangkan rasa alkohol yang terasa sangat sengak di tenggorokan. Beberapa saat kemudian aku membaik.
"Nggak papa?" tanya Albin padaku. Iris birunya menatapku sangat dalam.
"Udah nggak papa," ucapku sambil mengangguk lemah.
"Maaf, ya? Pasti karena kaget denger suara saya, ya, Mas?"
"Enggak kok. Emang suara kamu kenapa?"
"Teman-teman saya bilangnya kayak kambing kejepit," ucap Albin menatapku dengan wajah yang terlihat lucu.
Sumpah! Tawaku hampir saja lepas tidak terkendali, tapi melihat wajah cemasnya aku jadi kasihan. Menertawakannya, padahal dia khawatir padaku. Aku ragu dia masih menunjukkan wajah itu jika dia tahu siapa aku.
"Enggak kok. Pasti telinga teman kamu yang konslet."
"Ah, Mas bisa aja." Dia tersenyum manis sekali, "Albin," katanya sambil menyurungkan tangan.
"Udah tahu," ucapku sekenanya.
"Heh? Kok tahu?"
"Ini." Aku menunjuk namanya, "Aku sudah pernah ke sini. Jovan." Aku menyambut uluran tangannya.
"Jo ... siapa?" mata Albin membulat.
"Jovan," ulangku.
Albin mengambil pemantik di saku blazer yang ia kenakan, menyalakan senter yang terdapat di pemantik tersebut, kemudian mengarahkannya ke wajahku.
"Albin! Apaan, sih? Silau tahu!" Aku menutupi mata menggunakan tangan dan Albin memandangiku lekat-lekat. Keningnya bahkan berkerut dalam.
"Maaf, saya kira Mas Jo yang lain."
"Aku memang Jo yang itu."
"A-apa?" Albin terkejut.
"Iya. Aku Jo yang itu. Jo yang baik hati yang sudah mengantarkanmu pulang sebulan yang lalu."
...
Albin ....
Apa?! Dia bilang apa?! Jo yang baik hati? Kutu kupret ini bilang apa?! Dasar kampret tukang tipu!
Argh! betapa inginnya aku mengatakan semua sumpah serapah di hatiku. Sayang, aku masih mau terima gaji. Aku kalem ... aku harus kalem. Tarik napas dalam dulu.
Huft ....
Tarik napas ... buang napas ... tarik napas ... buang napas ... kalau bisa, aku mau buang sial sekalian. Aku kalem. Aku nggak boleh bar-bar meski kerjanya di bar.
"Oke, Mas Jo yang baik hati dan tidak sombong. Kok Mas bohongin saya?" Aku menekan suaraku sebisa mungkin agar tidak terdengar seperti singa yang mengamuk.
"Jangan panggil Mas." Dia menatap wajahku lekat.
Sekate-kate ini orang, "Oke, Jo yang baik hati. Kenapa lo nipu gue?!"