Jovan menuruni tangga rumahnya sambil menenteng sebuah tas kerja di tangan. Dia ingin menikmati sarapan pagi sebelum berangkat ke kantor pagi ini. Sejujurnya, tubuh laki-laki itu masih lelah, sebab baru kemarin sore tiba dari luar pulau meninjau lokasi lahan yang digarap perusahaannya. Namun, karena banyak hal yang harus dikerjakan, jadi dia tetap ke kantor hari ini.
Jovan bersenandung ringan sambil menapaki anak tangga. Saat dia melihat lurus ke depan, di ruang makan sudah duduk laki-laki tua yang sangat dikenalnya.
"Papa, kapan datang?" Jovan menarik napas panjang melihat sang ayah sudah menunggunya.
"Baru aja. Ya, paling lima belas menitan," ucap Adi sambil tersenyum melihat putranya mendekat.
Jovan menarik kursi lalu duduk di atasnya. Dia mengetuk meja beberapa kali dengan pelan. Memastikan meja yang baru dibelinya itu kuat dan tidak rusak jika ayahnya kembali kalap dan membanting meja.
Jovan pun menyesap tehnya sambil melirik ke arah sang ayah, merasa tidak nyaman saat dipandangi Adi begitu rupa."Kenapa, Pa?"
"Nggak ada apa-apa."
"Dia sudah punya calon suami."
"Dia siapa?"
"Hem ... pura-pura," seloroh Jovan tersenyum tipis sambil menggelengkan kepala, "Papa kemarin telepon malam-malam suruh cari istri dengan benar itu apa maksudnya? Suruh aku sama si Tasya, kan?"
"Kamu sudah tanya dia?"
"Sudah. Dia sudah punya calon."
"Sayang sekali. Dia sepertinya calon istri yang baik." Adi menyantap bubur oat yang sudah terhidang di meja.
Jovan menghela napas kasar karena kesal. Meski begitu dia berusaha menekan segala perasaan lalu membicarakan masalah bisnis bersama sang ayah. Setelah satu jam, ia pamit ke kantor. Waktu sudah menunjukkan jam 8 pagi. Ayahnya Jovan pun pulang ke rumahnya yang baru.
Jovan memasuki mobil diantar sopir menuju kantornya. Ia memasang earphone bluetooth di telinga lalu memperhatikan tablet miliknya. Dia memeriksa pekerjaan sambil membuat panggilan telepon pada beberapa orang. Perjalanan 90 menit itu tidak terasa baginya, karena dia sambil bekerja.
Seorang security membukakan pintu mobil Jovan. Dia melangkah keluar mobil lalu memasuki lobi kantor. Saat melewati pintu utama yang terbuat dari kaca bening dan tebal, ia mengangguk pelan sambil tersenyum melihat Tasya berdiri di sisi pintu sebelah kanan.
Jovan terus melangkah maju sementara Tasya berjalan di belakangnya berjarak dua langkah.
"Bacakan," perintah Jovan.
Tasya menarik napas panjang, "Jam 10 rapat kinerja dengan dewan direksi. Jam 12 makan siang bersama dengan CEO Sinar Wijaya. Jam 2 main golf bersama para pemegang saham. Jam 9 malam bertemu Albin."