Chereads / Gadis Sejuta Dollar / Chapter 12 - SI PENIPU TAMPAN {PART 2}

Chapter 12 - SI PENIPU TAMPAN {PART 2}

Masa sekarang, pukul 18:10 ....

Albin gelisah menunggu taksi online yang dia pesan, dia masih kesal dan sedikit bingung dengan apa yang terjadi malam tadi, perutnya masih terasa tidak nyaman. Ia merasa sangat kesal dan bodoh. Lelaki yang bernama Jo itu membohonginya, berjanji memberikan uang begitu banyak, tapi uang itu tidak ada di manapun.

Albin masuk ke mobil jemputannya. Dia harus menaiki layanan taksi online, sepeda motornya masih berada di Havana karena tadi malam dia antar pulang.

Dalam perjalanan ia masih berusaha mengingat seperti apa wajah laki-laki yang bernama Jo. Sayangnya, dia tidak bisa mengingatnya. Wajahnya hanya berupa bayangan buram saja di dalam kepala Albin. Apa yang terjadi pun dia tidak mampu mengingatnya dengan baik, hanya ada satu momen yang terasa lekat, si Jo terus meletakkan uang lagi dan lagi di atas bibir gelas.

"Argh!" Albin mendesah kasar penuh emosi dan menendang-nendang bagian belakang kursi supir sekuat tenaga.

"Eh eh! Kenapa, Mbak?" Si Sopir sangat terkejut mendengar Albin tiba-tiba berteriak sambil menendang-nendang kursi yang dia duduki. Tubuhnya beberapa kali memantul ke depan. Jalan mobil pun sedikit oleng.

Si sopir melihat ke spion tengah yang menggantung di langit-langit mobil, dia memperhatikan Albin yang tiba-tiba terlihat menggila.

"Maaf, Mas." Albin tersipu malu sambil tersenyum aneh. Ia tersadar apa yang baru dilakukannya membuat sopir itu ketakutan.

"Saya pikir kerasukan tadi." si Sopir mendelik sambil merengut.

Albin kembali tersenyum penuh penyesalan dan rasa bersalah.

"Bego banget gue," ucapnya di dalam hati. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Albin menyandarkan kembali punggung sambil duduk manis menumpangkan kedua kaki. Ada sedikit perasaan takut ia akan kembali lepas kendali jika mengingat si Jo. Penipu tampan yang sudah mengerjainya.

Albin turun dari mobil setelah membayar ongkos taksi. Dia memasuki Havana, absen dengan memindai sidik jari kemudian melapor ke bagian administrasi untuk memasukkan jam pulangnya bekerja tadi malam secara manual karena tadi malam ia tidak absen. Ia menyimpan barang-barangnya ke locker, lalu bertemu Gina dan Rosi di sana. Ia segera memasang wajah sedih saat melihat mereka.

"Gimana, Al? Ketemu duit lo?" tanya Gina saat melihat Albin mendekat.

"Nggak ketemu. Gue kena tipu." Albin mendesah kasar.

"Kena tipu? Masa, sih? Kayaknya orangnya baik gitu. Lo aja nggak diapa-apain, kan?" Rosi memperhatikan Albin dengan seksama.

"Nggak tahu. Kayaknya, sih, nggak deh. Kalo diapa-apain, kok gue di rumah, bukan di hotel?" Albin menyandarkan kepalanya di dinding sambil memandangi langit-langit.

"Alah ... Itu, sih, maunya elo. Bangun-bangun di hotel sama cogan." Gina tertawa sambil mendorong dahi Albin dan gadis itu tertawa gelak.

"Ya nggak gitulah. Apaan, sih, cogan-cogan mulu dari tadi. Emang ganteng banget, ya?" ucap Albin dengan wajah bingung. Dia berusaha mengingat kembali pelanggannya malam tadi, tapi tetap saja buram.

"Makan tuh cogan! Kena tipu, kan?" ucap Rosi mendelik pada Albin.

"Eh ini juga gara-gara kalian, kan? Bukannya kalau mabuk parah harusnya dianterin pulang? Mungkin duit gue juga nggak akan hilang."

"Hem ... makan tuh duit!" Rosi menyapu wajah Albin dengan telapak tangannya karena gemas.

"Kekepin sana kuat-kuat!" Gina juga melakukan hal yang sama, menggosok wajah Albin.

Teman-temannya pun meninggalkan Albin menuju meja bartender. Waktu sudah menunjukkan pukul 19:15. Mereka sudah harus berada di dalam area utama Havana. Terkadang, ada saja pelanggan yang datang di jam begini meskipun tidak banyak.

Albin mengejar kedua temannya kemudian duduk di sisi mereka. Dia menuntut penjelasan dari kedua sahabatnya. Gina dan Rosi menjelaskan bagaimana dia begitu menempel seperti cicak di dinding pada lelaki bernama Jo.

Albin tertawa gelak. Dia malu, tidak percaya kepada dirinya sendiri dan juga bingung. Kenapa dia bisa melakukan hal itu. Setampan apakah si penipu yang bernama Jo, hingga membuatnya bersikap bodoh seperti itu? Albin tersenyum, berharap si Jo akan datang lagi, sehingga dia bisa meminta kembali uang yang sudah dijanjikan Jo padanya.

Tidak lama kemudian mereka sibuk melayani pengunjung. Menyapa pelanggan dari meja ke meja. Bicara dengan nada hangat sambil senyum ramah pada mereka. Menanyakan apa yang mereka butuhkan. Meminum satu atau dua sloki saat ditawarkan.

Mereka bertemu berbagai macam pelanggan, dari yang royal, ramah, sopan, pendiam, usil, pelit, hingga kurang ajar karena tiba-tiba menyusupkan tangan ke dalam rok. Meskipun mereka sangat marah, tapi mereka harus tetap tersenyum dan menolak dengan baik.

Albin mendesah kasar dan kecewa saat melihat ke arloji di pergelangan tangan. Waktu sudah menunjukkan pukul 2:15 dini hari.

"Oke, si Jo yang konon katanya ganteng banget itu ternyata benar penipu," ucap Albin dalam hatinya. Ia mengangguk pelan sambil menarik napas dalam-dalam.

Albin tidak ingat seperti apa wajahnya. Ia lupa mereka bicara apa, tapi dia ingat, dia merasa sangat senang dan tertawa bahagia saat itu. Namun, alasan sebenarnya dia sangat berharap si Jo datang kembali hanya karena dia sangat menginginkan uang yang sudah diberikan padanya dikembalikan.