Udara pagi masih begitu dingin,, membuat Zia harus menunda keinginan keponakannya untuk jalan pagi diseputaran kompleks. Untung saja Kyrie, keponakannya yang sudah hampir satu tahun usianya kelihatan bisa mengerti.
Alunan melodi dari HP menyadarkan Zia dari lamunan. Dia meraih telepon genggamnya sambil mengerutkan kening, siapa yang meneleponnya se-pagi ini. Nama Tias muncul dilayar HP. Ini pasti urgent, tidak biasa sahabatnya itu menelepon sepagi ini.
" Hallo " jawab Zia setelah menekan tanda hijau di HP-nya.
" Hey, where are you? Ngak lupa sama acaraku besok kan? " Tanya Tias was-was. Tingkat kepikunan sahabatnya ini sudah stadium akhir. Tias hanya ingin Zia hadir di acara syukuran S2-nya. Rasanya tidak lengkap jika sahabat karibnya itu tidak datang.
" Aku dirumah Tere, dan of course tidak lupa sama acara kamu". Zia cekikikan sendiri menjawab karena sudah pasti memang dia lupa dengan acara Tias. Semua janji yang dia iyakan, disetel dalam alarm, tetapi dia melewatkan yang satu ini. Untung saja sahabatnya itu meneleponnya, kalau tidak mungkin Tias akan menyekap dan membunuhnya kemudian membuangnya ke laut. Itu terdengar sangat mengerikan, Zia bergidik membayangkan jika hal itu terjadi.
" Ok, see you tomorrow. Dan maaf aku harus tutup telepon, kamu tau kan aku sibuk? " Tias pamit menutup telepon dengan hati-hati, takut Zia tersinggung.
" Heyy, santai aja. Selamat bersibuk ria, sampai ketemu besok. " Tutup Zia.
Matahari bersinar begitu gagah, langit terlihat begitu menarik dengan warna birunya. Hanya sekumpulan awan putih tipis di beberapa tempat yang sedikit menodai langit. Zia terlihat mengenakan atasan blouse tanpa lengan dan blazer hitam serta celana panjang hitam favoritnya. Hari ini dia akan menghadiri acara Tias. Sudah terlintas di kepalanya untuk mengenakan jeans dan kaos mengingat cuaca yang agak panas, tapi Zia tidak ingin mengambil resiko dengan salah kostum karena dia yakin Tias mengundang banyak orang.
Zia pergi diantar Tere, adiknya. Terkadang dia memaki dirinya sendiri yang sampai umur 28 tahun tidak belajar menyetir. Sepertinya dia harus mengambil kelas mengemudi, selagi kerjaan kantor belum terlalu banyak. Ternyata sangat merepotkan ketika harus bepergian dan orang lain yang mengantarnya, gumam Zia.
Jalanan begitu lengang pada hari Minggu. Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke rumah Tias. Ternyata dugaan Zia benar, sampai di depan rumah Tias, dia bisa melihat banyak tamu undangan berhamburan di halaman rumah sahabatnya itu. Sepertinya dia terlambat karena jelas acara ramah tamah sedang berlangsung. Ini bagus, pikir Zia. Dia tidak harus mengikuti serentetan acara membosankan.
Zia melambaikan tangan pada Tere yang pada detik selanjutnya telah meluncur bersama mobilnya.
Tias yang sudah dari tadi menunggunya langsung mengajaknya masuk dan mempersilahkan Zia menjamu dirinya sendiri.
"Anggap rumah sendiri, maaf aku tinggal kamu disini. Ngak nyangka papa mengundang banyak tamu". Bisik Tias dengan raut muka bersalah. Zia hanya membalas dengan senyuman dan berkata it's ok tanpa bersuara.
Zia mengarahkan pandangannya ke meja yang dipenuhi buah-buahan. Air liurnya langsung menari ketika melihat berbagai jenis buah yang tersaji diatas meja. Dia baru saja ingin melangkah ketika ada seseorang menepuk punggungnya. Sontak dia berpaling dan mendapati seorang laki-laki sedang tersenyum padanya. Zia menyipitkan matanya menandakan dia berusaha mengenali sosok di depannya ini.
" Eiverd? " tanya Zia hati-hati takut salah orang.
" Hai kak, how are you? Long time no see yah kita. " Eiverd menjawab, meyakinkan Zia bahwa dia tidak salah mengenali orang. Senyum terukir di sudut bibir Zia. Selain senang karena akhirnya dia punya teman untuk mengobrol, yang paling penting dia tidak salah mengenali orang.
" Kabar baik, kamu? " Zia menjawab dengan antusias. Mereka terlihat saling bertukar cerita. Tawa mereka terkadang pecah di tengah pembicaraan seru tersebut. Tidak butuh waktu lama untuk akrab kembali. Eiverd teman sekelas Tias waktu S1 dan itu berarti dia adik tingkatnya Zia. Mereka pernah kuliah dikampus bahkan jurusan yang sama dan hari ini mereka bertemu lagi setelah 8 tahun.
Eiverd kelihatan lebih dewasa dan berwibawa, dan tentu saja sudah sangat berbeda dengan yang dulu, terutama penampilannya. Dari ceritanya, Zia tau bahwa kini dia seorang dosen di kampus mereka dulu.
Pembicaraan mereka begitu seru sampai Tias datang dan menyadarkan bahwa ada orang lain disamping mereka dan itu adalah teman-teman kampus Tias yang berarti adik tingkat Zia juga. Zia terlihat kaget karena dia memang tidak menyadari kehadiran mereka. Dia bingung kenapa hanya terpaku pada Eiverd. Satu hal yang pasti, Eiverd orang yang menyenangkan dan Zia sangat "menghargainya".
Para tamu mulai berpamitan, menyisahkan beberapa kerabat dekat Tias dan sahabat-sahabatnya. Zia nampak berdiri dan melambaikan tangan ke arah Tias. Yang lain mengikuti Zia, hari sudah hampir malam. Mereka menyalami Tias yang kelihatan sudah lelah dan sedikit berantakan make up-nya. Salam perpisahan hari itu menyisahkan kisah untuk Eiverd dan Zia. Eiverd tanpa malu menunjukkan ketertarikannya pada Zia, tapi Zia belum sampai pada pemikiran itu.
" Ayo ambil foto bersama sebelum kita pulang". Seru Aldo antusias menyadarkan Zia yang entah memikirkan apa. Aldo meminta Zia untuk sedikit bergeser sehingga mereka ada pada posisi yang pas. Zia menurutinya namun naas baginya, dia tersandung batu kecil sehingga keseimbangannya hilang dan berakhir di lengan Eiverd yang secara gesit menangkapnya hanya dengan satu tangan. Detik selanjutnya mereka tertawa terbahak-bahak melihat muka Zia yang memerah menahan malu. Lebih dari itu ada perasaan aneh mengganjal hatinya, apalagi ketika Eiverd hanya tersenyum padanya seakan menghibur Zia bahwa kejadian ini tidak begitu memalukan.
Insiden kecil ini menyimpan kenangan. Kenangan yang berarti. Kenangan yang mungkin kelak indah untuk dikenang, atau bisa saja mereka tidak ingin mengingat kenangan ini sama sekali.