Hari masih pagi tapi keributan sudah terdengar di salah satu ruangan kantor yang tidak terlalu besar itu. Zia berusaha menata ruangan barunya. Dia berhenti sejenak dari kesibukan mengutak-ngatik ruangan, dan berpikir sepertinya dia harus memanggil OB untuk membantunya. Dia tidak mungkin menggeser meja dan lemari yang tergolong berat seorang diri. Bulir-bulir keringat mengucur deras di dahinya, shitttt hari masih pagi tapi dia sudah seperti belimbing masam yang tumbuh dibelakang rumah Tere, adiknya.
Hari pertama kepindahannya di kantor cabang lain benar-benar melelahkan. Sebagai seorang senior manager, tentunya dia mendapat hak istimewa dari kantor. Hanya beberapa karyawan yang memiliki jabatan yang bisa menempati ruangan sendiri. Umumnya karyawan bekerja dalam satu ruangan besar yang hanya dibatasi bilik-bilik rendah.
Dering telepon genggam menyadarkan Zia dari lamunan mencari ide tentang menata ruangan kantor.
"Hallo sayang, good morning. Gimana hari pertama di tempat baru?" Suara Eiverd terdengar di seberang telepon. Tentu saja nada lembutnya itu mampu mengukir senyuman di sudut bibir Zia. Seketika rasa lelahnya hilang.
"Morning sayang, ini masih sementara menata ruangan aku. Capek juga ternyata." Keluh Zia sambil menyeka keringat yang belum berhenti mengucur sedari tadi.
"Minta bantuan OB aja, ngak usah maksain diri. Nanti badan kamu pegal."
"Siap boss." Ucap Zia sambil membuat gerakan menghormat yang sudah pasti tak bisa dilihat Eiverd.
"Yaudah, lanjut beberesnya. Ntar selesai kerja aku jemput kamu. Ok?"
"Ok." Senyum Zia kembali mengembang. Ini rasanya dekat sama pacar, selesai kerja bisa ketemuan, bisa dinner bareng, bisa diminta temenin shopping.
Sudah hampir jam 5 namun udara masih begitu menyengat. Tias menyeruput kopi hitam di depannya, melayangkan pandangan di sekitar cafe yang disinggahinya itu. Secercah cahaya matahari sore menembus pepohonan yang berjejer di depan cafe. Sunset hari ini pasti sangat indah, terbesit keinginan untuk mampir ke pantai tapi seketika dia tersadar jika dia memiliki janji yang menghantarnya datang ke cafe ini.
"Sorry, aku telat yah?" Suara Tere sedikit mengejutkan Tias yang sedang menikmati cahaya matahari sore.
"Berterima kasihlah pada matahari sore ini yang menghiburku selama menunggu kamu." Tias membalas sapaan Tere sambil tertawa renyah. Tere hanya bisa tersenyum, menarik kursi di depan Tias dan duduk sejajar dengan gadis itu agar dia bisa melihat keindahan matahari yang dinikmati Tias.
Tere melambaikan tangannya, memanggil salah satu pelayan dan memesan secangkir teh hangat.
"Ada apa tiba-tiba ajak ketemuan?" Tias membuka percakapan sambil memainkan sendok kecil yang ada ditangannya.
"Kamu sudah tahu kalau kakakku pindah kerja disini?" Pertanyaan Tere cukup membuat mata Tias terbelalak. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa terkejut atas apa yang dikatakan Tere.
"Aku ngak tau, Zia ngak pernah bahas masalah itu denganku." Tias menatap Tere meminta penjelasan lebih lanjut.
"Minggu kemarin kakakku mampir ke rumah, dia nyuruh aku nyariin apartemen buat dia. Aku juga kaget waktu dia bilang mau pindah kerja, emang masih perusahaan yang sama cuman beda cabang aja. Alasannya sih biar dekat sama Eiverd, mereka ngak tahan kalau harus LDR katanya." Kata Tere sambil. menyeruput teh hangat yang sudah tersaji di depannya.
"Mereka lagi di mabok cinta, apa saja akan mereka lakukan demi yang namanya cinta." Tias tersenyum sinis membayangkan segala kegilaan Zia yang bisa melakukan lebih tepatnya mengorbankan dirinya untuk cinta.
"Sebenarnya bukan itu masalahnya, aku kemarin ngak sengaja dapat akun Eiverd di media sosial. Mental kepo aku langsung bekerja, dan tebak apa yang aku dapat?" Mata Tere penuh dengan kilatan yang membuat Tias penasaran.
"Apa yang kamu dapat?" Tias tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
"Eiverd masih berhubungan dengan mantannya. Aku tahu ngak seharusnya tindakanku seperti ini, tapi kamu bisa ngerti kan posisiku? Aku hanya ngak mau kakakku disakiti lagi." Suara Tere terdengar pelan sehingga Tias harus menoleh padanya.
"Hmmmm, jujur aku ngak tahu tentang masalah itu. Tapi untuk sekarang, ngak usah kasi tahu Zia dulu. Dia lagi dibutakan oleh yang namanya cinta. Masalah Eiverd biar aku yang cari tahu, kalau itu benar aku ngak segan-segan buat labrak dia." Tias menatap Tere dalam, menyiratkan agar percaya padanya bahwa dia tidak akan membiarkan Eiverd menyakiti Zia.
"Please jaga kakak aku yah, aku ngak mau dia hancur seperti dulu."
"Tenang aja Re, percaya sama aku." Tias berusaha menenangkan Tere.
Senyum terukir di wajah Zia ketika Eiverd menjemputnya. Dia masuk ke mobil dan langsung mendapatkan kecupan mesra dari pacarnya itu.
"Jadi kita mau makan dimana sayang?" Tanya Eiverd sambil menggenggam tangan Zia.
"Kita mampir supermarket aja yah buat belanja bahan makanan, malam ini aku pengen masak buat kamu. Jadi kita dinner di apartemen aku. Ok?" Jawab Zia penuh semangat.
"Deal" Eiverd pun menjawab tak kalah semangat.
Sesudah memastikan semua bahan makanan sudah lengkap, mereka menuju kasir dan langsung meluncur ke apartemen Zia.
Tidak besar namun nyaman, nilai Eiverd. Dia kembali ke mobil, mengambil baju ganti dan ijin mandi ke Zia yang sibuk di dapur mininya itu.
Tidak rumit bagi Zia memasak sendiri karena dia memang ahli dalam menyatukan bumbu-bumbu dapur.
Eiverd masih di kamar mandi ketika dia selesai memasak. Masih terdengar suara air menandakan pacarnya itu memang belum selesai mandi.
Zia mengganti bajunya dengan baju mandi yang tergantung disamping pintu kamar mandi, kemudian mendorong perlahan pintu itu dan dengan jelas bisa melihat pacarnya yang sedang mandi tanpa sehelai benang menutupi tubuhnya.
Zia mendekat, mengecup lembut bibir Eiverd yang dibalas dengan ganas oleh pacarnya itu. Eiverd mengulum bibir Zia sambil melepaskan baju mandi yang melekat di tubuh pacarnya itu. Mereka larut dalam ciuman panas yang membangkitkan gairah untuk saling memiliki lebih dalam. Perlahan Eiverd menuntun Zia ke dalam bak mandi yang tidak terlalu besar itu, dan mulai merajai tubuh pacarnya. Zia tidak dapat menolak setiap kenikmatan yang diberikan Eiverd. Mereka sama-sama terlena oleh permainan panas sepasang kekasih. Eiverd mulai memainkan perannya sebagai seorang lelaki dewasa.
Malam itu, mereka melanjutkan permainan tersebut di kamar Zia, membuat Zia tidak bisa bernafas. Eiverd telah menembus harga dirinya sebagai seorang wanita.
"Aku sayang kamu" Ucap Eiverd lembut di telinga Zia.
"Aku juga." Senyum tipis Zia terpancar dari sudut bibirnya, menandakan kepuasan yang tiada tara yang baru diberikan Eiverd.
"Aku lapar." Seketika mereka tertawa terbahak-bahak. Sambil mengenakan pakaian masing-masing, ciuman mesra selalu diberikan Eiverd untuk Zia.
"Jangan cium aku terus, makanan keburu dingin." Kata Zia sambil memainkan matanya. Eiverd hanya tersenyum, kemudian menggandeng tangan Zia menuju ke meja makan.