Chereads / Autumn in My Heart / Chapter 14 - Rahasia Zia

Chapter 14 - Rahasia Zia

Tiba-tiba pandangannya buram dan gelap. Plakkkk, tubuh Zia jatuh begitu saja di lantai kantornya. Mereka yang melihat kejadian itu seketika panik dan segera membawah Zia ke rumah sakit terdekat.

Tubuhnya masih lemah, wajahnya kelihatan pucat, Zia masih merasa sedikit pusing dan mual ketika dia sadar dari pingsan dan telah berada di ruangan serba putih itu.

Terlihat Daniella, teman sekantornya berada di ruangan yang sama. Wajahnya nampak cemas melihat temannya itu ambruk begitu saja di kantor siang ini. Zia tersenyum tipis sambil berusaha duduk, Daniella dengan cepat membantu Zia dan membuat gerakan agar Zia jangan terlalu banyak bergerak.

"Maaf sudah merepotkan kalian, aku selalu lupa sarapan dan bahkan selalu lupa untuk makan." Kata Zia bersungguh-sungguh sambil menatap Daniella.

"Buat apa kamu punya pacar, kalau sekedar mengingatkan sarapan atau makan siang saja tidak bisa?" Daniella terlihat kesal dengan permintaan maaf Zia. Bagaimana bisa dia selalu melupakan sarapan bahkan makan siang? Lihat saja tubuhnya sekarang yang cenderung terlihat kurus, dia pasti kehilangan berat badan. Omelan itu hanya berkecamuk di pikiran Daniella, dia tidak sanggup mengatai Zia dalam keadaan seperti ini. Dia hanya berjanji kelak bila bertemu Eiverd, pasti akan diomeli tanpa ampun.

"Dokter bilang apa? Aku cuman pusing aja kan?" Zia membuyarkan lamunan temannya itu yang sementara memaki Eiverd dalam pikirannya.

"Dokter belum bilang apa-apa. Katanya ingin ngomong langsung sama kamu kalau kamu sudah sadar. Well, aku akan beritahu mereka kamu sudah bangun dari kebodohanmu yang selalu melewatkan sarapan." Omelan Daniella hanya membuat Zia tersenyum, dia bersyukur walaupun belum lama sekantor dengan gadis blasteran Belanda itu, tapi Daniella begitu perhatian.

"Apa ada yang serius? Maksudku aku punya penyakit serius?" Tanya Zia was-was. Kalau memang dia hanya terlambat sarapan atau pusing, mengapa dokter tidak mengatakan pada Daniella saja? Mengapa harus bicara langsung dengannya?

"Tanya langsung sama dokternya, jangan sama aku." Jawab Daniella judes yang membuat Zia enggan bertanya lagi. Badannya yang jangkung membuat Zia sedikit takut pada gadis itu walaupun mereka terpaut usia tiga tahun.

Daniella berjalan keluar, memanggil dokter yang memeriksa Zia. Tak lama dokter itu datang dengan wajah yang tenang, melihatnya Zia terbayang pada ibunya. Padahal dia sempat berharap dokter yang memeriksanya seorang laki-laki muda yang tampan. Semoga Eiverd memaafkannya!

"Sudah enakan?" Suara dokter tersebut membuyarkan lamunannya.

"Masih sedikit mual aja dok, mungkin asam lambungku naik." Jawab Zia.

"Bisa tinggalkan kami sebentar?" Tanya dokter itu sambil menatap Daniella yang duduk di samping Zia. Daniella hanya mengangguk dan segera keluar dari ruangan itu. Sebenarnya dia juga penasaran akan hasil pemeriksaan Zia, tapi tentu saja dia melanggar privasi orang lain.

Dokter itu tersenyum menatap Zia. Wajahnya begitu tenang, sehingga membuat pasien di depannya itu pun sedikit tenang. Zia yakin dia baik-baik saja, karena selain matanya yang sudah minus, dia tidak memiliki gangguan kesehatan yang serius.

Dokter tersebut menyerahkan selembar kertas putih. Zia mengambilnya dengan ragu, apakah kini dia mengidap penyakit serius? Pikirannya sudah melayang kemana-mana.

Seketika air mukanya berubah. Dia bahkan tidak bisa berkata apa-apa, seperti dihantam petir di siang hari. Rasa terkejut masih menguasai dirinya.

"Sepertinya kamu memang belum tahu, saran saya kamu harus jaga kesehatan. Jangan terlalu capek. Itu aja." Wanita paruh baya di depannya itu kemudian berlalu meninggalkannya yang masih memegang selembar kertas yang membuatnya syok. Kini dia tidak tahu apa dia harus menangis atau tersenyum. Semua diluar perkiraannya.

Pintu tiba-tiba terbuka, Tias dan Tere masuk diikuti Daniella. Zia langsung menyembunyikan kertas yang dipegangnya itu.

"Kamu ngak apa-apa? Kok bisa sih pake pingsan segala di kantor?" Cerocos Tere melihat wajah kakaknya yang masih pucat tersebut. Disampingnya Tias pun terlihat begitu cemas, baru sekarang dia melihat Zia sampai pingsan.

"Kecapean dan sering lupa sarapan aja, ngak ada yang serius kok." Jawab Zia menenangkan adiknya.

"Di TV aku pernah lihat seseorang meninggal hanya karena melewatkan sarapan dan bekerja tanpa mengenal waktu." Ucap Tias sambil memandang sahabatnya itu dengan mimik serius.

"Jangan lupa bawain bunga Tulip yang banyak dikuburanku nanti." Balas Zia tak kalah serius.

Tentu saja jawabannya itu membuat tangan adik dan sahabatnya melayang ke arahnya. Daniella hanya tersenyum kecil, mungkin saja tidak ada sesuatu yang serius dengan kesehatan Zia. Buktinya dia masih bisa bercanda.

"Jangan menyiksa orang sakit, udah sakit dipukulin lagi." Kata Zia sambil meringis dan memegang lengannya.

"Makanya jangan ngomong yang aneh-aneh." Tere menjawab dengan memelototi kakaknya.

Daniella berdiri dan berbisik pada Tere, merekapun keluar mengurus administrasi. Tadi dokter berpesan pada Daniella kalau Zia sudah bisa pulang.

"Eiverd tahu kamu di rumah sakit?" Tanya Tias sambil menatap sahabatnya itu.

"Dia ngak tahu dan ngak perlu tahu. Cuman pusing biasa aja kok."

"Apa gunanya pacarmu itu?" Nada Tias sedikit meninggi mendengar jawaban Zia.

"Pajangan mungkin?" Zia menjawab sambil tertawa.

"Kalian bertengkar?"

"Tenang aja, masih dalam batas wajar. Satu hal yang harus kamu tahu, kisah cintaku tidak seindah drama Korea yang kamu tonton."

Tias hanya tersenyum mendengarnya, entah mengapa dia merasa ada hal yang disembunyikan Zia.