Tragedi "kecil" yang menghantar Zia ke rumah sakit masih menyisakan sedikit rasa trauma apalagi jika dia harus melewatkan sarapan. Dan sepertinya wanita bermata minus ini tidak pernah dan tidak akan kapok. Pagi ini Zia tiba di kantor dengan senyum yang dibuat semanis mungkin agar rekan-rekannya tidak bertanya perihal penyebab dia bisa jatuh pingsan.
Daniella yang sudah tiba duluan segera menyusul Zia, ditangannya terlihat sepiring apel yang sudah di potong.
"Makan ini sebelum kamu pingsan lagi." Kata Daniella sambil meletakkan piring berisi apel di meja Zia.
"Kamu seperti paranormal, cukup membuatku merinding." Goda Zia sambil tertawa kecil.
"Sifat keras kepalamu cukup membuatku yakin kamu pasti melewatkan sarapanmu lagi. "
"Seharusnya kamu memberiku sebungkus nasi uduk." Zia berkata dengan mulut yang sudah terisi sepotong apel.
"Aku hanya memiliki apel, dan satu hal yang penting bahwa aku bukan pacar apalagi ibumu." Daniella pun berlalu dari ruangan Zia dengan kesal. Rekan kerjanya ini memang sedikit aneh.
Jam makan siang pun tiba. Kedai sup daging sapi disamping kantornya sudah cukup ramai. Untung saja masih tersisa tempat buat Zia. Dia butuh protein agar tidak gampang lemas, dan semangkok sup daging siang ini adalah solusi yang tepat.
Tak perlu menunggu waktu yang lama untuk menghabiskan makanannya. Zia baru saja meneguk air mineral yang dipegangnya ketika ponselnya berbunyi. Dia menuju kasir dengan tergesa, bagaimana bisa dia lupa bahwa harus menghadiri rapat dengan kliennya? Zia memukul kepalanya sendiri menyadari tingkat kepikunannya ternyata sudah akut.
Beruntung dengan kemacetan yang sedikit parah dia bisa tiba tepat waktu. Kliennya memilih sebuah restoran yang terletak di kawasan BSD, sehingga dia tidak terlalu sulit menemukan tempat itu. Bunyi pletak pletok sepatu setinggi 7cm itu cukup mengganggu pendengaran orang disekitarnya, namun Zia tidak memiliki waktu memikirkan hal itu.
Mengapa dia bisa lupa? Kalau tahu harus bertemu di restoran, seharusnya tadi dia tidak perlu makan siang dan langsung menuju kesini. Dia bisa sekalian makan siang dengan kliennya. Kalau sudah begini ribet urusannya, dia harus berjalan secepat mungkin dengan perut kenyang. Semoga nanti perutnya tidak sakit.
Untung saja kliennya tidak menunggu terlalu lama. Dan jackpottttt! Kliennya ternyata seorang pria bertubuh kekar dan berwajah tampan. Setiap perempuan pasti meleleh melihat lelaki didepannya ini yang sedang tersenyum ke arahnya.
Oh my God, bisa ngak jangan senyum begitu? Gerutu Zia yang hampir saja pingsan melihat senyum maut pria tersebut. Tiba-tiba malaikat kecil disampingnya berbisik "Sadarlah nak, kamu sudah punya pacar."
Seketika senyum sumringah di wajah Zia lenyap. Dia mengulurkan tangan dan mengucap salam pada pria yang ternyata bernama Rafael itu.
"Senang bertemu dengan anda, saya Rafael. " Rafael membalas uluran tangan Zia dan memperkenalkan diri.
"Maaf jika sudah membuat bapak menunggu. Saya terjebak macet." Kata Zia dengan nada menyesal.
"Bukankah perempuan selalu membuat setiap lelaki menunggu?" Ucap Rafael diiringi tawa.
"Saya tidak setuju dengan pernyataan anda." Balas Zia dengan senyuman.
Sekarang mereka terlihat serius membahas pekerjaan. Zia merupakan seorang konsultan kontraktor, dan pekerjaan sekarang akan sedikit ribet karena dia harus ikut ke Manokwari, salah satu kota di Papua Barat yang sedang gencar membangun infrastruktur. Tentu saja dia akan pergi dengan Rafael untuk meninjau proyek disana.
Tak terasa hari sudah sore, Zia melirik jam di pergelangan tangannya itu. Sudah hampir pukul empat sore. Dia merapikan beberapa dokumen yang diberikan Rafael, serta mencatat jadwal pertemuan mereka selanjutnya sebelum berangkat ke Manokwari. Rafael terlihat puas dengan kinerja Zia. Wanita didepannya itu sangat profesional melakukan pekerjaannya dan tentu saja menarik di mata Rafael. Seandainya dia belum punya tunangan, mungkin Rafael akan langsung mengajak Zia kencan.
Zia pamit duluan, dia harus mampir ke supermarket yang ada dilantai satu untuk belanja keperluan rumah.
Matanya memandang beberapa toko yang memajang sepatu dan tas keluaran terbaru, dia hanya bisa berdesis karena bulan ini tidak ada budget untuk belanja sepatu maupun tas. Tiba-tiba matanya terpaku pada salah satu restoran Italy, dia melihat sepasang manusia yang sedang tersenyum sambil menikmati makanan mereka. Hatinya sedikit berdegup, apakah dia harus menghampiri mereka? Pikirannya bergejolak, apakah dia pergi saja?
Untuk kedua kalinya dia melihat Eiverd dan Tias, namun entah mengapa Zia merasakan ada yang mengganjal.
"Jangan melamun disini neng, nanti disambar geledek." Tiba-tiba Rafael muncul dari belakang dan tentu saja membuat Zia terkejut.
"Ngak kok aku ngak ngelamun." Bantah Zia cepat, karena dia bukan melamun namun sedang memperhatikan tingkah pacar dan sahabatnya yang seperti orang kasmaran.
"Butuh tumpangan?" Tanya Rafael
"Thanks, tapi aku bawah mobil kok." Tolak Zia sopan.
"Ok, see you." Rafael berlalu meninggalkan Zia yang masih terdiam di tempatnya.