Pekik suara Tias membuat beberapa orang yang ada disitu memandang mereka. Laki-laki disampingnya itu terhuyung. Satu pukulan telak membuat rahangnya perih dan sedikit darah keluar dari sudut bibir.
Wajah Aldo memerah menahan emosi, dia melangkah dan bersiap memukul Eiverd lagi namun Tias dengan cepat menahannya. Kegaduhan didepan pintu bioskop itu membuat mereka dikelilingi barisan para penonton yang hendak membeli tiket. Seorang lelaki paruh baya dengan pakaian sekuriti tampak mendekat. Aldo menyadari hal itu dan melangkah mundur. Dengan tatapan tajam dia memandang Eiverd yang berusaha membersihkan wajahnya karena percikan darah yang keluar dari sudut bibirnya.
Sementara Tias dengan gemetar berusaha menenangkan Aldo. Dia tidak menyangka akan bertemu Aldo di tempat ini, apalagi memikirkan bagaimana Aldo bisa memukul Eiverd? Namun Tias tidak berani mengajukan pertanyaan pada Aldo. Wajah lelaki itu masih tampak sangat marah.
Untung saja sekuriti yang bertugas di bioskop tersebut langsung membubarkan mereka yang menyaksikan adegan seperti yang ada dalam film action itu. Dia kemudian mendekati Eiverd untuk memastikan apakah semua baik-baik saja.
"Ada masalah apa?" Tanya sekuriti itu pada Eiverd yang masih menatap Aldo dengan bingung.
"Tidak apa-apa, hanya ada sedikit kesalahpahaman. Kami akan membereskannya sendiri." Terang Eiverd cepat dan berjalan ke arah luar. Melihat itu Tias langsung berlari mengejarnya. Aldo mengikuti langkah kedua sahabatnya itu. Dia butuh penjelasan.
Suasana tempat parkir cukup sunyi, Eiverd menghentikan langkahnya dan memandang Aldo dan Tias. Wajah Tias tampak memucat, dia tahu bahwa saat ini Aldo masih emosi. Sedikit kesalahan berbicara bisa menyebabkan keributan.
"Maksud kalian apa?" Aldo bertanya dengan suara keras, membuat Tias gemetar di tempatnya.
"Do, kamu kenapa? Aku ngak tahu kesalahan aku ke kamu apa, dan tiba-tiba kamu bersikap kasar." Eiverd bertanya balik.
"Kamu tanya kesalahan kamu apa? Jadi selama ini kamu ngak menyadari kalau apa yang kamu lakuin itu salah?"
"Do, aku bisa jelasin ke kamu tapi ngak disini. Ayo kita cari tempat yang agak tenang dan sepi." Potong Tias pelan.
"Diam kamu!!!" Bentak Aldo. Tanpa sadar airmata Tias sudah mulai jatuh. Baru sekarang Aldo membentaknya. Mereka sudah bersahabat sangat lama dan Aldo tak pernah memperlakukannya seperti ini.
"Aku cuman mau bilang sama kalian, apa yang kalian perbuat dibelakang Zia adalah hal paling menjijikkan yang pernah aku lihat." Kata Aldo masih dengan tatapan marah.
"Kamu salah paham, semua ngak seperti yang kamu bayangkan." Kata Tias masih dengan mata yang berkaca-kaca.
"Salah paham maksud kamu? Asal kalian tahu ini bukan yang pertama aku lihat kalian jalan diam-diam di belakang Zia. Aku kasihan sama dia, bagaimana bisa dia ditipu sama pacar dan sahabatnya sendiri." Serang Aldo berapi-api.
"Kamu tahu aku pacaran sama Zia?" Tanya Eiverd yang dari tadi diam.
"Kenapa kalau aku tahu? Ngak boleh? Hanya orang bodoh yang ngak bisa menilai kalau kamu dan Zia pacaran."
"Do, aku akan jelasin semua ke kamu tapi ngak sekarang. Aku butuh waktu untuk berbicara sama kamu." Ucap Tias memelas. Dia sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya menenangkan Aldo. Lelaki itu terlihat begitu marah.
"Jangan jelasin ke aku, jelasin ke Zia karena dia yang seharusnya mendapat penjelasan bukan aku."
"Aku tahu aku salah, tapi tolong dengar penjelasan aku." Tias masih memohon pada Aldo namun lelaki itu bahkan tak mau menatapnya.
"Kamu tahu ngak, hari ini ada seorang wanita yang bersedih. Dia berusaha menghubungi pacarnya namun tak ada balasan sama sekali. Itu karena pacar wanita itu ada bersama kamu. Dan yang lebih menyedihkan, dia adalah sahabatmu bukan orang lain." Suara Aldo memelan, dia membayangkan Zia yang baru saja mengantarnya tadi kesini. Untunglah Zia tak menerima ajakannya untuk menonton. Jika iya, mungkin perasaannya sekarang sedang hancur melihat pacar dan sahabatnya keluar dari ruang bioskop sambil bergandengan tangan.
Eiverd memucat mendengar perkataan Aldo, dia segera merogoh handphone disaku celananya. Benar! Zia meneleponnya berkali-kali bahkan mengirim pesan.
Sementara Tias mulai menangis tersedu lagi.
"Aku heran bagaimana Zia bisa percaya pada pengkhianat seperti kalian berdua. Tega sekali kalian mengkhianati dia." Aldo masih menyerang kedua sahabatnya dengan kata-kata tajam. Kecurigaannya terbukti selama ini jika kedua sahabatnya itu memiliki hubungan khusus. Sebenarnya Aldo tak akan mempersalahkan perasaan mereka jika saja Eiverd belum memiliki Zia. Kenapa semua jadi rumit seperti ini? Aldo mengeram sendiri. Dia menyesal harus terlibat sejauh ini, tapi disisi lain dia kasihan pada Zia. Bagaimanapun juga Zia tidak berhak diperlakukan begini oleh mereka.
"Aku akan jelasin semua pada Zia, tapi tolong beri aku waktu sampai aku benar-benar siap. Sampai waktu itu datang, tolong jangan katakan apa-apa pada Zia." Ucap Tias dengan airmata yang masih membanjiri pipinya.
Aldo hanya menatapnya, dia bingung harus berkata apa lagi. Dia bahkan tidak ingin bertemu Zia lagi karena rasa bersalah yang sangat besar atas tindakan kedua sahabatnya itu. Bagaimana perasaan Zia jika tahu semua ini?