Sejuknya udara di kampus ternama itu bertolak belakang dengan suasana hati Eiverd yang diliputi perasaan bersalah. Sampai saat ini Zia belum menghubunginya. Pekerjaan yang ada didepan matanya diabaikan begitu saja. Nilam yang sedari tadi memperhatikan tingkah sahabatnya memilih diam dibalik meja kerjanya.
Jam makan siang datang begitu cepat, Nilam segera berdiri dari tempatnya dan mengajak Eiverd pergi makan siang. Tanpa menjawab Eiverd mengikuti langkah Nilam.
Tak perlu menunggu waktu lama, dua porsi makanan sudah tersaji didepan mereka. Keheningan tercipta seakan dikomando.
"Nikmati makananmu, kamu butuh energi untuk menyelesaikan masalahmu." Ujar Nilam memecah keheningan diantara mereka.
"Aku tidak tahu, mengapa aku masih begitu bodoh diusiaku sekarang ini."
"Bukan waktunya menyalakan keadaan bahkan diri sendiri. Sekarang waktunya kamu memperbaiki setiap kesalahan yang sudah kamu lakukan." Kata lelaki berkulit gelap tersebut. Nilam tampak begitu bijak menasehati Eiverd.
"Jangan mengguruiku, kamu bahkan melakukan kesalahan yang lebih gila dari pada aku." Nada suara Eiverd terdengar sarkas.
"Karena itulah aku memberitahumu, jangan sampai kamu berada di titik penyesalan seperti aku. Karena kehilangan tidak seindah kisah perselingkuhanmu." Nilam kembali menyindir Eiverd dengan kata-katanya.
"Aku tidak berselingkuh." Balas Eiverd dengan nada keras. Dia menatap tajam ke arah Nilam, sedangkan Nilam terlihat santai menanggapi tatapan sahabatnya itu. Dia seperti tidak terintimidasi dengan apa yang dilakukan Eiverd.
"Kamu harus berterima kasih pada Tias, dia orang yang membuatmu selamat dari kata selingkuh. Seandainya Tias tidak mengambil keputusan yang ekstrim hanya untuk menyelamatkanmu, apa bedanya kamu dan aku sekarang?" Kata-kata Nilam begitu menusuk. Eiverd terdiam mendengarnya. Dia enggan menanggapi, semua ini memang kesalahannya.
"Aku penasaran tentang satu hal, apa perasaanmu pada Tias? Bagaimana kamu bisa terpengaruh sampai akhirnya mantanmu menyerah menghubungimu?" Sambung Nilam, dia ingin mendengar alasan sahabatnya itu.
"Aku hanya menganggapnya sebagai sahabat, entah bagaimana ceritanya, Tias tahu mantanku mulai menghubungiku lagi. Dia mengancamku akan membeberkannya pada Zia. Dan seperti yang kamu tahu, Tias dan mantan pacarku memang tidak memiliki hubungan yang baik." Kata Eiverd menjelaskan.
"Dan bagaimana seolah kalian berdua yang terlihat sedang berselingkuh?" Rasa penasaran Nilam belum terpuaskan. Kisah antara Eiverd, Tias dan Zia terlalu membingungkan.
"Itu terjadi secara tidak sengaja. Tias hanya memintaku untuk menjadi sahabatnya seperti kita masih kuliah dulu. Aku mengiyakannya, aku berpikir Zia akan memahaminya. Lagian aku tahu Zia bukan tipe wanita yang mengekang kebebasanku. Untuk beberapa waktu, aku dan Tias menikmati setiap moment seperti pada masa-masa kuliah."
"Kalian mengambil keputusan hanya dari apa yang kalian lihat, kalian lupa kalau Zia hanya seorang wanita yang hatinya bisa hancur kapan saja. Kesalahan fatal kalian adalah tidak memberitahu pada Zia, setidaknya menjelaskan padanya. Aku yakin dia akan mengerti, karena dia tahu kamu dan Tias adalah sahabat dekat." Kata Nilam sambil menyeruput es teh yang dipesannya itu.
"Aku tidak tahu akibatnya akan seperti ini. Entah bagaimana aku salah memperhitungkan perasaan Zia." Eiverd berkata pelan, terdengar penyesalan dalam setiap kalimat yang dilontarkannya.
"Masalahnya Aldo tahu semua ini, kamu tahu sendiri karakternya seperti apa." Kata Nilam memperingatkan.
"Kurasa dia terlalu ikut campur."
"Jangan menyalahkan Aldo, dia hanya kebetulan berada diposisi saat ini. Dan sebaiknya kamu berhati-hati, gosip ini sudah menyebar dan entah benar atau tidak teman-teman kantor Zia mendukung Aldo sebagai penggantimu."
"Itu tidak masuk akal!" Teriak Eiverd pada Nilam. Itu membuat orang-orang yang makan dikantin tersebut langsung menatap mereka. Nilam hanya diam, sementara Eiverd sadar emosinya membuat orang sekitar terganggu.
"Aku hanya memperingatkanmu. Sebaiknya cepat temui Zia, ditolak ataupun tidak kamu harus minta maaf. Bahkan ketika dia memukul atau menendangmu, biarkan saja. Anggap itu hukuman bagi pacar brengsek sepertimu." Usai berkata demikian, Nilam langsung berdiri meninggalkan meja mereka. Dia memberi waktu pada sahabatnya untuk berpikir.
Eiverd segera menghubungi Zia namun masih belum ada jawaban. Dia akhirnya mengirim pesan teks pada kekasihnya itu.
Semoga malam ini Zia mau membukakan pintu untuknya. Jika tidak, mungkin benar kata Nilam. Aldo akan dengan mudah menggantikan posisinya.