Chereads / Autumn in My Heart / Chapter 27 - Jangan Bila Ragu

Chapter 27 - Jangan Bila Ragu

1 tahun kemudian....

Tias nampak berjalan tergesa-gesa. Koper hitam yang di bawahnya, mengeluarkan suara seperti gemuruh petir. Untung saja orang disekitarnya tidak terganggu dengan hal itu. Dia nampak lebih kurus, dengan sisa kekuatannya, dia menyeret koper besar itu menuju parkiran.

Tias baru saja tiba di Indonesia. Liburan musim panas tahun ini menghantarnya terbang ke negara tempat dia dilahirkan. Bukan tanpa sebab dia berada di Indonesia sekarang, dia ingin memberikan kejutan pada Zia yang akan menikah beberapa hari lagi. Sebulan yang lalu Zia mengirimkannya undangan pernikahan. Tepat sejak saat itu mereka tidak berkabar lagi, Tias tahu pasti sahabatnya itu sibuk menyiapkan segala sesuatu. Dengan senyum merekah, wanita berkulit sawo matang itu segera menaiki mobil yang telah dipesan olehnya.

Kemacetan ibukota tentu saja menjadi daya tarik tersendiri untuk para perantau seperti Tias, walaupun baru setahun dia tinggal di Prancis. Artinya baru setahun pula dia meninggalkan Indonesia. Tias merogoh tas-nya dan mengambil HP. Dia menekan angka 2 utk panggilan cepat, sayangnya nomor yang dituju tidak bisa dihubungi lagi.

Rumah itu tampak sama, tak ada yang berubah. Tias segera turun dan memeluk ayahnya yang sudah berdiri di depan pintu menantikan kepulangan anak gadisnya.

Setelah bercerita panjang lebar tentang kegiatannya di Prancis, Tias pamit untuk beristirahat. Perjalanannya cukup panjang dan menguras energi, apalagi selama di pesawat dia tidak bisa tidur. Dia memutuskan akan mengunjungi Zia besok hari.

"Zi kamu apa kabar? Gimana persiapannya, lancar?"

Tias sengaja mengirimkan sms terlebih dahulu. Dia ingin tahu Zia ada dimana agar bisa menghampirinya.

"Heyy, i miss u so badly. Kabar aku baik. Kamu? Gimana Prancis? Masih betah kan disana?"

"Aku merindukanmu juga. Sangat sangat merindukanmu. Aku baik, Prancis juga menyenangkan dan yang pasti betah ngak betah aku harus bisa menyelesaikan studiku. Kamu dimana Zi?"

"Aku doakan yang terbaik untukmu, jika pulang ke Indonesia nanti, jangan hanya bawah gelarmu, bawah juga pasangan biar lengkap. Aku lagi diluar, agak sore baru pulang. Kenapa memang? Seperti kamu lagi disini saja."

"Hahaha, mentang-mentang sudah mau menikah bisanya bully sahabat sendiri. Aku mengirimkan hadiah pernikahanmu, sopir ayahku akan mengantarnya jika kau sudah berada di rumah. Ohh yahh, aku sedang sibuk. Aku akan mengabarimu lagi. Bye."

Zia tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu. Tias memang tidak akan berubah, dia akan selalu menjadi Tias yang dikenal Zia.

Tak terasa hari hampir senja, urusan hari ini sangat menguras tenaga dan waktunya. Zia mengambil mobilnya yang terparkir di depan Bridal terkenal dan menyetir pulang. Dia ingin cepat-cepat sampai di apartementnya agar bisa tidur.

Lorong apartementnya terlihat sunyi, hanya ada dua orang petugas satpam yang sedang beronda.

Dia menekan sandi pintu apartementnya, tangan itu begitu lemah. Jari-jarinya hampir tidak memiliki kekuatan untuk sekedar menekan angka sandi pada pintu itu.

Ketika pintu terbuka, mimik wajahnya langsung berubah. Tias langsung melompat dan memeluk sahabatnya itu yang masih terdiam di depan pintu. Tias tahu Zia pasti akan sangat kaget dengan kehadirannya, dan itu terbukti. Zia menatap wajah Tias tanpa berkedip. Dia masih tidak percaya dengan kehadiran Tias didepannya. Perlahan air matanya jatuh, tentu saja itu membuat Tias panik.

"Zi kok nangis sih? Ini beneran aku kok, bukan hantu." Tias terkejut melihat air mata yang jatuh membasahi pipi sahabatnya itu.

"Aku tahu ini beneran kamu, aku ngak percaya aja kamu bisa ada disini pas aku lagi butuh." Kata Zia sambil mengusap pipinya.

"Jangan cengeng, nanti mata kamu bengkak. Pestanya tinggal dua hari lagi. Aku ngak mau kamu kelihatan jelek pas hari H. Untung saja password pintumu belum diganti, jadi aku bisa masuk dan menunggumu di dalam. Aku pikir ini benar-benar akan menjadi kejutan. " Tias membelai rambut Zia, dia berusaha menenangkannya. Pasti Zia begitu stres, sampai bisa seperti ini. Menyiapkan pernikahan sendiri memang tidak mudah. Tentu saja Tias akan mengomeli Eiverd sebagai gantinya. Tidak seharusnya Zia stres, ini akan sangat mempengaruhi.

Setelah tenang, Zia berjalan gontai menuju sofa yang terletak di ruang tamu mininalis itu. Tias mengikutinya tanpa bersuara. Dia duduk di samping Zia.

"Zi ngak usah stres lagi, aku disini khusus untuk ngebantu kamu. Pokoknya aku ngak mau lihat kamu nangis. Menyiapkan pernikahan memang tidak mudah, sabar aja tinggal dua hari lagi." Tias memeluk sahabatnya itu, Zia sudah lebih tenang dari sebelumnya. Senyum kecil merekah di sudut bibirnya.

"Nah gitu dong. Calon pengantin harus banyak senyum." Goda Tias

Sebuah cubitan kecil mendarat di lengan Tias. Dia memang tidak pernah berubah, sifatnya yang suka usil pada Zia masih tertanam sangat dalam.

"Aku tidak jadi menikah." Kata Zia pelan. Seketika Tias pun ternganga, apa yang baru saja didengarnya? Pasti ada gangguan dengan telinganya.

"Kamu ngak salah dengar, aku tidak jadi menikah." Ulang Zia sambil menatap Tias yang semakin terkejut.

"Apa yang kamu bicarakan? Apakah Eiverd selingkuh lagi? Sungguh aku benar-benar akan membunuhnya."

"Dia tidak selingkuh."

"Terus? Mengapa kalian tidak jadi menikah?"

"Aku mencampakkannya." Kata Zia sambil tersenyum.

"Zia, tolong ini bukan waktunya kamu untuk tersenyum. Bagaimana bisa kamu mencampakkan Eiverd tepat sebelum pernikahan kalian?"

"Sebenarnya aku ragu dengan keputusanku untuk menikah dengan Eiverd. Semakin dekat semakin keraguan itu kuat menghampiriku. Aku tidak ingin menikah jika masih memiliki keraguan." Jelas Zia pelan.

"Bagaimana dengan Eiverd?"

"Aku sudah berbicara dengannya, meskipun awalnya dia tidak terima, tetapi akhirnya dia bisa mengerti posisiku."

"Bukankah undangan sudah disebarkan? Bagaimana dengan gedung, bridal dan persiapan-persiapan lainnya?"

"Untung saja aku baru mengirimkan undangan padamu. Waktu itu aku ragu, dan memutuskan untuk menyebarkan undangan nanti seminggu sebelum pernikahan kami. Ternyata aku membuat keputusan tepat, jika tidak akan sangat merepotkan jika undangan sudah tersebar. Masalah gedung, cathering, dan yang lainnya sudah aku batalkan semua. Meskipun mengalami kerugian yang sangat besar, tapi itu resiko yang harus aku tanggung. "

"Kamu masih memiliki kontak dengan Eiverd?" Zia menggeleng, semenjak mereka bertemu awal bulan lalu dan Zia membatalkan pernikahan mereka, Eiverd tidak lagi menemuinya. Zia mengerti dengan sikap Eiverd.

"Terus apa rencana kamu sekarang?" Tanya Tias lagi. Dia khawatir dengan keadaan Zia maupun Eiverd.

"Aku akan mengambil cuti dan berlibur ke Seoul. Atau mungkin saja aku akan tinggal disana."

"Aku tahu kamu orang yang nekat, tapi apa kamu yakin akan tinggal disana?"

"Kamu ingat Rafael, klienku? Dia sedang membangun bisnisnya disana, dan menawarkanku pekerjaan. Aku pikir itu bukan ide yang buruk." Zia nampak bersemangat. Tias tahu Zia begitu ingin pergi ke Seoul dan sekarang dia mendapatkan kesempatan.

"Kamu akan terkendala bahasa mereka, pikirkan lagi."

"Aku sudah tiga bulan kursus bahasa Korea." Kata Zia sambil tersenyum.

"Kalau begitu kamu memang tidak berniat menikahi Eiverd."

"Kamu yang paling mengerti aku." Zia berdiri dan memeluk sahabatnya itu, akhirnya dia dapat mengeluarkan beban yang bersarang pada dirinya.

TAMAT