Chereads / Autumn in My Heart / Chapter 22 - Pengakuan

Chapter 22 - Pengakuan

Zia baru saja menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk ketika handphone-nya berbunyi. Malam ini Tias mengajaknya bertemu. Karena pekerjaannya diluar kota, sehingga kedua sahabat itu akhir-akhir ini jarang bertemu. Anehnya Tias ingin mereka bertemu di apartement Zia. Tidak seperti biasanya, mereka selalu bertemu diluar untuk wisata kuliner maupun shoppin bersama. Zia hanya mengiyakan, lagian dia memang tidak boleh terlalu lelah untuk saat ini, dan pilihan Tias ada bagusnya juga.

Dalam perjalanan pulang, Zia mampir ke supermarket untuk membeli bahan makanan. Dia ingin memasak dan kebetulan Tias akan mampir.

Jam menunjukkan hampir pukul delapan ketika Zia selesai dengan kesibukannya di dapur. Dia menyambar handuk dan berjalan cepat ke kamar mandi. Tias pasti sudah dekat. Perkiraannya tepat, Tias sampai saat Zia baru saja keluar dari kamar mandi.

"Maaf lama, jalanan macet." Kata Tias ketika Zia membukakan pintu.

"Santai aja, aku juga barusan selesai masak dan mandi. Jadi kamu tiba disaat yang tepat." Balas Zia sambil tersenyum dan mempersilahkan sahabatnya itu masuk. Zia segera ke kamar dan berganti pakaian. Lima menit kemudian dia keluar dengan mengenakan t-shirt dan celana pendek. Tias tersenyum melihat sahabatnya itu baik-baik saja.

"Makan yuk, aku kelaparan menunggumu." Ajak Zia pada Tias yang sedang duduk di sofa ruang tamu. Tias mengikuti langkah Zia tanpa berbicara. Keadaan itu sangat canggung namun Zia tidak menyadarinya. Mereka menyantap makan malam dalam kebisuan. Zia sudah mulai memperhatikan tingkah Tias yang lebih banyak diam. Biasanya kalau mereka ketemu pasti heboh, mulai dari bergosip sampai menertawakan kebodohan diri sendiri.

"Kamu sakit? Atau ada masalah yang menganggu pikiranmu?" Tanya Zia pelan sambil memasukkan potongan daging ayam goreng ke mulutnya. Tias hanya menggeleng, membuat Zia lebih penasaran dengan sikapnya.

"Kalau ada masalah cerita, ngak baik dipendam sendiri." Sambung Zia. Dia menatap Tias, mencoba menggali apa ada sesuatu yang terjadi pada sahabatnya itu.

"Sudah ketemu Eiverd?" Tanya Tias tiba-tiba. Zia mengernyitkan keningnya. Apakah Tias menghindari pertanyaannya?

"Belum, sudah hampir sebulan aku ngak ketemu Eiverd. Pekerjaan membuat kami sibuk. Lagian aku sama dia bukan lagi anak SMA yang kalau pacaran harus setiap hari bertemu."

Tias hanya mengangguk mendengar jawaban Zia. Dia bingung harus memulai darimana, malam ini dia bertekad akan mengaku pada Zia tentang hubungannya dengan Eiverd.

"Ada apa sih? Sikap kamu aneh. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, aku siap menjadi pendengar setia." Desak Zia. Dia mulai tak sabar menghadapi sikap Tias yang menurutnya sangat aneh malam ini.

"Maafin aku." Suara Tias terdengar bergetar. Dia menundukkan kepalanya, dalam keadaan seperti ini dia bahkan tidak sanggup menatap mata Zia.

"Kamu minta maaf untuk apa?" Zia semakin bingung. Dia melirik makanan Tias yang dari tadi hanya disentuh dengan sendok tapi tidak pernah dimakan.

"Maafin aku karena sudah membuat hubungan kamu sama Eiverd renggang." Kata Tias pelan.

"Kamu kalau bicara jangan setengah-setengah. Aku ngak ngerti. Kamu tiba-tiba minta maaf, dan sekarang kamu merasa telah membuat hubungan aku sama Eiverd renggang. Maksudnya apa? Aku merasa tidak seperti itu. Aku sama Eiverd sama-sama sibuk dengan kerjaan, jadi wajar kalau kami tidak sering bertemu."

"Beberapa minggu yang lalu aku jalan sama Eiverd. Kami ke bioskop menonton film. Tanpa disangka kami bertemu Aldo." Tias mulai berusaha menjelaskan. Dia bingung bagaimana menyampaikan semuanya pada Zia. Tanpa sadar air matanya mulai jatuh. Tangannya bergetar dengan keringat dingin yang mulai mengucur.

"Terus apa yang salah dengan itu? Aku tidak menemukan sesuatu yang aneh mendengar cerita kamu. Dan mengapa kamu menangis?" Nada suara Zia terdengar bingung. Dia tidak tahu apa yang salah dengan sahabatnya ini.

"Sebenarnya kami melakukannya diam-diam dibelakangmu. Kamu ingat hari itu kamu menelepon Eiverd berkali-kali tapi dia tidak menjawab? Itu karena dia bersamaku. Dan entah bagaimana, Aldo terlibat dalam situasi ini. Dia memukul Eiverd hari itu, dan bahkan sampai hari ini dia tidak berbicara denganku." Airmata Tias masih mengalir. Dia terdengar sesunggukan. Zia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

"Aku ingat, hari itu aku bertemu Aldo. Kantor kami hanya bersebelahan. Dia tahu aku menghubungi Eiverd dan tidak direspon. Dan kebetulan aku juga memberi tumpangan pada Aldo ketika dia ingin ke bioskop. Sekarang aku tahu mengapa Aldo marah bahkan sampai memukul Eiverd, itu karena kalian sedang bersama dan Aldo tidak bisa menerimanya. Itu kan maksud kamu?" Zia menatap Tias dengan wajah serius. Perlahan dia mulai mengerti masalah ini.

"Aldo mengira Eiverd berselingkuh denganku dibelakangmu." Tias berkata pelan. Airmatanya sudah berhenti mengalir, digantikan mata sembab kemerahan dengan bibir pucat bergetar.

"Aku rasa siapapun yang melihatnya akan salah paham, tapi aku tahu kamu ngak akan berbuat sesuatu seperti itu. Apa aku salah?" Zia berusaha menyikapi setenang mungkin. Percuma kalau saat ini dia marah, itu hanya akan membuat Tias terdiam dan tidak bisa bicara. Artinya, dia tidak akan menemukan fakta dibalik pengakuan Tias.

"Aku ngak akan dan ngak pernah sanggup menyakitimu, ini semua aku lakukan karena mantan pacar Eiverd mulai menghubunginya lagi. Aku secara tidak sengaja mengetahui mereka mulai berhubungan lagi saat itu. Aku melakukan ini semua agar Eiverd menjauh darinya, tapi aku salah perhitungan. Dalam keadaan itu, aku tidak berpikir bagaimana perasaanmu nanti. Aku begitu bodoh telah melakukan ini semua." Tias berusaha menjelaskan walau dengan suara terbata-bata.

Zia menarik dan menggenggam tangan sahabatnya itu. Dia bingung, apakah harus marah atau berterima kasih. Disatu sisi dia sedikit kecewa karena Tias mengambil waktu-waktu berharganya dengan Eiverd, namun disisi lain dia merasa berterima kasih karena Tias melakukan tugasnya dengan baik sebagai sahabat. Tias membuat Eiverd menjauh dari gerbang perselingkuhan.

"Sebenarnya aku cukup kaget, tapi aku mencoba memahaminya dari sisi kamu sebagai seorang sahabat bagi aku dan Eiverd. Aku hanya ngak mau persahabatan kita hancur karena masalah ini. Aku menghargai kejujuranmu, walaupun ketakutan terlihat jelas di wajah kamu. Mungkin ini alasan Aldo mengunjungiku kemarin, tapi sepertinya dia ingin kamu berbicara langsung padaku." Ujar Zia sambil menepuk tangan Tias.

"Kamu ngak marah?"

"Untuk apa? Kamu ingin aku berteriak histeris mendengar pengakuanmu dan membunuhmu karena seorang lelaki?"

"Kamu akan melakukannya jika memang aku berselingkuh dengan Eiverd?"

"Jika memang begitu, aku memberimu kesempatan untuk lari dan bersembunyi sebisa mungkin."

Mereka akhirnya tertawa, beban berat dalam hati Tias selama beberapa minggu ini akhirnya terlepas. Dia merasa lega, dan inilah salah satu alasan dia menyukai Zia sebagai sahabatnya.

"Jangan terlalu dipikirkan, aku tahu kamu tidak ingin kehilangan Aldo sebagai sahabat. Aku akan menjelaskan padanya." Kata Zia. menenangkan Tias, dia tahu kecemasan Tias ada pada Aldo juga.

"Bagaimana dengan Eiverd?"

"Kami akan menanganinya sendiri."