Chereads / Autumn in My Heart / Chapter 4 - Little Surprise

Chapter 4 - Little Surprise

Kabar putusnya Zia dan Adrian langsung tersebar. Entah siapa yang iseng melakukannya. Hampir semua orang yang tahu hubungan mereka bertanya-tanya, tetapi Zia terlalu lelah untuk menjelaskan pada mereka. Toh jika dia buka mulut, Adrian akan malu setengah mati jika orang tau dia berselingkuh dan menghamili perempuan lain. Zia tipe wanita yang selalu menjaga hubungan baik dengan mantannya. Dia selalu berpikir untuk apa menjadi musuh jika bisa menjadi teman. Walaupun Zia termasuk wanita yang susah move on, tapi dia tidak ingin kelihatan childish dengan menjelek-jelekkan Adrian atau mantannya yang lain.

Tere adiknya yang mendengar kabar putus kakaknya dan Adrian langsung menghubungi Zia.

" Halo Re, ada apa? " terdengar suara Zia diseberang.

" Kamu beneran putus sama Adrian? Kok bisa? Selama ini dia kelihatan baik loh. Jangan bilang kamu selingkuh dan mutusin dia? " tanya Tere disertai ancaman yang tidak masuk akal.

" Apaan sih. Ngaklah, mana mungkin aku yang selingkuh. Nanti aku cerita tapi tidak sekarang. OK? " suara Zia terdengar sedikit tersinggung.

" Ok, aku tunggu. Weekend nanti sempatkan mampir, ponakanmu cariin kamu terus".

" Aku banyak kerjaan, nanti aku hubungi kamu. Bye". Terdengar suara telepon diputus. Tere hanya menarik nafas dalam, berharap segala kekuatirannya tidak benar.

Eiverd semakin menunjukkan ketertarikannya pada Zia. Setiap pagi pesan romantis masuk untuk Zia. Tanpa Zia sadari dirinya telah terperangkap dengan keromantisan Eiverd yang tentu saja selalu membuat senyum Zia mengembang di pagi hari.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam namun Zia dan Eiverd masih tersambung lewat telepon. Entah apa yang mereka bicarakan tapi sesekali terdengar suara tawa renyah Zia diatas tempat tidurnya. Malam itu Zia bahkan lupa bahwa belum sebulan dia putus dengan Adrian. Eiverd benar-benar sudah menghipnotis hidupnya.

Zia bahkan tidak berpikir bisa saja perhatiannya pada Eiverd sebagai bentuk pelampiasan kekecewaannya terhadap Adrian.

Hari itu di akhir bulan Agustus, Tias seperti disambar petir. Percaya tidak percaya tapi dia mendengar langsung dari mulut Zia.

"What? Kalian berdua jadian? Wait wait, silahkan perjelas lagi kamu jadian sama siapa?" Suara pekikan Tias diseberang sana hampir merusak gendang telinga Zia.

" Aku juga bingung tapi waktu Eiverd nyatain cintanya aku ngak bisa nolak. Aku merasa nyaman aja sama dia." jawab Zia dengan pelan.

"Yaudah ngak masalah kalian jadian, tapi apa ini ngak terlalu cepat buat kamu? Yah, you know kan kamu barusan putus dari Adrian dan aku ngak nyangka aja kamu cepat banget move on." suara Tias masih terdengar shock.

" Iya aku tahu, tapi mau gimana? Eiverd begitu perhatian sama aku dan jujur aku emang ngak bisa nolak dia. "ucap Zia pelan.

" Eiverd orangnya emang baik. Care banget sama cewe. Aku sahabatnya dan aku bisa jamin itu. Jalanin aja dulu, sebagai sahabat aku cuma bisa support kalian berdua. Mau gimana lagi kalau kalian memang saling cinta." Tias akhirnya menyerah dengan serangan kabar di malam hari ini.

" Kamu emang sahabatku yang paling baik. Makasi yah sudah support keputusan aku. Aku janji ngak bakalan aneh-aneh." senyum Zia mengembang seiring dengan terputusnya sambungan telepon.

Pasca jadian, Eiverd dan Zia semakin intens saling menghubungi. Bahkan Zia berencana akan pergi ke kota tempat Eiverd bekerja. Kesibukan Eiverd yang lebih tinggi dari Zia tidak memungkinkannya untuk mengunjungi Zia. Akhirnya mereka sepakat Zia yang akan pergi mengunjungi pacarnya itu. Mereka memang tinggal di kota berbeda.

Sudah memasuki bulan September, Zia berharap cuaca bisa bersahabat. Biasanya hujan akan turun di awal bulan begini.

Hari sudah sore ketika Zia tiba di rumah adiknya. Senyum mengembang langsung terlihat di wajah ponakannya yang berusia sembilan bulan. Zia langsung menggendong ponakannya, memberikan ciuman bertubi-tubi di pipi yang lebih mirip bakpao itu. Perjalanan selama empat jam cukup melelahkan. Zia mengambil telepon genggamnya, mengabari Tias kalau dia sudah sampai. Dia sengaja tidak mengabari Eiverd, berniat ingin memberikan surprise.

Sudah pukul dua belas siang ketika Tias sampai dirumah Tere. Dia baru mendapat ijin keluar. Zia sudah menunggunya dari tadi. Untungnya Tere menawarkan mengantar mereka ke kampus tempat Eiverd mengajar. Entah mengapa Zia terlihat gelisah, jantungnya berdentum tidak karuan. Baru kali ini dia merasa gugup. Memang ini bukan pertama kali dia akan berjumpa dengan Eiverd, tapi dengan status pacaran mereka, ini pertama kali mereka bertemu.

Tias hanya menggeleng kepala sambil tersenyum melihat tingkah Zia. Dia tidak menyangka seorang Zia bisa segugup ini. Mereka sudah berdiri di depan gedung kantor Eiverd, dan tiba-tiba Zia melarikan diri. Dia kelihatan berlari kecil menyebrang jalan dan menghilang di antara mobil angkot yang banyak terlihat di jalanan kampus.

Tias bingung, kenapa Zia pergi? Baru saja dia akan menghubungi Zia, dan sebuah pesan masuk.

"Aku ke toilet fakultas sebentar. Kamu masuk aja. Nanti aku telepon kalau sudah di depan."

Tias hampir tertawa terbahak-bahak dengan tingkah Zia, ketika Eiverd keluar dan mengajaknya masuk ke ruangannya.

"Ada yang lucu? " tanya Eiverd bingung.

"Ngak ada. Yuk masuk. " Jawab Tias sambil menggandeng tangan Eiverd.

Lima belas menit kemudian Zia sudah cukup tenang. Dia terlihat berdiri di depan sebuah gedung ber-cat putih gading. Tidak lama kemudian Tias keluar disusul Eiverd. Eiverd kelihatan sedikit terkejut namun kemudian tersenyum lebar. Zia menjabat tangan Eiverd untuk menghilangkan rasa gugup yang dari tadi menyerangnya. Tentu saja itu berhasil karena sekarang terlihat kegugupan Zia berpindah pada Eiverd.

Tak terasa hari sudah malam, dan itu artinya mereka harus berpisah. Eiverd terlihat tidak rela membiarkan Zia pergi, tapi dia menahan semua gejolak itu. Zia sudah berjanji bahwa mereka bisa sering bertemu karena Zia akan tinggal selama sebulan penuh di rumah adiknya.