Di kaki Gunung Tenang, pagi hari biasanya membawa ketenangan yang lembut. Suara burung-burung berkicau mengiringi kabut yang masih menggantung di antara pepohonan, menciptakan suasana yang damai. Namun, pagi itu berbeda. Suara langkah kaki yang tergesa-gesa dan tawa mengejek memecah keheningan, menggema di sepanjang jalan setapak menuju hutan lebat.
Yan Xuan berlari sekuat tenaga, napasnya memburu, dadanya naik turun dengan ritme yang tak beraturan. Di belakangnya, beberapa murid Klan Namgoong mengejarnya dengan semangat yang tak kunjung padam. Tawa mereka seperti cemoohan yang terus menghantam pendengaran Yan Xuan, mengingatkannya pada kenyataan pahit yang selalu ia hadapi.
"Yan Xuan, kamu tak berguna! Kenapa kamu masih di sini?" salah satu dari mereka berteriak, diikuti oleh tawa yang lebih keras dari sebelumnya.
"Kamu seharusnya sadar diri! Klan Namgoong tidak membutuhkan orang sepertimu!" suara lain menimpali, dengan nada yang penuh penghinaan.
Yan Xuan menggertakkan giginya, menahan amarah dan kesedihan yang bercampur dalam dadanya. Ia tahu kata-kata mereka mengandung kebenaran. Ia tidak memiliki bakat alami yang dimiliki oleh murid-murid lain di klan itu. Setiap upayanya untuk mempelajari seni bela diri atau teknik kultivasi selalu berakhir dengan kegagalan. Ia adalah beban bagi Klan Namgoong, dan mereka tidak ragu untuk mengingatkannya akan hal itu setiap saat.
Dengan langkah yang semakin berat, Yan Xuan akhirnya mencapai tempat pelariannya: sebuah goa kecil yang tersembunyi di tengah hutan, jauh dari pandangan dunia luar. Ia terhuyung masuk ke dalam goa, melemparkan tubuhnya yang lelah ke lantai batu yang dingin. Napasnya masih memburu, tetapi setidaknya di tempat ini, ia bisa merasakan sedikit kedamaian.
Goa itu telah menjadi tempat perlindungannya selama bertahun-tahun, satu-satunya tempat di mana ia bisa melarikan diri dari ejekan dan penghinaan. Di sini, hanya ada keheningan yang menemani, dan itu adalah hal yang paling dibutuhkan Yan Xuan saat ini.
Ia duduk di atas batu besar di dalam goa, tubuhnya gemetar karena lelah dan emosi yang meluap-luap. Tangannya mengepal erat di atas lutut, mencoba menahan air mata yang mengancam untuk jatuh. Namun, air mata itu tidak bisa ditahan lebih lama lagi. Satu tetes jatuh, diikuti oleh yang lainnya, mengalir di pipinya yang tirus.
"Aku akan membuktikan bahwa mereka salah," bisiknya kepada dirinya sendiri, suaranya penuh dengan tekad yang hampir putus asa. "Aku akan menemukan jalanku sendiri."
Hari-hari berlalu, dan Yan Xuan semakin tenggelam dalam kesunyian goa itu. Ia menjauhkan dirinya dari dunia luar, memilih kesendirian sebagai teman. Ia mulai memperhatikan setiap detail di sekitarnya, belajar dari alam yang memberinya pelajaran yang tak ternilai. Ia mendengarkan suara angin yang berhembus lembut di antara pepohonan, merasakan getaran tanah di bawah kakinya, dan mengamati pola aliran air yang mengalir di sungai kecil dekat goa.
Di dalam kesunyian ini, Yan Xuan menemukan sesuatu yang lebih berharga daripada apa yang diajarkan di klan. Ia mulai memahami bahwa kekuatan sejati tidak selalu datang dari bakat alami atau teknik yang rumit, tetapi dari pemahaman mendalam tentang dunia dan dirinya sendiri. Ia mulai bermeditasi setiap hari, merasakan aliran Qi di dalam tubuhnya, mencoba menyelaraskan dirinya dengan alam semesta.
Bulan demi bulan berlalu, dan Yan Xuan perlahan menemukan ritme dalam hidupnya yang baru. Ia tidak lagi merasa terjebak dalam kesedihan atau keputusasaan. Sebaliknya, ia merasa bahwa setiap hari adalah kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Ia mulai mengembangkan teknik-teknik baru, mencoba menciptakan sesuatu yang benar-benar miliknya. Di goa yang sunyi itu, ia menemukan kedamaian yang selama ini tidak pernah ia rasakan.
Malam hari adalah waktu yang paling ia sukai. Ketika langit dipenuhi bintang-bintang yang berkelap-kelip, Yan Xuan sering duduk di depan goa, menatap langit yang luas. Bintang-bintang itu memberinya inspirasi, mengingatkannya bahwa di tengah kekosongan yang begitu luas, ada keindahan yang tak terhingga. Ia merasa kecil di bawah langit yang luas, tetapi ia juga tahu bahwa di dalam dirinya terdapat potensi yang besar, menunggu untuk diungkapkan.
Namun, meskipun ia menemukan kedamaian dalam kesendirian, dunia Murim di luar sana tidak berhenti bergerak. Konflik dan ambisi terus memicu pertempuran antara klan-klan besar, dan ancaman baru mulai mengintai di balik bayangan. Yan Xuan mungkin telah mengasingkan diri dari dunia luar, tetapi dunia tidak akan mengabaikannya untuk selamanya.