Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

ARAKATA; Sang Pelindung

🇮🇩Gassab
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
1.2k
Views
Synopsis
15+ Terdapat adegan berdarah. Di dunia yang penuh dengan makhluk-makhluk mitos dari naga yang perkasa hingga iblis yang menakutkan, kehidupan berjalan damai tanpa peperangan, tanpa rasa takut, dan tanpa diskriminasi antar ras. Namun, kedamaian itu terguncang saat perang besar pecah antara bangsa Naga dan bangsa Iblis. Dua kekuatan yang dianggap tak terkalahkan itu saling bertempur habis-habisan, menghancurkan semuanya yang mereka sentuh, bahkan menyebabkan keruntuhan kedua bangsa tersebut. Ekal, seorang pemuda dari dunia manusia, secara tak sengaja terperangkap di dunia tersebut. Awalnya, ia terpesona dan bahagia, dunia yang penuh keajaiban dan makhluk luar biasa membuatnya merasa seperti berada dalam mimpi. Namun, kebahagiaan itu cepat memudar ketika ia menyadari kenyataan pahit: sebagai manusia biasa, ia tak cocok hidup di dunia yang penuh kekuatan luar biasa ini. Tanpa kemampuan magis dan fisik seperti yang dimiliki makhluk-makhluk lain, Ekal merasa semakin terisolasi dan tidak diinginkan. Beruntung, Ekal tidak sendirian. Teman-temannya yang baru -Mizel, seorang naga yang bijaksana; Tanio, seorang pejuang yang setia; Martha, seorang penyihir dengan kekuatan luar biasa; dan Neyla, gadis kecil yang penuh semangat selalu ada untuk membantu dan menemani. Mereka bersama-sama menjalani petualangan panjang untuk mencari jalan keluar dari dunia yang kini penuh dengan konflik dan kehancuran ini, menuntun Ekal kembali ke rumahnya. Akankah Ekal menemukan jalan pulang ke dunianya? Ataukah ia akan terperangkap selamanya di dunia yang penuh keajaiban dan penderitaan ini?
VIEW MORE

Chapter 1 - Prologue

Seorang gadis kecil bersiap memanah. Ia membuka kedua kakinya selebar bahu, lalu menggeser kaki kanannya sedikit ke belakang hingga membentuk posisi tegak lurus. Setelah memastikan posturnya stabil, ia mengambil anak panah dan meletakkannya pada busur. Dengan gerakan mantap, ia mengangkat busur dan menarik senar ke belakang hingga menyentuh ujung telinganya.

Ia mulai fokus. Sebelah matanya terpejam untuk memastikan ujung panah mengarah tepat ke sasaran. Perlahan, indranya semakin peka terhadap sekeliling. Ia merasakan keheningan padang luas nan hijau, rumput liar yang menari ditiup angin, kehangatan lembut sinar mentari, dan sapuan angin sepoi-sepoi yang menyentuh wajahnya.

Ketika posisinya dirasa sempurna, ia melepaskan senar dengan hati-hati. Anak panah meluncur cepat dan tepat menghantam sasaran berupa papan dengan lingkaran konsentris di tengahnya.

"Neyla, istirahat dulu sebentar! Ke sini, duduk di samping Paman!" seru seorang pria yang tengah duduk berteduh di bawah rindangnya sebuah pohon. Ia melambaikan tangan ke arah gadis kecil yang tak jauh darinya.

"Sebentar, Paman! Tinggal dua anak panah lagi!" sahut Neyla, gadis kecil itu, masih sibuk berlatih memanah. Ia kembali membidik dengan penuh konsentrasi, dan sekali lagi, anak panahnya melesat tepat mengenai sasaran.

Setelah selesai, Neyla berlari menuju pohon tempat pamannya berteduh.

Neyla, gadis kecil berusia enam tahun, memiliki wajah bulat yang menggemaskan. Pipi tembamnya tampak bergerak lucu setiap kali ia berlari, seolah-olah hampir tumpah dari wajahnya.

Tanpa banyak percakapan, pamannya terus saja mengoceh, berbicara tentang hal-hal kecil yang ia anggap menarik. Neyla hanya terdiam, terlalu lelah untuk menanggapi. Sesekali ia melirik pamannya, ingin tersenyum, tetapi rasa letih membuatnya hanya mengangguk kecil sebagai respons. Menyadari keheningan itu, pamannya pun akhirnya ikut terdiam, membiarkan gadis kecil itu beristirahat.

Dari kejauhan, mereka tampak seperti ayah dan anak yang tengah menikmati waktu libur bersama. Hamparan hijau yang segar membentang di hadapan mereka, sementara semilir angin lembut membelai wajah Neyla, membuatnya perlahan memejamkan mata. Keheningan di antara mereka tidak terasa canggung, melainkan penuh kehangatan—seperti ikatan tak terlihat yang menghubungkan dua jiwa dalam kedamaian sederhana.

"Paman, seberapa jauh kerajaan Lacerta dari sini?" tanya Neyla tiba-tiba, memecah keheningan yang nyaman.

"Kalau berjalan kaki, mungkin memakan waktu satu tahun," jawab Mizel sambil tersenyum. "Tapi ada banyak cara untuk sampai lebih cepat. Misalnya, teleportasi hanya butuh beberapa detik, atau kalau terbang, mungkin tiga hari. Semua tergantung kemampuan seseorang." Mizel, paman Neyla, adalah keturunan naga, dan salah satu keahliannya adalah terbang.

"Wah, menarik sekali!" seru Neyla dengan mata berbinar. "Teleportasi memang cepat, tapi sepertinya terbang lebih seru."

"Tentu," kata Mizel, tersenyum. "Kau bisa sambil menikmati pemandangan atau kehidupan dunia luar."

"Kalau begitu, ajarkan Neyla terbang, Paman!" pinta Neyla dengan penuh semangat.

Misel tertawa kecil. "Tidak bisa, roh naga-mu bahkan belum terbentuk."

Mendengar itu, Neyla manyun dan mulai mengomeli pamannya. Melihat ekspresinya yang lucu, Mizel gemas dan langsung mencubit pipi Neyla. Gadis kecil itu berusaha lepas, namun tenaga Mizel jauh lebih kuat. Sebuah perebutan pipi pun terjadi, disertai dengan tawa riang mereka berdua. Keakraban itu memberi warna pada suasana yang penuh keceriaan.

Sang Surya mulai merendah, meskipun masih cerah, udara kini terasa sejuk. Sudah saatnya bagi paman dan ponakan untuk melanjutkan kegiatan mereka—berburu di hutan.

Hutan Muroosh terletak tak jauh dari padang rumput, dapat dijangkau dengan berjalan ke barat laut melalui barisan pohon pinus. Hutan ini dipenuhi pohon-pohon tinggi dengan daun yang lebat, menciptakan kesan gelap dari luar. Namun, begitu memasuki hutan, cahaya warna-warni yang berasal dari jamur-jamur yang tumbuh di tanah menyambut mereka. Beberapa sinar matahari juga berhasil menembus melalui sela-sela ranting pohon, menambah keindahan hutan yang penuh misteri.

Perburuan dimulai setelah mereka masuk jauh ke dalam hutan. Tiba-tiba, seekor Payau melintas di depan mereka, namun binatang itu tidak menyadari kehadiran Mizel dan Neyla. Dengan sigap, mereka berdua segera mencari tempat untuk bersembunyi. Neyla menarik tangan pamannya dan berbisik, "Paman, cepat!" Mizel mengangguk dan tanpa suara, mereka bergerak perlahan menuju sebuah semak belukar besar yang cukup lebat. Neyla berjongkok di balik semak-semak, berusaha menahan napas agar tidak membuat suara. Mizel, dengan gerakannya yang cekatan, menutupi dirinya dengan jamur besar yang ada di sekitarnya.

Payau itu terus melangkah, tidak menyadari keduanya yang bersembunyi dengan hati-hati. Payau berhenti sejenak, memperhatikan sekitar dengan mata tajamnya yang memancar empat arah, namun berkat persembunyian mereka yang sempurna, makhluk itu melanjutkan perjalanannya tanpa mengenali jejak mereka.

Payau sendiri adalah makhluk besar berkaki empat memiliki tinggi dua setangah meter dan panjang satu setengah meter yang memancarkan keindahan luar biasa. Tanduknya lebar dan panjang, dihiasi dengan garis-garis tipis berwarna kuning emas yang membentang dari bawah hingga ke atas. Bulu tubuhnya berwarna ungu gelap, dengan bercak-bercak kuning keemasan yang membentuk pola menakjubkan. Keunikannya tidak hanya terletak pada penampilan fisiknya, tetapi juga pada rambut panjang berwarna biru cerah yang menjuntai dari atas kepala hingga pundaknya. Dan yang lebih menarik lagi, Payau memiliki empat mata, sebuah ciri khas yang langka dan menambah kesan elegan pada makhluk ini.

Payau berhenti tepat di arah jam dua belas dari Neyla, berjarak sekitar sepuluh meter, sementara dari arah jam sembilan, Payau berjarak sekitar delapan meter dari Mizel. Karena jaraknya lebih dekat dengan Mizel, ini adalah kesempatan bagus untuknya.

Dengan tenang, Mizel mulai bersiap. Seberkas cahaya putih berkilau muncul di ujung anak panahnya, bersinar redup seperti tanda bahwa ia sedang memusatkan seluruh perhatian. Perlahan, ia menarik senar busur, menargetkan mata Payau yang besar dan tajam. Setiap gerakan dilakukan dengan hati-hati dan penuh perhitungan.

Dengan sekejap, anak panah melesat ke depan, meluncur cepat menuju sasaran. Namun, sayangnya, Payau terlebih dahulu menyadari ancaman itu. Dengan kecepatan luar biasa, Payau memalingkan kepalanya, berusaha menghindari serangan. Anak panah yang sebelumnya menuju mata kini hanya mengenai bahu binatang itu.

Payau berteriak kesakitan, suara raungan yang menggema di hutan. Dalam rasa sakit, binatang itu melompat-lompat, berusaha menghindar dari serangan berikutnya, mengguncang pohon-pohon di sekitarnya.

'Debum, debum'—suara tanah yang bergetar akibat hentakan kaki Payau yang kuat.

Neyla tidak membuang waktu. Dengan sigap, ia memanjat pohon terdekat, mencari posisi yang lebih tinggi untuk mendapatkan pandangan yang jelas. Sesampainya di atas, ia menyiapkan busur dan mulai mengunci sasaran, menatap Payau yang masih melompat-lompat kesakitan. Sementara itu, Mizel terus melanjutkan serangan, mengincar tubuh Payau yang tampaknya semakin marah.

Neyla mulai fokus, matanya terpejam sejenak untuk merasakan getaran di udara. Tiba-tiba, ia merasa ada yang aneh. Suasana di sekitar mereka menjadi sangat sunyi. Tidak ada lagi suara alam atau gerakan hewan liar di sekitar, semuanya terasa hening—hanya ada Payau yang menjerit kesakitan. Rasanya seperti dunia sekitarnya menggelap, seakan seluruh hutan ini berhenti berfungsi, hanya tersisa dirinya dan makhluk yang sedang terluka itu.

Beberapa saat kemudian, sebuah sinar putih yang cerah menyelimuti ujung anak panah Neyla. Dengan napas tertahan, Neyla menarik busur dengan hati-hati. Sudah saatnya melepaskan anak panah yang telah terkunci di hatinya. Dalam detik yang penuh ketegangan, anak panah melesat dengan kecepatan luar biasa, menembus udara dan tepat mengenai kepala Payau.

"Ghaah, hah, hah!" Neyla terengah-engah, tubuhnya menjadi lemas setelah melepaskan panah. Semua energi yang ia kumpulkan untuk tembakan itu membuatnya kehilangan keseimbangan. Pegangannya melemah, dan tanpa bisa menahan diri, tubuhnya jatuh dari ketinggian empat meter.

'Gedebug!' Suara keras terdengar saat tubuh kecil Neyla terpental dan jatuh ke tanah.

Mizel yang melihat hal itu langsung tergerak. Tanpa pikir panjang, ia segera berlari menuju tempat Neyla terjatuh, wajahnya dipenuhi kecemasan dan kecepatan yang tak terbendung.

"Ney, Neyla!" Mizel menggoyang-goyangkan tubuh lemah Neyla, namun gadis kecil itu tetap tidak sadarkan diri.

Di saat yang sama, sebuah teriakan keras terdengar, namun bukan berasal dari dalam hutan. "Aaaaaa....!" Suara itu menggema, datang dari langit. Mizel menoleh dan melihat seorang pria jatuh dari langit, menghantam cabang-cabang pohon dengan keras.

'Gedebug!' Suara benturan keras itu mengguncang sekitarnya.

Mizel terdiam beberapa saat, kebingungan menyelimuti dirinya. Apa yang baru saja terjadi? Seorang pria tak dikenal jatuh tepat di sampingnya, dan sekarang ia harus menghadapi tiga makhluk yang harus dibawa pergi—Neyla yang pingsan, Payau yang terluka, dan pria misterius itu.

Tanpa membuang waktu, Mizel berubah menjadi naga. Tubuhnya yang besar menyebabkan beberapa pohon tumbang saat ia bergerak. Ia menggunakan moncongnya untuk dengan hati-hati menaruh Neyla di punggungnya, kemudian dengan kedua kakinya, ia mengangkat Payau dan pria tak dikenal tersebut. Dengan kekuatan yang luar biasa, Mizel terbang, melesat ke arah kediamannya yang terletak dua kilometer ke selatan, meninggalkan hutan yang kini sunyi dan penuh tanda tanya.

Sesampainya di rumah, Mizel segera menaruh ponakannya dan pria tak dikenal itu di kamar terpisah. Sementara Payau, yang terluka parah, ia letakkan begitu saja di halaman rumah. Mengobati luka bukanlah keahliannya, dan di rumah hanya ada obat-obatan untuk luka luar—itu pun sudah ia pakai untuk merawat kedua orang yang ia anggap lebih penting saat itu.

Tapi luka dalam? Jatuh dari ketinggian bukanlah hal biasa. Itu sangat menyakitkan. Mizel bolak-balik keliling rumah, cemas dan panik, mencari-cari sesuatu yang bisa mengobati luka dalam. Paniknya semakin menjadi, sampai ia tidak sadar bahwa Neyla sudah mulai siuman.

"Argh, ini di mana?" tanya Neyla, suara pelan dan lemah.

"Apa ada yang sakit? Perut? Dada? Kepala? Kaki? Tangan?" Mizel langsung berlari mendekat, ekspresinya dipenuhi kecemasan.

"Kepala Ney sakit... Ini di mana?" tanya Neyla lagi, sedikit bingung.

"Ini di rumah, paman sudah obati kepalamu tadi. Sebentar, paman panggil tabib." Dengan tergesa-gesa, Mizel berlari keluar rumah, tak ingin membuang waktu.

Rumah kayu dua lantai yang sederhana itu tampak menawan dan nyaman. Halaman rumah dihiasi dengan rumput Manila yang rimbun, dikelilingi dengan bunga warna-warni yang bermekaran. Di sekelilingnya, pepohonan tinggi menjulang, memberikan kesan sejuk dan teduh. Suara burung yang berkicau saling sahut menyahut terdengar riuh, mungkin mereka sedang bercerita, "Ke mana si pemilik pergi?" atau "Siapa pria yang ia bawa?" Bahkan terdengar seperti, "Kasihan Neyla, kecelakaan, aku melihatnya tak sadarkan diri tadi." Sungguh gaduh. Selain suara burung, pepohonan pun ikut berpartisipasi, dengan daun-daunnya yang saling bersenggolan, seolah menggoda satu sama lain.