Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

"The Dreamweavers' Rebellion"

Lini_Ramadani
--
chs / week
--
NOT RATINGS
930
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - 1:The Boy Who Dreamed

1 : ANAK LAKI LAKI YANG BERMIMPI

Yume terbangun dari tidur yang teramat panjang, namun rasa lelah justru menggantung di tubuhnya. Setiap malam, mimpinya penuh dengan keanehan. Ada saat-saat di mana ia merasa dirinya tengah melayang, diikuti oleh sosok-sosok misterius yang tak pernah jelas wajahnya. Terkadang, ia merasa ada sesuatu yang mengawasinya, mengintai dari balik bayang-bayang mimpinya. Hari ini tak berbeda—ia terbangun dengan keringat dingin, jantung berdegup kencang, dan perasaan yang tak nyaman.

Apa maksud dari semua ini?" gumamnya, menatap cermin di samping ranjang. Bayangan wajahnya terlihat buram, seolah cermin itu memantulkan sesuatu yang lebih dari sekadar pantulan. Sesuatu yang tersembunyi di dalam dirinya.

Yume adalah seorang siswa sekolah menengah biasa yang menjalani hari-harinya seperti remaja lainnya. Namun, sejak beberapa minggu terakhir, ia merasa hidupnya berubah. Tidur, yang seharusnya menjadi tempat istirahat, malah berubah menjadi medan pertempuran dengan ketakutan dan hal-hal aneh yang tidak ia pahami. Dan yang paling aneh, mimpi-mimpi itu terasa nyata—terlalu nyata.

Di sekolah, Yume mencoba bersikap normal, meskipun sering kali pikirannya melayang ke dalam mimpi yang menghantuinya. Di tengah pelajaran, ia tersentak saat suara seorang gadis, yang tak pernah ia lihat sebelumnya, muncul di telinganya.

"Yume, apakah kau siap?" bisik suara itu, halus dan menggema di pikirannya.

Yume memutar kepalanya, mencoba mencari asal suara, namun kelasnya tetap seperti biasa. Guru melanjutkan pelajaran, teman-temannya tak ada yang memerhatikannya. Yume memijat keningnya, bertanya-tanya apakah ia sudah mulai kehilangan akal sehatnya.

Ketika bel tanda pulang berbunyi, Yume bergegas meninggalkan sekolah, berharap bisa menemukan sedikit kedamaian di rumah. Namun, sesampainya di depan pintu rumah, ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Udara terasa berat, dan angin sejuk meniup pelan di sekitarnya.

"Sudah waktunya, Yume," suara itu muncul lagi, kali ini lebih kuat.

Yume berhenti di depan pintu. "Siapa kau? Apa yang kau inginkan dariku?" tanyanya, berharap suara itu hanya bagian dari imajinasinya.

Namun, tak ada jawaban. Hanya keheningan.

Di malam itu, Yume kembali bermimpi. Tapi kali ini, mimpinya terasa lebih jelas daripada sebelumnya. Ia berada di sebuah lapangan luas, diterangi oleh cahaya bulan yang pucat. Di depannya berdiri seorang gadis dengan rambut perak yang berkilauan di bawah sinar bulan. Matanya tajam, namun ada kelembutan di dalamnya.

"Aku adalah Neora," katanya, tanpa sedikit pun keraguan dalam suaranya. "Dan kau, Yume, adalah seorang Half-Weaver."

Yume terdiam, mencoba mencerna kata-kata itu. "Half-Weaver? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."

Neora melangkah maju, angin malam bermain di sekitar mereka. "Setiap mimpi yang kau alami selama ini bukanlah mimpi biasa. Kau memiliki kekuatan untuk mengendalikan mimpi, namun kau belum menyadarinya. Dunia mimpi sedang dalam bahaya, dan kau adalah satu-satunya yang bisa menyelamatkannya."

Yume menggelengkan kepala, merasa mustahil dengan apa yang didengarnya. "Aku hanyalah seorang siswa biasa. Apa yang kau bicarakan? Mengendalikan mimpi? Menyelamatkan dunia mimpi? Ini konyol."

Neora tersenyum lembut. "Dunia ini lebih dari yang terlihat, Yume. Ada perang yang sedang berlangsung antara Dreamweavers, penjaga mimpi, dan Sleepless Order, mereka yang ingin menghancurkan mimpi manusia untuk selamanya. Kau adalah kunci untuk menghentikan mereka."

Yume merasakan ketakutan merayapi tubuhnya, namun pada saat yang sama, ada rasa penasaran yang tumbuh. "Bagaimana mungkin aku bisa melakukan itu? Aku bahkan tak tahu apa-apa tentang mimpi, apalagi mengendalikannya."

Neora memandang Yume dengan penuh keyakinan. "Semua kekuatan ada di dalam dirimu. Kau adalah seorang Half-Weaver, setengah manusia dan setengah Dreamweaver. Kau hanya perlu belajar mengendalikan kekuatanmu."

Sebelum Yume bisa merespons, tanah di bawah kakinya mulai berguncang. Langit malam berubah menjadi merah darah, dan sosok-sosok bayangan muncul dari kegelapan, mendekat dengan cepat. Neora menoleh tajam.

"Mereka sudah datang," katanya dengan nada waspada. "Kita harus pergi sekarang!"

Yume belum sempat bertanya lebih lanjut ketika Neora menggenggam tangannya dan menariknya berlari. Suara-suara dari bayangan itu terdengar semakin dekat, mengancam akan menelan mereka. Di saat itulah Yume menyadari bahwa apa yang terjadi bukanlah sekadar mimpi. Ini adalah kenyataan yang harus dihadapinya.

Di tengah pelarian itu, Yume merasakan sesuatu membangkit dalam dirinya—sesuatu yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia mulai merasakan kendali atas mimpinya, seolah-olah pikirannya bisa membentuk apa yang ada di sekitarnya. Namun, sebelum ia bisa mencoba memahami sepenuhnya, ia terbangun dengan terengah-engah di atas tempat tidurnya.

Peluh dingin membasahi tubuhnya, dan jantungnya masih berdegup kencang. Ia melihat sekeliling, kamarnya tampak normal, tetapi perasaan aneh itu masih tertinggal. Mimpi itu… Neora, bayangan-bayangan itu… Semuanya terasa begitu nyata.

"Half-Weaver..." gumam Yume, matanya menatap kosong ke langit-langit. "Apa sebenarnya yang sedang terjadi padaku?"