Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

CALAMITY OF DUNGEON : Bencana Kehancuran Bumi oleh Dungeon

🇮🇩Ape_Bae_Sensei
--
chs / week
--
NOT RATINGS
6.9k
Views
Synopsis
Ini adalah cerita tentang seorang pemuda bernama Noval. Dia adalah seorang yang penyendiri, atau lebih tepatnya terpaksa untuk menyendiri. Noval hidup dalam kesendirian dan kesepian di rumah yang besar, tanpa adanya seorang pun yang menemani. Setelah kematian Ayah dan Ibunya dalam suatu kecelakaan lalu lintas, Noval pindah tempat tinggal. Karena dia tak ingin terus mengingat dan larut dalam kenangan kedua orang tuanya di rumahnya, dia memutuskan untuk pindah ke tempat terpencil yang dulu ditinggali oleh Kakek dan Neneknya. Itu adalah sebuah Desa terpelosok dengan jumlah penduduk tak sampai 20 orang. Selama beberapa hari, minggu, dan bulan terlewati, Noval sudah mulai membiasakan dirinya dengan lingkungannya. Bahkan dia sudah bisa berbincang dengan orang lain serta berubah menjadi sosok ramah dan senang membantu orang lain. Dia merasa bahagia tinggal di Desa itu. Namun suatu hari, terjadi sebuah bencana gila. Bencana yang berbentuk gempa yang menimpa seluruh dunia itu mampu meratakan Bumi dan menghancurkan peradaban manusia modern. Namun karena suatu keajaiban yang telah diungkapkan, Noval berhasil selamat dari bencana itu. Beberapa hari setelah kejadian itu, Noval menemukan lubang besar dan menuruninya. Di ujung lubang, terdapat keberadaan bernama DUNGEON dengan gerbang masuk yang ukurannya sangat gila. Di tempat itu, Noval memulai perjalanannya. Bagaimana perjalanan Noval berlaku? Apa saja yang Ia temukan di sana? Dan rahasia apa yang sebenarnya menimpa dunia ini? ###
VIEW MORE

Chapter 1 - [VOL. 1] #1 AWAL DARI KEHANCURAN

0 D

(001) CHAPTER 1

AWAL DARI PERUBAHAN

Kesendirian, adalah kata yang tepat untuk menggambarkan situasiku saat ini. Kesepian, adalah kata yang tepat untuk menggambarkan perasaanku saat ini. Dan Kesunyian, adalah kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang aku alami saat ini.

1 minggu yang lalu, Ayah dan Ibuku mengalami kecelakaan lalu lintas, dan berakhir dibawa ke tempat peristirahatan terakhir mereka. Aku yang hidup dengan hanya memiliki mereka berdua, tentunya sangat merasa terpukul kehilangan mereka berdua sekaligus.

Setelah pemakaman, aku diminta oleh Pamanku untuk tinggal bersama mereka. Namun karena aku tidak terlalu akrab dengan Paman dan Bibiku, aku memilih untuk menolaknya. Dan karena aku juga menolak untuk tinggal bersama dengan Kakek dan Nenekku, aku diarahkan untuk tinggal di rumah yang dulunya adalah tempat Kakek dan Nenek tinggal. Rumah tersebut berada di suatu Desa yang lumayan terpencil, serta jauh dari keramaian Kota. Namun masih bisa terjangkau oleh sinyal dan listrik.

Pikiranku tidak tertata dengan baik saat itu. Dan aku berakhir memilih untuk tinggal di Rumah Kakek yang dulu.

Yah.., aku tidak mempermasalahkannya. Aku tidak terlalu suka keramaian, aku juga tidak terlalu menyukai interaksi dengan orang lain. Jadi, rumah ini bisa dibilang adalah rumah impianku.

Untuk merayakan kepindahanku ke rumah baruku, aku memasak 2 mie instan untuk dijadikan makan malamku. Dengan ditemani oleh minuman bersoda, aku makan malam dengan cukup menyenangkan, walau hanya seorang diri. Setelah itu, aku tidur.

.....

Inginnya sih aku tertidur dengan lelap. Namun sayangnya aku tak mampu melakukan hal itu. Perasaan sedih dan sepi masih terus terngiang di kepalaku. Hanya ada wajah kedua orangtuaku di dalam otakku saat ini. Sangat mustahil untukku hidup di dunia tanpa ada mereka berdua.

Ayah... Ibu...

Kenapa kalian malah pergi meninggalkanku...?

Apa kalian sudah tidak sayang lagi kepadaku?

Apa yang harus aku lakukan saat ini?

Bagaimana aku bergerak untuk ke depannya?

Ayah... Ibu...

Aku rindu kalian berdua...

Malam hari yang seharusnya kugunakan untuk mengistirahatkan tubuh, otak, dan mentalku itu, malah aku gunakan untuk menguras air mata. Semalaman penuh, aku terus menangis di atas kasur yang tidak terlalu bersih. Aku terus bersedih dan merenung dalam tangis.

Dan saat air mataku hampir habis, datang sebuah suara dari dalam kepalaku.

[Noval..]

Suara itu memanggil namaku. Aku pun sontak terkejut oleh suara yang tak asing bagiku itu.

"Eh? ".

[Kenapa kau Noval?]

Kemudian muncul lagi satu suara yang berbeda. Suara itu bertanya kepadaku, dan juga tidak asing bagiku.

Segera setelah itu, aku langsung memejamkan kedua mataku. Dan sangat tak diduga, muncul gambaran wajah kedua orang tuaku yang telah tiada.

Aku kemudian membuka suara bertanya di dalam hati.

[Ayah, Ibu... Apa itu kalian?] (Aku)

[Ya, ini kami..] (Ayah)

Ayah menjawab dengan senyuman tipis, sedangkan Ibu tersenyum dengan mata yang sedikit sedih.

[Noval! Apa-apaan kau ini? Sikapmu tak seperti seorang lelaki!] (Ayah)

Ayah berkata dengan nada yang ditinggikan.

[Ma-maaf Ayah..] (Aku)

[Noval,.. kamu tidak boleh nangis hanya karena Ibu dan Ayah pergi. Bukankah Noval adalah anak yang kuat?] (Ibu)

Ucap Ibuku.

[Tapi Ibu-] (Aku)

[Noval..] (Ibu)

[....] (Aku)

[Maaf ya Noval. Bukannya Ibu ingin meninggalkanmu sendirian, tapi Ayah dan Ibu mendapatkan takdir yang cukup aneh.] (Ibu)

[Takdir yang aneh? Apa maksud Ibu?] (Aku)

[Untuk itu, Ibu belum bisa menjelaskannya lebih jauh. Tapi, sepertinya Ibu dan Ayah belum meninggal.] (Ibu)

[Belum meninggal!?] (Aku)

Aku terkejut dengan perkataan Ibu.

Apa maksudnya?

[Apa yang Ibu maksud? 1 minggu lalu, jelas-jelas aku mengantarkan kepergian kalian.] (Aku)

[Yah..., itu sebenarnya bukan kami... Bagaimana menjelaskannya ya?] (Ibu)

[Ibu, waktu kita tidak banyak.] (Ayah)

Ayah mengambil pembicaraan.

[Oh ya. Maaf Noval, sepertinya sulit bagi kami untuk memberikan penjelasan.] (Ibu)

[Intinya, kau tak perlu khawatir Noval. Kita pasti bisa bertemu lagi di suatu hari nanti. Walau mungkin waktu itu tidak datang segera.] (Ayah)

Ucap ayah dengan senyum lebarnya.

[Walau Ayah bilang begitu, aku sama sekali tak bisa mencerna ucapan kalian.] (Aku)

[Sudah, dari sini, Ibu akan memberitahukan hal yang penting untuk kamu ingat dan lakukan.] (Ibu)

Mendadak Ibu merubah ekspresinya menjadi serius. Melihatnya, aku pun menyerah tentang perkataan-perkataan aneh mereka sebelumnya dan mencoba mendengarkan ucapan Ibu.

[Sekitar 5 bulan dari sekarang, Bumi akan mendapatkan bencana besar yang tak bisa dibayangkan. Bencana itu akan menghancurkan hampir seluruh permukaan bumi.] (Ibu)

Ucap Ibu dengan ekspresi tak berubah.

[Bencana? Apa Ibu mencoba untuk menakutiku?] (Aku)

[Ibu tidak akan bercanda mengenai hal ini. Ini adalah kejadian yang sungguh-sungguh akan terjadi.] (Ibu)

[.....]

Melihat Ibu yang seperti itu, aku hanya bisa terdiam.

[Tapi kau tenang saja Noval. Keamananmu sudah terjamin. Kau akan mendapatkan perlindungan saat bencana terjadi.] (Ayah)

Kali ini Ayah yang berbicara aneh lagi.

Sungguh, apa yang mereka beritahukan sebenarnya?

[Perlindungan?] (Aku)

[Ya, kami meminta kepada seseorang untuk menjamin keselamatanmu.] (Ayah)

[A-ah...] (Aku)

Tidak, aku tak paham! Siapa seseorang itu?!

[Tapi walau keselamatanmu sudah terjamin, dia tidak berkata kalau kehidupanmu juga akan dijaminnya. Jadi, kamu harus berjuang sendiri setelah itu.] (Ibu)

[Baik Bu, aku tak paham apa yang kalian katakan.] (Aku)

[Yah.., wajar bagimu berkata begitu. Tapi lakukan ini. Kumpulkan bahan makanan sebanyak mungkin. Baik itu air mineral, mie instan, roti kemasan, manisan, simpanlah itu sebanyak mungkin! Juga, simpanlah peralatan memasak dan bertahan hidup seperti kompor kecil dan gasnya, pisau serbaguna, senter, tali tambang, obat-obatan yang berguna dan lainya. Ini akan berguna di masa depan.] (Ibu)

[Ya, Ibu.] (Aku)

Aku tak tahu apa yang akan terjadi kedepannya dan apa yang dialami oleh orang tuaku, tapi perkataan Ibu tidak pernah salah. Aku akan percaya dan melakukan apa yang Ibu ucapkan.

[Maaf ya, Noval. Padahal kamu mungkin masih merasa sedih, tapi kami malah mengucapkan hal yang tak masuk akal.] (Ibu)

Ucap Ibu dengan senyuman kecut.

[Yah.., aku tak bisa menyangkal ucapan Ibu. Tapi,.. aku percaya pada kalian. Apabila kalian berkata seperti itu, pasti itulah yang terjadi.] (Aku)

Mendengar ucapanku, mereka sedikit terkejut lalu tersenyum bahagia.

[...Terimakasih sudah percaya kami..] (Ibu)

[Itulah anak kebanggaan Ayah.] (Ayah)

Kami bertiga pun tersenyum bersama.

[..Ibu, sepertinya sudah waktunya..] (Ayah)

Ucapan ayah berbarengan dengan munculnya cahaya di tubuh mereka.

[Ah.. Begitukah?...

Oh ya, Ibu hampir lupa.] (Ibu)

Sepertinya Ibu melupakan sesuatu.

[Jangan lupa untuk makan yang teratur. Kalau tidur jangan terlalu malam, juga jangan main HP terus. Sesekali keluarlah dan berinteraksi dengan orang lain. Sekolah juga jangan bolos. Rumah yang kamu tempati harus dirawat. Jangan membuat orang lain kerepotan karenamu. Dan kalau bisa, bantu mereka yang membutuhkan. Setidaknya sampai bencana datang, lakukan hal-hal itu!] (Ibu)

Ibu memberikanku banyak nasihat.

[A-ah.. baik, Bu!] (Aku)

[Hm... apalagi ya?..

Oh ya, Noval,...] (Ibu)

[Ya!?] (Aku)

Nasihat apalagi?...

[Ibu dan Ayah sayang kamu...] (Ibu)

Ucap Ibu dengan senyuman yang sangat tulus.

Aku sampai berlinang dibuatnya.

[Noval, Ayah juga percaya padamu! Kau akan mampu bertahan hidup! Dan kita bertiga pasti akan bertemu lagi di masa depan! Sampai saat itu, teruslah hidup bahagia!] (Ayah)

Ayah menambahkan dengan wajah yang tersenyum lebar.

[..Terimakasih, Ayah, Ibu....] (Aku)

Setelah itu, Bayangan Ayah dan Ibu di dalam kepalaku menghilang.

.....

....

Aku membuka mata dan tanpa sadar meneteskan air mata. Yah.., walau dari awal aku sudah menangis.

Berkat percakapan sunyi itu, aku merasa sedikit lebih baik. Walau aku sedikit merasa aneh dengan ucapan mereka, aku akan mempercayai mereka, karena mereka adalah orang tuaku yang hebat. Agar tidak mengkhianati kepercayaan dan kasih sayang mereka, aku tidak boleh mengemban perasaan sedih ini lebih lama lagi. Aku harus mengangkat kepalaku dan bangkit kembali.

Tapi untuk malam ini, aku harus tidur dulu. Walau tak mungkin bisa tidur di kasur ini...

...

...

...

Keesokan harinya, tepatnya di siang harinya, aku memulai aktivitasku di rumah dan lingkungan yang baru. Sebenarnya aku ingin langsung mengumpulkan bahan makanan, tapi Ibu berkata kalau bencana akan datang 5 bulan lagi. Lagipula aku harus mengumpulkan uang yang banyak untuk melakukannya. Maka dari itu, aku akan mulai dengan hal yang sederhana seperti bersih-bersih.

Aku mulai dari membersihkan dan menata rumah.

Bagian kamar.

"Ah.., kayaknya aku harus menjemur kasur ini. ".

Aku harus menjemur kasur yang basah karena tangisanku tadi malam. Juga menyapu dan memilah barang di dalam kamar.

Bagian kamar mandi.

"Uwaah... kamar mandinya bersih banget..(nada dan wajah datar) ".

Kamar mandi ini sudah ditinggalkan sejak lama sih, jadi malah akan aneh kalau bersih. Karena itu, aku membersihkan dan menyikat kamar mandi dalam waktu cukup lama.

Bagian ruang tamu.

"Kalau ruang tamu mah, cukup mudah. ".

Dari awal, ruang tamu tidak terdapat banyak kotoran, jadi aku hanya menyapu dan sedikit menata ulang saja.

Bagian halaman.

"Uwaah.. banyak banget daunnya.. ".

Aku menyapu seluruh kotoran yang ada di halaman dan kemudian membakarnya.

Untuk tempat lain, aku juga melakukan pembersihan kurang lebih sama. Dan akhirnya, pembersihan rumah barupun selesai sudah. Sekarang aku bisa tinggal dengan tenang dan nyaman walaupun seorang diri.

...

...

Setelah 1 minggu tinggal di rumah yang baru.

Aku cukup merasa kesulitan tinggal di lingkungan yang baru ini.

Jarak antara sekolah dan rumah sangatlah jauh, jadi aku cukup kewalahan untuk menggoes sepedaku, walau lama kelamaan sedikit terbiasa. Selain jarak sekolah yang jauh, aku juga mengalami beberapa masalah lainya. Toko makanan yang hanya berisi sayur dan buah, sinyal yang sangat sulit dijangkau, listrik yang seringkali padam, air yang keruh ketika hujan, binatang hutan yang seringkali masuk ke dalam rumah, dan masih banyak lainya.

Yah..., karena aku adalah pemula dengan lingkungan ini, untuk terbiasa akan hal seperti ini membutuhkan waktu. Tapi selain masalah, aku juga mendapatkan beberapa hal yang baik. Seperti ketenangan di malam hari berbeda dengan di Kota, tetangga sekitar sangatlah ramah dan baik, mereka bahkan terkadang memberiku makanan saat malam, dan juga suasana asri pedesaan ini sangatlah indah.

...

...

Setelah 1 bulan tinggal di rumah baru.

Aku sudah lumayan terbiasa dengan Desa dan rumah ini. Masalah-masalah yang kusebutkan sebelumnya pun sudah kuanggap sebagai bumbu penyedap dalam keseharianku.

Dan karena aku memiliki banyak waktu luang setelah pulang sekolah, aku memutuskan untuk mencari pekerjaan di Desa yang cocok untukku. Setelah aku berpikir, lebih baik untukku memanfaatkan waktu luangku dengan mencari penghasilan lebih. Walau aku sudah mendapatkan jatah dari gaji bulanan Pamanku, akan lebih baik bagiku untuk mencari penghasilan sendiri, sementara uang jatah dari Paman aku gunakan untuk kehidupan sehari-hari. Lagipula, aku harus membeli banyak bahan makanan untuk persiapan bencana.

Maka dari itu, aku mencoba untuk mencari pekerjaan di tempat yang dekat dengan Desa ini. Setelah mencari selama seharian, aku akhirnya berhasil menemukan pekerjaan yang lumayan cocok denganku.

Pekerjaan yang kudapatkan adalah menjadi pengangkut kayu hutan. Ya. Pengangkut kayu hutan, kayu yang lumayan besar itu.

Aku memiliki tubuh yang lumayan terlatih, jadi setidaknya aku bisa mengangkat kayu berukuran manusia secara individu.

Upah perhari dari pekerjaan ini adalah 50,000 rupiah. Upah yang kurasa setimpal. Aku akan bekerja keras untuk mengumpulkan uang dan membeli banyak bahan makanan.

...

...

Setelah 2 bulan berlalu, aku sudah terbiasa dengan kehidupanku di rumah ini. Aku juga sudah mulai terbiasa dengan pekerjaan mengangkut kayuku. Berkat itu, aku menjadi pemuda yang memiliki stamina yang lumayan besar jika dibandingkan dengan anak-anak seusiaku. Dan berkat pekerjaan itu juga, aku mulai mampu memperbaiki kekuranganku dalam hal komunikasi dengan orang lain. Rekan-rekan sepekerjaanku sangat mudah untuk diajak berbicara. Karena itulah, aku mulai bisa berinteraksi dengan mereka. Yah.., anggap saja mereka seperti guru bagiku.

Uang yang aku dapatkan dari pekerjaan itu sudah banyak kubelanjakan berbagai bahan makanan yang tahan lama, serta seluruh alat dan benda yang diperlukan menurut apa yang diperintahkan Ibu. Untuk membelinya pun, aku harus pergi ke swalayan di kota terdekat yang tak bisa dibilang dekat. Aku menyimpan seluruh benda yang sudah kubeli di gudang. Karena kurasa terlalu berlebihan apabila aku membelanjakan semuanya untuk bahan makanan, aku menyimpan sebagian uang dan menggunakan sebagiannya lagi untuk kesenanganku. Ayah menyuruhku untuk hidup bahagia, jadi tak masalahkan?

Untuk masalah sekolah, aku juga menjalani kehidupan sekolahku dengan lancar. Aku yang dulunya adalah seorang penyendiri, mulai bisa berbicara dengan teman-teman sekelasku.

Jarak sekolah dan rumahku saat ini sekitar 50 km. Aku pergi menuju sekolah dengan menggunakan sepeda yang memiliki kecepatan 40 km/jam. Jadi berkat itu, aku dapat memperbaiki pola hidupku menjadi lebih disiplin. Staminaku juga meningkat karenanya.

Oh ya, Kakek dan Paman juga mengecek keadaanku beberapa hari yang lalu. Mereka memang sempat khawatir dengan keadaanku, namun kekhawatiran itu menghilang saat melihat keadaan fisik dan mentalku. Mereka berdua menginap untuk beberapa malam di rumah ini dan melihat keseharianku. Mereka pun kagum denganku yang berubah drastis menjadi sosok yang mandiri. Mereka sebenarnya masih ingin membawaku untuk tinggal bersama, namun aku lagi-lagi menolak tawaran mereka. Yah.., mereka hanya ingin menunjukkan seberapa peduli dan sayangnya mereka kepadaku. Aku sangat berterimakasih akan itu.

...

2 minggu setelah kunjungan Paman dan Kakek, aku mendapatkan kabar duka. Kakek dan Nenek telah menghembuskan nafas terakhir mereka di rumah mereka. Aku yang mendadak mendapatkan kabar itu, langsung bergegas pergi ke rumah Kakek. Selama sekitar 1 minggu, aku memutuskan untuk tinggal di sana untuk menjaga rumah sampai Paman dan Bibi kembali. Mereka berkata kalau mereka akan tinggal di rumah Kakek dan Nenek dan akan menjual rumah mereka. Ada banyak alasan yang menguntungkan mereka seperti jarak sekolah anak mereka dan tempat kerja mereka lebih dekat, namun alasan utamanya adalah rumah ini merupakan rumah yang penuh akan kenangan.

Ketika mereka sudah selesai mengurus semuanya, akhirnya mereka sampai di rumah ini. Tugas berjagaku pun berakhir sudah. Aku menginap selama semalam bersama Paman dan keluarga lalu pulang keesokan harinya. Paman dan lainya adalah keluarga terakhir yang aku miliki, jadi aku harus mengakrabkan diri dengan mereka.

...

...

...

Dan setelah 5 bulan berlalu semenjak aku pindah ke rumah pemberian Kakekku, akhirnya aku menjadi murid kelas 11 SMA. Dan akhirnya, telah sampai bulan dimana bencana besar yang akan menghancurkan permukaan bumi terjadi. Aku tak tahu bentuk dari bencana itu, Ibu juga hanya berkata bencana besar saja tanpa menjelaskan detailnya. Karena tak tahu kapan bencana itu akan muncul, aku harus waspada setiap saat. Walau Ayah dan Ibu berkata kalau akan ada seseorang yang menjamin keselamatanku, aku tetap saja merasa khawatir.

"Kalau begitu, sampai jumpa besok senin ya, Leo. ". (Aku)

Ucapku kepada Leo, teman dekatku.

"Oh, ya. Sampai jumpa, Noval. ". (Leo)

Jawabnya.

Leo adalah salah satu teman yang aku anggap sangat dekat denganku. Dia adalah orang yang membantuku berinteraksi dengan teman-teman sekelasku. Berkatnya, sekarang aku telah memiliki banyak teman yang bisa aku andalkan.

Setelah upacara penerimaan siswa baru selesai, aku langsung kembali ke rumahku dengan bersepeda. Hari ini aku ada jatah kerja lagi.

Ketika sampai di rumah, aku langsung menyantap makan siang kemudian pergi ke tempat kerja. Aku bekerja hingga sore hari, dan kembali ke rumah bersamaan dengan terbenamnya matahari.

Aku berpikir kalau ini adalah keseharian yang menenangkan dan menyenangkan, aku ingin keseharian seperti ini terus berlanjut tanpa muncul bencana yang orang tuaku bicarakan. Namun pada akhirnya ucapan orang tua memang selalu benar. Keseharian yang mulai aku sukai itu hancur lebur tak bersisa.

...

...

...

Di pagi hari di hari minggu, ketika aku tengah bersantai di dalam rumah sembari menyaksikan siaran televisi, terjadi sebuah fenomena yang akan menggemparkan seluruh dunia. Ya, ini adalah bencana yang orang tuaku bicarakan. Dan ternyata, bencana ini berwujud GEMPA.

Gempa besar terjadi di sekitarku. Dan mungkin saja, gempa besar ini tengah terjadi di seluruh permukaan dunia secara serentak. Karena Ibu berkata kalau seluruh dunia mengalami kehancuran. Gempa Dunia, sebut saja bencana gila ini dengan sebutan itu.

Di tempatku berada, terjadi gempa yang teramat besar. Gempa tersebut setidaknya mampu merobohkan sebagian besar rumah yang kutinggali. Namun sesaat sebelum gempa berguncang, rumahku sedikit bersinar. Mungkin ini adalah perlindungan dari seseorang yang dibicarakan oleh Ibu dan Ayah. Aku segera keluar dari rumah setelah gempa besar dan panjang itu berakhir. Dan benar saja, aku berhasil selamat dari bencana gila itu. Aku harus berterimakasih kepada Ayah dan Ibu atas ini. Kalau saja tidak ada perlindungan, dapat dipastikan aku akan terkubur rumahku sendiri.

Gempa yang terjadi di wilayahku terbilang sangatlah besar. Karena aku sempat melayang beberapa saat akibat kuatnya goyangan bumi. Itu adalah bukti yang sangat kuat. Namun rumahku hanya mengalami sedikit kerusakan saja. Sementara apabila aku melihat sekeliling, rumah tetanggaku banyak yang hancur dan tak layak lagi disebut sebagai rumah. Ini menjadi bukti bahwa perlindungan yang dikatakan Ayah benar adanya.

....

....

Setelah beberapa hari berlalu semenjak fenomena gila itu terjadi, banyak berita di televisi yang menyiarkan fenomena gempa dunia ini. Tidak, semua saluran televisi hanya mengabarkan tentang ini saja, tidak ada yang lain. Dari berita, aku mendapatkan informasi bahwa terdapat banyak sekali titik pusat terjadinya gempa. Namun karena gempa tersebut terjadi secara serentak, hanya ada 9,435 titik pusat gempa yang dapat diketahui. Dan titik pusat gempa terbesar terdapat di Negara Jepang, tepatnya Kota Tokyo dengan kekuatan 9.9 SR.

Dunia mengalami kerusakan yang sangat parah, tak terkecuali wilayah yang aku tempati. Ini seperti sedang terjadi pemerataan bumi. Tentu saja, seluruh kegiatan di dunia mengalami kebuntuan. Baik bidang ekonomi, politik, sosial dan yang lain mengalami kematian. Terjadi krisis besar-besaran terhadap penghuni bumi.

Banyak retakan yang menciptakan ngarai besar yang memutus lajunya transportasi. Gedung-gedung penyokong kota mengalami kehancuran dan menyebabkan Kota mengalami kematian produksi. Dan yang terparah dan terburuk, banyak manusia kehilangan nyawa mereka dalam kejadian kali ini. Pada hari ke-7 setelah fenomena, tercatat sebanyak lebih dari 2.5 miliyar jiwa melayang. Itu angka yang sangat gila. Dunia benar-benar hampir mengalami kepunahan.

...

...

...

Di tengah krisis besar tersebut, muncul sebuah harapan baru. Dungeon. Ya, itu nama dari harapan baru yang mampu membalikkan situasi saat ini.

Di saat yang bersamaan dengan terjadinya gempa, muncul juga tempat di bawah tanah yang bernama Dungeon. Atau bisa dikatakan, Dungeon inilah yang menyebabkan gempa di seluruh dunia.

Jadi, dia bisa dianggap baik atau jahat ya?

Yah, itu tidak penting untuk masuk bahasan.

Melalui Dungeon ini, banyak sumber daya yang mampu diambil. Seperti material bangunan, bahan makanan, dan hampir seluruh kebutuhan manusia. Dan berkat Dungeon ini juga, dunia yang tadinya berada di ambang kehancuran, telah mengalami sedikit kepulihan setelah 2 tahun berlalu. Walau banyak perubahan yang terjadi pada dunia, baik budaya, pola pikir, dan tata kehidupan sosial.

...

...

Karena dunia mengalami perubahan, tentu saja aku yang adalah bagian dari dunia juga ikut berubah. Aku telah menjadi, Raja Penjelajah Dungeon! Bagaimana bisa aku menjadi Raja!?

Yah, kisahku akan diceritakan dengan jelas dan rinci setelah ini.

***