Miliaran bintang membentuk konstelasi dan galaksi yang berjajar tak beraturan, menyala seperti butiran pasir bercahaya di tengah luasnya alam semesta. Nebula-nebula yang indah, memberikan sentuhan warna-warni menghiasi kegelapan angkasa.
Namun, di balik keindahan yang tampak harmonis ini, tersembunyi rahasia-rahasia yang melampaui pemahaman makhluk fana.
Di tengah alam semesta yang luas seolah tak berujung, para Dimensional Being, atau disebut Entitas Kosmik, mengatur segala hukum untuk menjaga keseimbangan dan kemegahan alam semesta.
Mereka adalah perwujudan sang agung yang melampaui pemahaman makhluk kecil, menembus batas-batas realitas dan mengintimidasi segala bentuk kehidupan yang lebih kecil.
Entitas kosmik merupakan sosok-sosok yang disembah sebagai dewa. Mereka memegang kendali atas ruang dan waktu, pengatur dan penyeimbang tatanan semesta. Dengan sentuhan jari hingga satu tatapan mata, mereka mampu menciptakan dan menghancurkan kehidupan sesuai kehendak mereka.
Meskipun mereka berkehendak atas dasar kebaikan demi sebuah keseimbangan, namun tidak sepenuhnya makhluk hidup mampu menerima hukum yang mereka tetapkan.
Sistem tatanan hukum yang dijalankan oleh para Dimensional Being terkadang menciptakan ketidakadilan bagi makhluk-makhluk kecil yang terjebak dalam skema kosmik yang rumit dan tanpa kompromi. Di balik kemegahan dan harmoni yang mereka jaga ini, selalu tersembunyi kisah-kisah penindasan dan penderitaan di segala kehidupan makhluk kecil.
Salah satunya, seperti di salah satu dunia bernama Helheim yang tak lepas dari permainan takdir ilahi.
Helheim merupakan planet misterius yang tersembunyi di kegelapan angkasa. Meskipun terletak di salah satu tata surya terbesar dalam galaksi Tetra, namun sinar gemilang dari miliaran bintang tidak mampu memberi petunjuk keberadaan dunia tersebut, seolah ada kekuatan misterius yang menutupi keberadaannya.
Tidak ada yang mengetahui di mana letak dunia misterius itu, selain entitas kosmik sang penguasa alam semesta atau mungkin penghuni dunia itu sendiri. Di dunia tersebut, hanya ada spesies iblis 'spesial' yang tinggal di dalamnya, tanpa keberadaan spesies lain seperti dunia pada umumnya.
Prolog ini akan berfokus pada perjalanan singkat dari sosok yang tak diinginkan di Planet Helheim, atau dunia iblis. Seorang gadis iblis yang berjuang demi mencari jawaban dari takdirnya yang kejam.
Dahulu kala, dunia ini dipenuhi suka cita yang harmonis. Kedamaian terjaga utuh dengan penuh kesatuan. Seluruh ras iblis kala itu bersujud dalam satu kiblat pada sang raja iblis pertama, Achnologia La Giga, yang merupakan penguasa mutlak keseluruhan dunia ini.
Namun, ketentraman dunia iblis harus musnah untuk selamanya, ketika ribuan entitas suci turun ke dunia ini melalui suatu portal dimensi. Mereka menyebut diri mereka sebagai utusan surgawi, yang diciptakan untuk menjalankan kehendak dewa dewi demi menjaga keharmonisan alam semesta, yaitu malaikat.
Berbondong-bondong malaikat datang tanpa sebuah peringatan, membumi hanguskan sebagian besar dunia ini, membunuh iblis tanpa pandang bulu, merusak dan mengotori dunia iblis dengan penuh kekejian. Mereka adalah utusan surga yang tidak mencerminkan sosok surga yang seharusnya.
Malaikat datang dengan penuh persiapan seolah ingin membinasakan seisi dunia iblis. Setiap dari mereka hanya memberikan satu jawaban yang sama terkait alasan kekejian mereka pada dunia ini, yaitu: "Keberadaan iblis di dunia ini adalah suatu kesalahan."
Tidak dapat dipahami, tidak cukup jelas untuk ditelusuri, alasan itu terlalu rumit untuk dianggap sebagai "jawaban" atas kekejaman malaikat. Ratusan tahun lamanya, hingga saat ini, para iblis hanya mampu bertahan untuk melindungi dunia mereka dari kehancuran yang tidak adil.
Meski kehancuran terus melanda tanpa akhir, namun di tengah berlangsungnya bencana tersebut, terdapat kabar baik yang sempat meniup segar seisi dunia ini.
Kelahiran anak pertama dari sang penguasa multak dunia ini menjadi sinar harapan bagi seluruh iblis. Mereka memuja, menyanyikan senandung kebangkitan, dengan penuh harapan sosok pewaris tersebut terlahir dengan kekuatan yang sempurna dan mampu mengakhiri kehancuran dunia ini.
Tapi sayangnya, harapan tersebut seketika pudar begitu saja ketika Eliza La Giga, putri pertama dari Raja Iblis, terlahir sangat lemah dengan kekuatan yang jauh di bawah rata-rata iblis biasa. Eliza yang tak mampu menjawab harapan mereka membuat dirinya diasingkan dan tidak dianggap ada.
Setiap harinya, Eliza menjalani kehidupan yang penuh kesedihan dan kesendirian. Dia tumbuh dalam bayang-bayang harapan yang tidak terpenuhi dari para iblis yang menginginkan sosok pewaris yang sempurna akan kekuatan.
Kepedihan, penghinaan, keputusasaan, kekecewaan atas takdirnya sendiri, semua itu menemani hari-harinya yang sulit. Semua iblis menyalahkan dirinya yang terlahir sangat lemah, hingga menganggap keberadaan Eliza adalah suatu kesalahan.
Saat ini, di tengah kesunyian malam, Eliza tengah duduk di jendela kamarnya seorang diri. Rambut peraknya yang panjang, melambai merdu seiring hembusan angin. Dia melamun, dengan sepasang bola mata merah terpaku pada keindahan bulan yang megah.
Suasana begitu sunyi dengan penuh ketenangan. Angin malam terasa begitu dingin menembus gaun hitam yang Eliza kenakan. Anting permata berwarna merah di telinganya terus begerak mengikuti tiupan angin.
Di belakangnya, ruangan yang tak lain adalah kamar pribadinya itu terlihat begitu berantakan, seperti tidak terurus. Meski dirinya merupakan keturunan dari penguasa dunia ini, tapi saat ini dia tinggal disebuah rumah tua, sebab dia diusir dari kastil milik ayahnya atas kelemahannya.
Tidak seperti kamar putri terhormat pada umumnya, kamar Eliza mungkin lebih terlihat seperti gudang. Cukup banyak sekali barang-barang aneh yang lusuh berserakan di lantai, dan kertas-kertas bertebaran di setiap sudut ruangan.
Kegemarannya dalam meneliti sihir, dan selalu menghabiskan waktu untuk mempelajari sejarah, Eliza seolah tidak memiliki waktu untuk merapikan kamar pribadinya.
Setelah memandang bulan purnama cukup lama, bola mata Eliza kini tertuju pada sebuah bukit yang terlihat kecil dari kejauhan. Di balik sikapnya yang terlihat tenang, namun isi kepalanya tengah berperang dengan berbagai pikiran yang mengganggu.
Pikirannya tengah memutar kembali memori menyakitkan yang terjadi di masa lalu. Sedari kecil, Eliza telah disuguhkan pemandangan yang mengerikan, hingga membuatnya merasa lelah melihat pertumpahan darah, mayat bergelimpangan, dan tangisan kepedihan yang menciptakan suasana semakin mengerikan.
Meski terdapat beberapa iblis yang mau menerima keberadaan Eliza dengan tangan terbuka, namun hampir seluruhnya telah binasa oleh kekejaman malaikat, membuat Eliza semakin merasa putus asa atas ketidakberdayaannya dalam melindungi mereka.
Dalam batinnya, Eliza selalu menganggap takdir ini adalah sebuah ketidakadilan. Dia selalu bertanya tentang takdir, dan mempertanyakan apakah terlahir sebagai iblis adalah suatu kesalahan, seolah-olah tidak ada jalan keluar dari nasib mereka sebagai iblis.
Selalu terlintas di dalam benaknya ingin ikut serta dalam melindungi dunia iblis. Dia tak ingin terus-menerus merasakan kepedihan atas kepergian iblis-iblis di dekatnya.
Namun, apa daya jika dirinya terlahir tanpa kekuatan, seolah dirinya tidak diberi petunjuk untuk merubah nasibnya sebagai iblis. Bagai terjebak di dalam lingkaran tanpa ujung, Eliza merenungi takdirnya dengan penuh keputusasaan, mencari jalan keluar dari kekosongan yang menyelimutinya.
"Seandainya aku kuat, aku akan menolong mereka dari ketidakadilan takdir ini," gumam Eliza pelan dengan suara yang lemah, seolah ungkapannya itu seperti menjadi mantra yang terus terucap.
Di tengah renungannya dengan tatapan kosong, tiba-tiba Eliza dikejutkan oleh suara langkah kaki yang menghampirinya dari belakang. Lalu, siluet sosok wanita berambut pendek samar-samar terlihat dari balik pintu yang di ujung ruangan.
"Yo, Eliza. Merenung lagi?" sapa sosok gadis iblis yang baru saja tiba dengan penuh keramahan.
Sejenak Eliza menoleh ke arah suara tersebut, lalu ia kembali menatap bulan seolah tak acuh dengan kedua matanya yang sayu.
Cahaya rembulan memperjelas rupa dari sosok gadis kecil iblis yang baru saja tiba. Dia bernama Shion Malebolgia, sosok putri dari salah satu Infernal Dominium—kelompok bangsawan tertinggi yang bertanggung jawab atas pemerintahan beberapa negara di dunia ini.
Shion memiliki kepribadian yang tenang dan berkepala dingin, sesuai dengan penampilannya yang anggun. Rambut hitamnya yang pendek semakin menonjolkan kecantikannya yang alami. Di bagian pinggulnya, terdapat sebuah pedang tipis dan panjang yang tertidur di dalam sarung hitam.
Shion selalu tersenyun ke arah Eliza. Dia senantiasa melindungi dan membela Eliza dari segala intimidasi yang menentang keberadaan sahabatnya itu. Sejak kematian dari para iblis yang dekat dengan Eliza, kini hanya tersisa Shion yang masih bertahan di sisinya.
Shion Malebolgia
"Aku sedang tidak ingin diganggu, Shion. Lagi pula, bukannya kau sedang menghadiri rapat dengan Ayahku?" tanya Eliza tanpa menoleh ke arah Shion.
Tampa mempedulikan pertanyaan itu, Shion tetap melangkah dan berdiri di samping Eliza, ikut menyaksikan gemerlap bintang di langit yang gelap.
"Bagaimana? Apa penelitian sihirmu telah selesai?" tanya Shion sambil menggerakan rambutnya yang tertiup angin.
"Belum." Eliza melirik tumpukan kertas yang berserakan di atas meja. "Aku merasa melanjutkan semua ini adalah tindakan yang sia-sia. Fufu~ memang ... aku ini benar-benar tidak berguna."
Mendengar Eliza yang kembali merasa putus asa, membuat Shion menghela nafas lembut. Kemudian dia mengeluarkan pedang berbilah tipisnya dari sarungnya.
Dia sangat mengerti dengan kondisi Eliza selama ini. Apalagi tekanan yang diberikan oleh para bangsawan iblis semakin membuat Eliza terpojok karena kelemahannya.
Sambil menatap pedang kesayangannya yang bukan berasal dari dunia ini, Shion tengah memikirkan sebuah nasehat yang cocok untuk sahabatnya yang kembali merasa gelisah.
"Eliza, terkadang hidup seperti sebuah pedang, begitu tumpul dan tak berdaya. Ironisnya, kehidupan sering kali menguji kita dengan cara yang sama seperti seorang pandai besi menguji sepotong baja yang tidak berkilau," kata Shion dengan nada yang lembut.
Kemudian, ia melanjutkan nasehatnya. "Seperti saat kita mengasah pedang. Baja tumpul yang diberikan oleh takdir kita kadang-kadang membuat kita merasa sia-sia, seperti kita telah melalui begitu banyak tanpa hasil yang pasti. Tapi ingat, Eliza, sebuah pedang yang diasah dengan keras akan menjadi tajam dan kuat."
Eliza diam dalam kesunyian, raut wajahnya mencerminkan dirinya sedang mencerna kata demi kata yang diucapkan oleh Shion. Mungkin, dia sedikit mulai mengerti makna yang terkandung di setiap nasehat Shion.
Sementara Eliza masih terdiam, Shion kembali melanjutkan nasehatnya.
"Pedang menjadi tajam karena ia mengalami gesekan yang keras dengan batu asah. Setiap kali kita menghadapi kesulitan, kita seperti pedang yang digosok. Gesekan itu bisa terasa menyakitkan, tetapi itulah yang membentuk kita menjadi lebih kuat. Kita memahami nilai diri kita sendiri dan potensi kita."
"Setiap perjuangan yang kita alami adalah bagian dari proses pengasahan kita. Jadi, asah dirimu dengan keahlian yang kamu miliki. Tidak ada hal yang tidak berguna, begitu juga dengan penelitian sihirmu. Tidak ada yang tahu suatu saat nanti jerih payahmu akan berguna untuk semua makhluk."
Nasehatnya yang lembut ditutup oleh sebuah senyuman manis dari sosok Shion—iblis berbakat dan bijaksana di usianya yang terbilang sangat muda. Shion selalu berhasil menjadi cahaya yang menerangi Eliza dari kegelapan.
Setelah mendengar nasehat bijak dari Shion, Eliza merasa seperti ada cahaya kecil yang menembus kegelapan dalam hatinya. Wajahnya yang sebelumnya dipenuhi keputusasaan, kini terlihat bersemangat dan termotivasi. Matanya yang sebelumnya redup, kini berbinar-binar penuh harapan.
Apa yang diucapkan oleh Shion memang sepenuhnya benar. Setiap perjuangan selalu ada rintangannya masing-masing. Eliza memang menyadari hal itu sebab dirinya telah berjuta kali tertekan atas segala lika-liku perjalanannya.
Namun, suatu kesalahan yang baru dia sadari adalah dirinya hampir merasa putus asa dari semua rintangan yang ada di hadapannya. Bukan berarti Eliza ingin memilih untuk menyerah, hanya saja sebelumnya, ada suatu perasaan tidak berguna atas segala jerih payahnya itu.
Nasehat yang diberikan Shion selalu berhasil membangkitkan Eliza dari keterpurukan. Tanpa adanya Shion di sisinya, sedari awal Eliza akan terlelap ke dalam jurang keputusasaan yang dalam, terombang-ambing oleh gelombang-gelombang keputusasaan yang mengancam untuk menelan keseluruhan dirinya.
"Fufu~" Eliza tertawa kecil, wajah murungnya kini perlahan kembali berseri. "Sesuai yang diharapkan dari si Iblis Jenius. Kau tidak memiliki celah sedikit pun."
Eliza mengangkat kedua tangannya sambil menghembuskan nafas lega, seolah telah menemukan semangat baru. Ini bukan pertama kalinya dia merasa termotivasi dengan nasehat yang Shion berikan.
Di sampingnya, senyuman manis terbentuk di wajah cantik Shion. Dia memandangi Eliza dengan penuh perhatian yang lembut bagai tatapan dari seorang kakak pada sang adik tercinta.
Tak lama kemudian, tatapan Shion beralih pada tumpukan kertas di atas meja. Dalam tumpukan kertas tersebut, sekilas Shion dapat membaca sebuah tulisan yang menjelaskan konsep Elemen Kuantum.
Rasa penasaran perlahan timbul di benak Shion. Lantas ia pun mulai bertanya, "Hei Eliza, kenapa kamu begitu tertarik dengan elemen kuantum? Apa kamu tidak tertarik dengan elemen lainnya?"
Menyadari ketertarikan Shion terhadap penelitiannya, Eliza segera melompat kecil dan meraih salah satu kertas hasil penilitiannya.
"Entahlah ... aku hanya merasa tertarik dengan sesuatu yang sulit dipahami," jawab Eliza sambil menatap kembali kertas yang dia genggam.
"Hmm, memangnya apa yang membuat kuantum istimewa untukmu? Padahal masih ada elemen misterius lain seperti imajiner."
"Yaa, memang, bagiku imajiner sama seperti kuantum. Kedua elemen ini sangat sulit dipahami secara logika. Tapi," Eliza kembali duduk di jendela. "Apa kau pernah memikirkan bagaimana konsep sihir telepotasi yang sering kita gunakan?"
Shion sedikit menggelengkan kepala sebagai respon atas ketidaktahuannya. Padahal, sihir teleportasi seperti sebuah sihir tingkat dasar di dunia iblis, hampir seluruh iblis menguasai teknik sihir ini.
Tapi sayangnya, hanya segelintir iblis yang mengerti bagaimana cara kerja sihir teleportasi itu sendiri. Mereka seolah dapat menguasainya secara naluri tanpa harus memahami teori di dalamnya.
Dengan mata yang terpaku pada keindahan bulan, Eliza mulai menjelaskan apa yang dia ketahui.
"Tanpa kita sadari, ada konsep entaglement kuantum dalam proses teleportasi yang sering kita gunakan. Itu seperti mengaitkan tali magis antara dua lokasi. Seketika, mereka terhubung. Lalu, kita mengalirkan energi sihir melalui tali ini, dan voilà, kita berada di tempat tujuan tanpa harus melalui ruang di antara mereka."
Shion tetap tidak mengerti dengan penjelasan Eliza. Dia menatap Eliza dengan kebingungan yang terpancar. Sementara di sisinya, Eliza mungkin menyadari kebingungan yang dimiliki Shion.
"Umm, Shion, bagaimana kamu bisa menggunakan teleportasi?"
"Aku hanya mengingat lokasi yang pernah aku kunjungi."
"Itu saja?"
"Yaa, memangnya kenapa?"
Kali ini sebaliknya, Eliza yang kini malah merasa kebingungan. Secara tidak langsung teleportasi yang digunakan Shion hampir mendekati konsep elemen imajiner, padahal sihir teleportasi dari apa yang ia tahu merupakan salah satu sihir dasar milik elemen kuantum.
Jika dipikirkan lebih dalam, kedua elemen ini seperti saling terikat satu sama lain. Imajiner seperti bagian awal untuk menciptakan sesuatu yang diinginkan, misalnya teleportasi. Pengguna selalu membayangkan lokasi yang ingin dia tuju, lalu memanfaatkan proses perpindahannya melalui konsep kuantum.
Secara garis besar, penjelasan seperti ini memang hampir terdengar masuk akal. Namun, apakah kedua elemen tingkat atas ini memang memiliki cara kerja seperti itu? Ini menjadi hal yang menarik untuk Eliza.
"Ah, mungkin begitu," gumam Eliza tiba-tiba seolah menemukan suatu jawaban. "Jika imajiner adalah bagian awal penciptaan, maka kuantum adalah proses dari penciptaan itu sendiri."
Tidak dapat dipahami apa yang dimaksud dari Eliza, namun ia tampak bersemangat seolah telah menemukan petunjuk baru.
Dengan penuh semangat, Eliza melompat menuju meja penelitiannya kembali, meraih berbagai kertas hingga membuatnya semakin berserakan. Entah apa yang membuatnya tampak bersemangat, setidaknya Shion merasa sudag seharusnya Eliza terus seperti itu, dan melupakan semua kisah kelam yang telag dia lalui.
Semenjak hari itu, Eliza kembali menemukan semangatnya yang hampir pudar. Dia terus memfokuskan dirinya meneliti elemen sihir untuk menciptakan suatu sihir yang baru.
Tidak peduli jika Eliza akan diakui atau tidak, dan tidak peduli bagaimana hasilnya, dia tetap bertekad untuk terus berusaha melakukan yang terbaik demi mengubah nasib
para iblis, dan bermimpi menjadi yang terkuat.
****
Berpuluh-puluh tahun telah berlalu, Eliza kian berkembang seiring berjalannya waktu. Eliza yang awalnya dianggap lemah, kini telah menjelma menjadi pejuang tangguh yang memesona.
Tekad dan semangat tak pernah padam yang dimiliki Eliza, dan dukungan yang terus diberikan oleh Shion dan Sebas, seorang pelayan yang merawatnya sejak dirinya bayi, membuat perubahannya terlihat begitu nyata.
Kini, di usianya yang beranjak dewasa, cukup sering Eliza ikut andil dalam berperang mengusir para malaikat bersama dengan sahabatnya, Shion.
Duet antara Iblis Jenius dengan Putri Mahkota iblis ini semakin terkenal di setiap keberhasilan mereka dalam mengusir para malaikat, walau kepergian malaikat hanya bersifat sementara, dan akan kembali dalam waktu dekat.
Selain berkembang dalam seni bertarungnya, Eliza juga kian dikenal sebagai pencipta ilmu sihir. Penelitiannya dalam menciptakan ilmu sihir selama ini kini membuahkan hasil yang sangat manis.
Sebab, ilmu sihir yang ia ciptakan sangat berguna dalam medan pertempuran, dan memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan kekuatan tempur iblis saat ini.
Keberhasilan Eliza membuat namanya semakin dikenal hingga ke penjuru dunia. Kegigihan Eliza yang pantang menyerah untuk melawan takdir telah membawanya ke titik yang dia harapkan selama ini.
Namun, keberhasilan Eliza tidak mengubah dirinya menjadi sosok yang lebih baik di mata para petinggi iblis, atau Infernal Daemonum. Mereka seolah menutup mata dengan pencapaian Eliza yang sangat membantu dunia iblis.
Infernal Daemonum adalah kelompok bangsawan iblis tertinggi yang bertanggung jawab atas pemerintahan beberapa negara di dunia ini. Meskipun kekuasaan mutlak dipegang oleh Raja Iblis, Infernal Daemonum memiliki peran penting dalam mengatur dan mengelola wilayah-wilayah di bawah naungan mereka.
Mirisnya, meski seluruh Infernal Daemonum menguasai teknik sihir yang Eliza ciptakan, akan tetapi mereka tetap tidak mengakui Eliza sedikit pun.
Kebencian tanpa dasar para petinggi iblis, atau Infernal Daemonum pada Eliza semakin kental seiring berjalannya waktu. Mereka terus mencari cara untuk menjatuhkan nama Eliza dengan berbagai konspirasi, seolah para petinggi iblis sangat tidak menyukai keberadaan Eliza.
Bahkan, sang Raja iblis yang merupakan sosok ayahnya juga tidak pernah membela Eliza sedikit pun.
Tapi, seberapa banyak Eliza yang merasa terpuruk berkali-kali, selalu bisa bangkit karena sosok Shion yang tak pernah berhenti membelanya. Shion, selalu berdiri tegak dengan berani menentang keputusan para petinggi iblis yang hanya meninggikan namanya, dan melupakan jerih upaya Eliza.
Namun, pada suatu hari, kesabaran yang selama ini Shion miliki hampir berada diujung batasnya. Ketidakadilan yang kembali diberikan pada Eliza oleh para petinggi iblis semakin membuatnya merasa muak.
Saat itu, di dalam sebuah ruangan tahta Raja iblis, seluruh anggota Infernal Dominium tengah berkumpul. Alih-alih membahas krisis yang melanda dunia ini, mereka malah membicarakan keburukan Eliza. Perjuangan Eliza demi melindungi dunia ini justru mereka anggap sebagai ancaman, bukan pahlawan. Shion di sana hadir sebagai perwakilan bangsawan ras Malebolgia.
Perbincangan mereka terus menerus mengarah pada kejelekan sahabatnya itu, tanpa alasan yang mendasari membuat Shion tak kuasa lagi menahan amarahnya.
Dengan emosi yang telah memuncak, tiba-tiba Shion menghunuskan pedangnya pada seisi ruangan seraya bersumpah; bahwa dirinya meninggalkan gelar bangsawan, menghapus julukannya, dan merasa muak dengan mereka semua karena ketidakadilan tanpa dasar yang mereka berikan pada Eliza. Atas nama dirinya dan pedangnya, dia bersumpah.
Sumpahnya tersebut menimbulkan konflik besar di dalam kebangsawanan iblis. Citra ras iblis Malebolgia seketika hancur karena sumpah Shion yang dianggap menentang keputusan para petinggi iblis, terutama sang Raja iblis, Achnologia La Giga.
Dalam ruangan yang tenang tersebut, seketika suasana terganti dengan kekacauan yang hebat. Para bangsawan iblis segera menghukum tindakan lancang Shion dengan kekuatan mereka.
Atmosfer tiba-tiba berubah, langit terbelah, pegunungan hancur tanpa sisa, ledakan dahsyat terus tercipta di bagai tempat. Shion dengan keahliannya yang luar biasa, berusaha melarikan diri dari hukuman langsung yang diberikan para petinggi iblis.
Semenjak sumpahnya itu, Eliza dan Shion tak lagi terlihat di dunia iblis. Menghilangnya mereka selama bertahun-tahun menjadi tanda tanya besar bagi para warga iblis, berdampak signifikan terhadap daya tempur iblis yang semakin melemah, karena kepergian dua gadis iblis tersebut tidak ikut andil dalam pertempuran mengusir malaikat.