Chereads / World Destruction I : Initium Viae / Chapter 3 - 2. Ecliptic War

Chapter 3 - 2. Ecliptic War

700 tahun kemudian setelah kematian Shion, eksistensi Eliza kian dianggap malapetaka yang tak dapat dihindari. Keberadaannya menimbulkan ketakutan di setiap sudut alam semesta, menjelma sebagai sosok kehancuran paling mengerikan yang dihadapi sebagian besar makhluk kecil hingga malaikat.

Tiada ampun, tiada belas kasih, hanya keinginan yang tak tergoyahkan  untuk menegakkan kehancuran demi meraih ambisinya yang tinggi.

Sejak kematian Shion, Eliza hanya dapat melihat keindahan dari kehancuran. Baginya, kehancuran adalah sebuah seni yang layak untuk dinikmati. Diiringi sebuah tangisan akan kematian yang ikut memeriahkan suasana, kehancuran yang dia ukir menjadi semakin indah tak terbantahkan.

Kejahatan Eliza yang semakin mengancam keseimbangan alam semesta membuat sasaran utama malaikat, terutama archangel, tak lagi tertuju pada dunia iblis. Melainkan, pada eksistensi Eliza yang mereka anggap lebih berbahaya dari seisi Planet Helheim, atau dunia iblis itu sendiri.

Sebab, kehancuran yang diberikan oleh Eliza bukan hanya pada dunia di dekatnya, planet yang memiliki jarak paling jauh pun tak luput dari ukiran karya seni kehancuran Eliza.

Dalam 700 tahun ini, Eliza semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Energi sihir atau disebut sebagai Mana yang dia miliki, seolah tak memiliki batasan tertentu sebagai mana pada umumnya. Dia juga telah menaiki tahta menjadi penguasa iblis di Planet Helheim, sejak kematian ayahnya dalam beberapa ratus tahun yang lalu.

Bahkan, sihir Gerbang Astral yang dia gunakan sebagai portal penghubung antar dirinya dengan dunia asing, dapat dia gunakan dengan mudah tanpa batas, meski setiap gerbang yang diciptakan membutuhkan daya sihir dengan jumlah yang tidak masuk akal.

Selain itu, kehancuran yang Eliza ciptakan bukanlah sekedar kehancuran biasa. Sebagai iblis yang gemar meneliti dan menciptakan teknik sihir, Eliza dapat dengan mudah menghancurkan apa pun dengan teknik sihir yang dia ciptakan. Skala kehancuran dari teknik sihirnya jauh lebih dahsyat dibanding teknik sihir penghancur pada umumnya.

Hal ini telah membuktikan betapa mengerikannya Eliza sebagai iblis kuno yang telah melampaui tingkat tertinggi untuk seukuran makhluk kecil. Kekuatan yang dia miliki sebagian besar dia peroleh dari jerih payahnya selama ini.

Tidak ada satu pun makhluk bahkan seorang iblis yang akan menduga: jika Eliza, iblis lemah di masa lalu, akan berubah menjadi sosok paling ditakuti di berbagai planet kehidupan atau disebut sebagai dunia.

Selain itu, mereka, iblis-iblis di Planet Helheim, yang dahulu menghina kelemahan Eliza, kini telah menerima keberadannya, dan menyembah Eliza sebagai kiblat baru menggantikan posisi ayahnya, Achnologia La Giga.

Sebagai respon malaikat terhadap kekejaman Eliza di berbagai planet, mereka terus memburu Eliza di mana pun wanita iblis itu berada. Tak ada henti-hentinya para malaikat selalu mencari Eliza untuk membunuhnya demi menjaga tatanan dan keamanan alam semesta.

Tapi sayangnya, dari sekian banyak upaya malaikat membunuh Eliza, tak pernah sekali pun mereka berhasil menghentikan kegilaan Eliza. Dengan kemampuan luar biasa yang Eliza miliki, dia selalu berhasil lolos dari cengkaraman utusan dewa tersebut dengan sangat mudah.

Hingga pada suatu ketika, kegilaan Eliza semakin menarik perhatian sebagian besar anggota Perkumpulan 11 Dewa Dewi Surga, Assembly of Celestials. Mereka mulai ikut menanggapi bencana yang diberikan oleh Eliza dengan mengirimkan sebagian besar malaikat tingkat atas, beserta monster surga yang mereka ciptakan untuk menghukum Eliza dengan sebuah kematian. Penyerangan ini dipimpin langsung oleh tiga archangel yang memiliki tingkat ganjil.

Semua itu sebagai tanda akan keseriusan para penguasa alam semesta yang ingin menghukum Eliza atas perilaku buruknya. Jika monster surga telah dikerahkan ke dunia fana, pertanda penghakiman telah datang tanpa bisa dihindari oleh siapa pun.

Pertempuran makhluk surga melawan Eliza berlangsung di berbagai dunia. Eliza yang menghadapi mereka seorang diri terus mencoba memancing mereka ke berbagai planet dengan Gerbang Astral miliknya, hingga dampak pertempuran tersebut menyebabkan kehancuran di mana-mana.

Dampak yang diakibatkan hampir memusnahkan salah satu eksistensi makhluk hidup, membumi hanguskan rumah dari berbagai makhluk, menghilangkan peradaban dari sebuah planet, dan hampir mengurangi jumlah signifikan makhluk surga. Pertempuran antara Eliza melawan makhluk surga berlangsung sangat mengerikan.

Pertempuran dahsyat tersebut dikenal luas sebagai Ecliptic War, yang dimulai pada tahun 2071 Calestialis di sebuah planet manusia dalam Galaksi Zenith.

***

Hingga pada akhirnya, pertempuran yang dahsyat ini hampir berada di ujung akhir. Selama 100 tahun lamanya Ecliptic War berlangsung, Eliza telah berhasil menahan segala upaya penghakiman yang diberikan para makhluk surga tanpa mengalami kekalahan.

Saat ini, pada tahun 2171 calestialis, di sebuah planet asing yang hampir sepenuhnya hancur, tempat ini akan menjadi medan pertempuran terakhir dalam pertempuran Ecliptic War.

Di tengah medan pertempuran, tanah gersang dan berlubang dipenuhi mayat-mayat malaikat yang berserakan bagai daun kering di musim gugur. Gunung-gunung menjulang tinggi telah hancur, danau mengering, dan sebuah kota yang dahulu begitu ramai dengan bangunan tinggi, kini hanya menyisakan puing-puing runtuh di bawah kegelapan malam.

Di sekitar mayat-mayat malaikat yang berserakan, pasukan malaikat yang masih sanggup berdiri terlihat dalam keadaan terluka dan lelah. Mereka menatap dengan cemas ke arah sosok wanita berambut perak yang duduk di singgasana hitam jauh di depan mereka.

"Fufu~"

Tawa kecil itu terdengar khas dan menggoda, siapa pun yang mendengarnya akan berpaling ke sumber suara itu. Apalagi, tawa kecil tersebut merupakan ciri khas dari seorang wanita cantik berambut perak, yang selalu mengenakan gaun hitam mewah ala kostum pesta bangsawan.

Sayangnya, semua yang berkilauan itu bukanlah emas. Aura kecantikan yang terpancar dan memikat hati itu bukanlah dari wanita biasa atau pun Dewi Kecantikan. Wanita tersebut adalah Eliza La Giga, sosok iblis mengerikan sang pembawa malapetaka.

Di hadapan ratusan malaikat yang tersisa, Eliza tengah duduk manis dengan kaki menyilang di sebuah singgasana hitam yang tercipta dari aura kekuatannya. Bola mata kuning yang merupakan puncak manifestasi kekuatannya, tampak begitu mengkilap diiringi senyuman jahat yang menghiasi wajahnya.

Meski pertempuran ini telah berlangsung ratusan tahun lamanya, namun keindahan kulitnya masih tetap terjaga seolah tidak terkena luka fatal ataupun kekelahan.

Sementara itu di barisan malaikat yang masih berdiri, hampir seluruh malaikat tersebut merasakan keputusasaan yang hebat. Wajah mereka yang memancarkan kegelisahan seolah tak memiliki cara lain untuk menghentikan kegilaan Eliza.

Lalu, di posisi paling depan, terlihat sosok wanita berambut biru kehitaman berdiri dengan bungkuk sambil menahan rasa sakit. Gaun putihnya tampak usang, serta tubuh cantiknya dipenuhi luka fatal. Wanita tersebut bernama Haniel, sang Archangel of Sky Protection. Dengan nafas terengah-engah, dia menatap tajam Eliza dengan penuh kebencian yang mendalam.

Setelah beberapa saat keheningan namun mencekam berlangsung, Eliza tiba-tiba bersuara memecah kesunyian malam.

"Kenapa... kalian begitu keras kepala? Apa ... yang kalian harapkan dari kematianku?"

"Kematian dari sosok jahat dariku, takkan mengubah nasib apa pun. Idealisme kalian demi sebuah perdamaian, semua hanya ilusi semata."

Suaranya terdengar angkuh dengan ekspresi dinginnya yang khas. Dia selalu berekspresi dingin seolah telah lupa bagaimana cara untuk tersenyum. Sejak kematian sahabat terbaiknya, Shion, sikap Eliza telah sepenuhnya berubah menjadi dingin tanpa perasaan.

Sekalipun Eliza tersenyum, hanya senyuman jahat menyeramkan yang menghiasi wajah cantiknya, dan itu pun dia berikan ketika berhadapan dengan sosok yang menarik perhatiannya.

"Cukup sampai di sini," Eliza bangkit dari singgasana dengan anggun. "Perjuangan kalian takkan pernah membawakan hasil."

Sebuah pedang hitam perlahan muncul dari lingkaran hitam yang tiba-tiba tercipta di hadapan Eliza. Pedang itu memiliki warna bilah hitam pekat, aura hitam yang menyelimuti bilahnya membuat pedang tersebut semakin tampak mengerikan.

Ketika Eliza menggenggam pedangnya itu, Haniel seketika bersuara.

"Kenapa, kau sekuat ini?" tanya Haniel dengan nafas tersengal-sengal.

Seraya mengangkat bahu, Eliza langsung menjawab, "Entah ... takdir tidak ada yang tahu."

"Apa tujuanmu? Dari mana kekuatan yang kau dapatkan? Kenapa kau begitu kuat, Eliza?!" teriak Haniel dengan nada semakin tinggi yang dipenuhi amarah di setiap pertanyaannya.

Sebagai salah satu archangel yang pernah berhadapan dengan Eliza sebelumnya, Haniel merasa bahwa perkembangan Eliza dalam waktu singkat ini sangatlah tidak masuk akal. Apalagi, Eliza seorang diri mampu mengimbangi kekuatan milik para malaikat sekaligus dalam satu waktu.

Mengingat Eliza hanya sekedar makhluk fana, tanpa diberkahi suatu kekuatan yang spesial seperti malaikat, eksistensi Eliza saat ini di luar batasan pemahaman mereka.

Eliza melangkah ke udara dengan penuh keanggunan. Partikel sihir berwarna ungu mulai tercipta di bawah telapak kakinya, membentuk sebuah tangga langit yang menjadi pijakannya. Setiap langkah kakinya terdengar begitu merdu, menciptakan melodi anggun yang khas.

Di tengah langkah kakinya yang anggun, Eliza menjawab, "Tujuanku? Hanya demi kesempurnaan yang mutlak."

"Jangan konyol!" Haniel berteriak lantang, bola mata birunya melotot dan urat-uratnya menegang. "Tidak ada yang bisa menciptakan kesempurnaan yang mutlak selain para dewa! Makhluk bodoh seperti kau tidak akan mengerti bagaimana konsep mulia yang sebenarnya!"

Masih dalam langkahnya yang anggun, Eliza tertawa kecil. "Oh~ begitu, lalu... bisakah kau beri tahu aku apa arti mulia yang sebenarnya? Apa kau ingin mengatakan bahwa kalian berada di jalan yang mulia?"

Mendengar hal itu membuat Haniel tampak semakin geram, bola mata birunya kian dipenuhi rasa kebencian. Sekilas ia tampak ingin kembali menentang ucapan Eliza, namun Eliza lebih dulu bersuara.

"Makhluk surgawi selalu menjaga rahasia mereka, merencanakan akar yang menghubungkan semua hal. Ketidakpastian adalah sebuah kepastian. Tidak ada yang tahu kebenaran tentang alam semesta yang kita pijak. Hukum demi keseimbangan? Fufu~ omong kosong. Apakah memaksakan idealis seseorang sama saja melanggar keadilan? Kalau begitu, bukankah para makhluk surga selama ini tidak bersikap adil?"

Itu adalah sebuah pertanyaan yang didasari dengan alasan yang jelas. Selama 700 tahun ini, Eliza berkelana ke berbagai planet hanya untuk mencari teka-teki arti dari sebuah kehidupan, dan alasan di balik para dewa membenci dunia iblis.

Namun, setiap petunjuk yang Eliza temukan selama ini, entah kenapa malah semakin meluas hingga teka-teki yang merujuk pada rahasia alam semesta.

Semakin Eliza menggali teka-teki ini, ia merasa semakin jelas bahwa alam semesta adalah panggung utama untuk rencana para dewa. Rencana yang mencakup ciptaan dan ujian yang kompleks, mengarah pada sebuah kebenaran yang tak pernah terjelaskan.

Di atas langit yang gelap, langkah Eliza terhenti tepat di jarak 50 meter dari tanah. Partikel sihir berwarna ungu menjadi tempat ia berpijak. Hembusan angin meniup lembut rambut peraknya yang indah.

"Tutup mulut kotormu," gumam Haniel dengan kedua tangan dikepal erat. "Makhluk kotor seperti kau tidak pantas menilai upaya mulia para dewa. Sekarang... aku mengerti, kenapa para dewa sangat membenci planet iblis. Keberadaan iblis memang suatu kesalahan dan harus segera dibasmi."

Mendengar hal itu, sebelah alis mata Eliza seketika terangkat seolah merasa tertarik dengan ucapan Haniel.

"Hoo~ kalau begitu, apakah kau juga mengerti kenapa iblis sepertiku memiliki dunianya sendiri? Berbeda dengan dunia iblis lainnya yang menyatu dengan ras lain. Bukankah iblis yang berada di duniaku terbilang spesial? Jika kau merasa keberadaan iblis adalah suatu kesalahan, lalu ... untuk apa kami diciptakan?" timpal Eliza dengan sedikit senyuman sinis.

"Berisik!" Haniel kembali berteriak dengan kedua mata melotot. "Tuan kami memiliki alasannya sendiri, jangan kira makhluk angkuh seperti kau dapat mengerti rahasia surga!"

Kedua belah pihak memiliki pandangan tersendiri terhadap keputusan para dewa, terutama tentang arti kebenaran. Mereka saling berdebat bukan tanpa adanya alasan yang mendasari.

Dalam sudut pandang Eliza, hukum surgawi yang menjadi landasan atas tatanan alam semesta tidaklah sempurna, yang tidak seimbang dan terlalu menguntungkan makhluk terpilih.

Eliza juga meyakini adanya konspirasi yang tersembunyi di balik kilauan bintang-bintang dan gemerlapnya galaksi. Rahasia ini berkaitan dengan asal-usul kekuasaan yang mengatur alam semesta, dan mengungkapkan bahwa tidak semua yang tampak di atas adalah seperti yang terlihat.

Di sisi lain, sebagai malaikat agung tingkat tertinggi, Haniel sudah sewajarnya akan selalu mendukung tujuan perencanaan para dewa. Baginya, apa pun yang dewa rencanakan, adalah segala hal yang pasti demi kebaikan seluruh kehidupan.

"Fufu~" Eliza tertawa kecil sebagai ciri khasnya. Tampaknya, ia telah menduga jika Haniel akan tetap bersikeras pada sudut pandangnya. "Pada akhirnya ... makhluk surga tetap menjaga rahasia mereka. Masa bodoh, setidaknya akan ku akhiri drama konyol ini,"

Kemudian Eliza menghunuskan pedangnya ke atas secara tegas, memusatkan seluruh kekuatannya ke bilah pedang hitamnya. Aura hitam yang terpancar kian pekat dalam hitungan detik.

Sesuatu yang dahsyat terasa begitu intens di suasana yang mencekam. Hingga dalam waktu singkat, tiba-tiba muncul sebuah lingkaran hitam yang sangat besar di atas langit. Dan lingkaran misterius itu terus membesar hingga menutup kilauan bintang di langit malam.

Lingkaran hitam itu memiliki ukuran sangat besar dan amat luas, seolah seperti pintu gerbang menuju dimensi lain yang tak terjangkau oleh akal fana. Kegelapannya melebihi langit malam, tampak begitu pekat dan terdapat beberapa titik cahaya di dalamnya.

Saat lingkaran hitam itu semakin berkembang, atmosfer sekitarnya seketika mulai bergetar. Getaran hebat terasa di seluruh medan pertempuran, atau mungkin hingga ke penjuru dunia, membuat para malaikat yang berada di sekitar kebingungan dan terhuyung kehilangan keseimbangan mereka.

Seraya mencoba menjaga keseimbangan, terlintas di dalam benak para malaikat jika sesuatu yang luar biasa akan segera terjadi, sesuatu yang melibatkan kekuatan yang jauh melampaui pemahaman mereka.

Di tengah kebingungan yang melanda, tiba-tiba langit yang tadinya gelap gulita berubah menjadi terang-benderang dalam sekejap mata, seolah malam telah berganti menjadi siang tidak pada waktunya.

Ketika bola mata mereka menatap cahaya misterius yang menerangi kegelapan malam di atas langit, seketika mereka dikejutkan dengan suatu pemandangan yang tak dapat mereka pahami.

Wajah mereka mencerminkan keheranan yang mendalam, bibir mereka sedikit terbuka dan mata mereka melebar dalam keajaiban yang tidak pernah mereka bayangkan. Rasa takut yang luar biasa kembali timbul hingga membuat sekujur tubuh mereka terasa kaku.

Teriakan histeris mulai mewarnai suasana mencekam, beberapa di antaranya tak kuasa menahan ketakutan yang luar biasa hingga tak sanggup untuk berdiri.

Haniel sang archangel, juga ikut merasakan hal yang serupa. Ia tertegun dengan mulut yang terbuka lebar seolah tak percaya terhadap fenomena yang sedang terjadi di hadapannya.

Sebab, sepertiga kemegahan bulan yang sangat indah telah berada di langit bumi melalui portal dimensi.

Eliza menggunakan kekuatan dahsyatnya untuk merentangkan ruang-waktu, menciptakan jembatan kuantum antara bumi dan dimensi bulan, lalu memanfaatkan portal dimensi yang berfungsi sebagai "tunnel" kuantum yang menghubungkan dua tempat terpisah secara jauh.

Kemudian, ia memanipulasi medan gravitasi di sekitar bulan untuk mempengaruhi gaya tarik bulan terhadap bumi agar dapat memanggilnya lebih dekat.

Fenomena ini sangat bertentangan dengan logika. Teknik sihir yang Eliza gunakan berada di luar pemahaman tingkat makhluk fana. Keajaiban seperti ini hanya mampu di lakukan oleh entitas kosmik seperti dewa.

Dalam hukum alam semesta ini, tidak ada yang sanggup melakukan fenomena yang hanya bisa dilakukan oleh entitas dewa, sebab kedua entitas ini berada di tingkat yang jauh berbeda bagai langit dan bumi.

Tapi kali ini, Eliza seperti pengecualian. Ia berhasil memanfaatkan elemen kuantum dengan sempurna untuk menciptakan fenomena di luar akal sehat, dan melampaui batasannya sebagai makhluk fana.

Saat separuh bagian bulan telah eksis di langit-langit, getaran permukaan tanah seketika terhenti. Keberadaan bulan yang jauh lebih dekat dari biasanya tampak seperti akan menghantam apa pun yang ada di permukaan tanah.

Fenomena ini tampak sangat indah, namun begitu mencekam. Tidak ada satu pun makhluk yang menyaksikan fenomena ini sanggup untuk berkata-kata, bahkan untuk bernafas pun terasa sulit.

Sama halnya dengan Haniel, ia masih terdiam membeku dengan mata membelalak. Jari jemarinya yang cantik bergetar, akal sehatnya mencoba berpikir lebih cepat dari biasanya untuk mencari jawaban dari fenomena ini.

"K-kau.. a-apa yang kau la-lakukan?" tanya Haniel. Gemetar yang menyelimuti dirinya membuat suaranya terbata-bata hingga hampir sulit terdengar.

Dalam kegelisahannya, Haniel mencoba berpikir jernih untuk mencari akar yang menghubungkan fenomena ini.

Bulan merupakan wilayah kekuasaan Sang Dewi Bulan, Lunatic. Dewi bulan tidak mungkin memberkahi eksistensi jahat seperti Eliza dengan mengizinkan makhluk fana tersebut menggunakan kekuasaannya untuk menciptakan kehancuran. Apa pun alasannya itu sangat mustahil.

Lunatic yang Haniel kenal adalah sosok dewi sangat ramah dan sangat peduli terhadap makhluk fana. Tidak ada alasan khusus untuk Lunatic seolah berada di pihak Eliza. Ini sama saja Lunatic telah mengkhianati Assembly of Celestials, dan berniat membantu Eliza untuk menghancurkan para malaikat.

Pikirannya terus terombang-ambing dalam ombak ketidakpastian. Meski ada keraguan di dalam hatinya, Haniel mencoba untuk tetap mempercayai Lunatic. Bagaimana pun, Lunatic adalah bagian dari Perkumpulan 11 Dewa yang merupakan salah satu dari penciptanya.

Jika memang bukan campur tangan Lunatic, maka ada satu jawaban lagi yang tersedia, jawaban yang tak kalah sulitnya untuk ia terima, yaitu: Eliza memiliki kekuatan setara dengan jajaran para dewa.

Terlepas dari apa pun kebenarannya, tidak menutup fakta bahwa Eliza saat ini sedang menggunakan kekuasaan dewi bulan sebagai senjatanya untuk melawan mereka.

Haniel yang terlelap di dalam pikirannya seketika terbangun saat melihat bilah pedang hitam Eliza bersinar terang, seperti sedang menyerap partikel cahaya yang terus muncul di sekitarnya.

Ia dapat merasakan bahwa Eliza akan melakukan aksi lainnya. Tanpa berpikir panjang, lantas Haniel bergegas menatap sekitar untuk memberi perintah pada malaikat.

"Hei, kalian!" teriak Haniel mengejutkan seluruh malaikat yang tersisa. "Tak ada waktu untuk berputusasa. Ingat bahwa kita adalah makhluk surga yang memiliki tugas melindungi kehidupan. Kalau kalian adalah utusan yang taat, cepat menyebar dan cari makhluk yang tersisa! Kita harus lindungi mereka apa pun yang terjadi."

Perintah dari Haniel disambut baik oleh seluruh malaikat. Tanpa membuang waktu, sebagian dari mereka bergegas pergi berpencar ke berbagai arah dengan kecepatan yang tak dapat dijangkau oleh mata telanjang, untuk melindungi makhluk hidup lain yang tersisa.

Dalam situasi yang mencekam seperti ini, Haniel tetap berusaha untuk melakukan tugasnya sebagai utusan surga. Tugas yang diemban Haniel semakin berat setelah dua archangel lain tumbang dan telah dibawa kembali ke surga.

Apalagi, monster surgawi yang dewa utus juga kalah lebih dulu, hanya tersisa Haniel yang masih berdiri memimpin pasukan malaikat.

Setelah beberapa malaikat pergi, partikel cahaya berkumpul di tangan kanan Haniel, lalu membentuk sebuah busur putih yang sangat indah dengan motif keemasan. Sejenak Haniel kembali menatap pasukannya dengan tatapan cemas. Kemudian, ia menghela nafas.

Dengan suara yang penuh kebijaksanaan, Haniel berbicara, "Wahai utusan surga, kita mungkin telah terhempas oleh kekuatan yang tak terbayangkan. Tetapi kita adalah malaikat, penjaga kebenaran dan cahaya. Kita tidak boleh menyerah di hadapan kegelapan yang menantang kita."

Haniel menggerakan tangan dengan tegas sebagai memberi komando, "Lakukan, dan keluarkan semua yang kita bisa. Buatlah setiap serangan kita menjadi cahaya yang memecah kegelapan. Kita tidak akan menyerah, kita akan melawan sampai akhir!"

Dalam pandangan yang bersinar oleh semangat baru, pasukan malaikat bersiap-siap untuk serangan terakhir. Busur dan persiapan sihir mereka siapkan dengan tekad yang telah kembali.

Haniel, dengan penuh keyakinan, memimpin mereka untuk membawa sinar harapan di tengah kegelapan yang mengepung. Keputusan untuk mencoba satu serangan terakhir menjadi titik balik, menandai kembalinya semangat dan tekad yang kuat di antara malaikat-malaikat yang hampir menyerah.

Di atas langit, Eliza memandangi tekad malaikat yang baru saja kembali dengan sebelah alis sedikit terangkat. Ia masih mengangkat pedang hitamnya ke atas untuk mengumpulan energi bulan ke bilah pedangnya.

"Fufu~ menarik, tekad yang bagus," puji Eliza dengan senyuman tajam.

Haniel mengarahkan anak panah cahayanya ke Eliza yang masih berdiri tegak di atas langit. Kemudian, ia berteriak dengan lantang, "Wahai saudaraku, lakukan!"

Serentak tanpa satu pun yang tertinggal mereka melancarkan serangan ke arah Eliza. Berbagai macam sihir dan anaknpanah suci, semuanya mereka lancarkan secara bersamaan. Pemandangan di medan pertempuran seketika terlihat seperti pesta  kembang api di tahun baru dari kejauhan, sangat indah berkilauan namun begitu mengerikan.

Salah satu sihir yang lebih banyak mereka  lancarkan yaitu Shinning Blade. Sebuah nama sihir yang dapat menciptakan  pedang suci berwana emas. Pedang yang dapat dihasilkan oleh setiap satu  malaikat berjumlah 12 pedang, yang muncul melayang di sekitar  penggunanya, lalu pedang tersebut melesat dengan kecepatan tinggi ke  arah yang ditentukan sang pengguna.

Sihir tersebut merupakan  teknik suci yang hanya dapat digunakan oleh malaikat, setiap pedangnya  memiliki dampak luar biasa bila terkena secara langsung.

Dengan kecepatan yang tak dapat dijangkau apa pun, ribuan cahaya melesat secara bersamaan, dan itu dilakukan bertubi-tubi tanpa henti, semua malaikat terus berusaha  melakukan yang terbaik sampai akhir.

Sedangkan di sisi lain, Eliza yang menjadi sasaran mereka, hanya melontarkan senyuman jahat tanpa sedikit pun merasa cemas. Dia menghela nafas dengan sombong, seolah-olah sedang meremehkan semua serangan itu.

Lantas Eliza menunjuk dengan jari telunjuknya ke arah semua serangan yang menuju padanya. Hanya dengan gerakannya itu, seketika  ratusan lubang hitam misterius tercipta di hadapannya, berjajar rapih tanpa celah yang tersisa.

Ketika semua serangan tiba, dan menyentuh batas lingkaran hitam, seluruh lubang hitam tersebut menarik masuk setiap serangan ke dalam pusaran dimensi hampa yang membuatnya hilang dari kenyataan, seolah-olah mereka diserap ke dalam lubang cacing kuantum yang menghubungkan ke dimensi hampa itu sendiri.

Ini adalah manipulasi kuantum yang luar biasa, di mana Eliza memanfaatkan singularitas dan konsep dimensi hampa untuk mengubah arah serangan musuh, menyimpannya dalam ruang yang tidak dapat dijangkau oleh hukum-hukum fisika biasa.

Tidak hanya itu,  lubang hitam ini juga dapat membalikan serangan yang telah di terima  pada lawannya sesuai keinginan sang pengguna.

Dari sekian banyak serangan yang mereka lancarkan, tidak ada satu pun sihir maupun panah yang berhasil menyentuh Eliza, semua telah hilang ke dalam ruang dimensi milik Eliza. Sihir ini merupakan teknik terkuat yang selalu ia gunakan untuk melindungi dirinya.

Selama 100 tahun Haniel menghadapi Eliza, sihir tersebut memang tidaklah asing baginya. Bahkan ia sempat geram akibat semua upayanya selalu digagalkan oleh sihir dimensi milik Eliza.

Hanya saja, kali ini ia sama sekali tidak menduga, bahwa sihir tersebut seperti tidak memiliki batasan sedikit pun. Baik dari segi kuantitas yang dapat diserap oleh sihir itu, mau pun jumlah lubang yang mampu Eliza ciptakan, seluruhnya hampir tidak memiliki kelemahan.

Tidak ada lagi yang bisa Haniel lakukan, apalagi dia hanyalah archangel yang memiliki keterampilan serangan jarak jauh dengan busurnya. Dengan sihir dimensi milik Eliza tersebut, seolah dirinya tidak berguna di hadapan Eliza.

Meski begitu, Haniel pantang menyerah, ia berinisiatif untuk menyerang Eliza dari dekat, walau itu bukan keahliannya. Tiba-tiba, ia berada di belakang Eliza menggunakan sihir teleportasi sambil menggenggam pedang cahaya yang entah dari mana asalnya, lalu mencoba menebas Eliza dengan seluruh kekuatannya.

Namun, Eliza yang sangat akrab dengan pertempuran, dengan mudahnya dapat menyadari keberadaan Haniel. Dalam sekejap, aura hitam muncul dari punggungnya dan menangkis pedang Haniel dengan sangat kuat, hingga pedang Haniel terlempar jauh ke atas. Tanpa memberikan waktu untuk Haniel, aura hitam tersebut dengan cepat menyerang balik, menebas paha Haniel dari samping.

Haniel, yang berada dalam kondisi tidak siap, terpaksa harus menerima serangan tersebut, yang mengakibatkan paha kirinya mengalami luka yang sangat dalam. ia berteriak kesakitan hingga hampir kehilangan keseimbangan.

Kemudian, aura hitam itu berubah bentuk menjadi sesuatu yang aneh, lalu  dengan kekuatan yang luar biasa memukul Haniel, dan membuatnya terlempar  jauh hingga menghantam tanah dengan sangat keras.

Eliza sedikit melirik tak acuh ke arah Haniel yang terkapar di tanah sembari bergumam, "Dasar naif."

Bilah pedang Eliza kini telah bersinar lebih terang bagai cahaya yang menyinari kegelapan. Energi bulan yang ia butuhkan telah terisi penuh di bilah pedang terkuatnya. Partikel emas mengelilingi sekitar Eliza dengan anggun, seolah itu adalah cahaya harapan untuk sebuah kehidupan.

Merasa semua yang dibutuhkan telah ia dapatkan, Eliza kembali memusatkan seluruh kekuatannya ke dalam pedang terkuatnya, memanipulasi segala macam elemen untuk menciptakan sesuatu yang dahsyat.

Dalam gerakan yang anggun, Eliza menghunuskan pedangnya ke bawah, tepat mengarah pada seluruh malaikat berkumpul.

Lalu, dengan ekspresi dinginnya, ia berkata, "Annihilation."

Seketika ledakan cahaya emas yang tercipta sangat tebal dan indah,  Frekuensi yang dipancarkannya mencapai di luar jangkauan pendengaran  makhluk apa pun bersama dengan gelombang kejut yang menyertainya.  Ledakan nya sangat kuat untuk sepenuhnya menghancurkan segala sesuatu  dan terus meluas hingga tak dapat dijangkau oleh mata telanjang, semua  yang ada tak berdaya karena hancur tanpa sisa

Semakin meluas,  terus meluas, dampak area ledakan disertai cahaya amat terang terus  menyala semakin jauh tak terhingga. Siapa pun takkan sanggup untuk  bertahan di dalam jangkauannya. Hal ini membuktikan bahwa betapa  hebatnya seorang Eliza, kekuatan yang ia miliki tak boleh sedikit pun  dianggap remeh.

Aksi yang dahsyat itu menjadi penutup pertempuran antara Eliza melawan Malaikat. Sekali lagi, Eliza kembali mengukir karya kehancurannya dengan begitu dahsyat dengan sebuah kemenangan, hingga berhasil meratakan sebuah planet dalam sekali serang.