Bab 09. Muncul kembali
Satu purnama berlalu
Dalam rentang waktu tersebut Tian Fan fokus pada pelatihan tertutupnya, meski hanya menggunakan pemberat dan berlatih secara monoton metode yang diperintahkan sang ayah namun hal itu tidak menurunkan minatnya dalam berlatih. Bahkan tanpa diketahui semua orang Tian Fan berlatih metode tersebut tiga kali lebih lama dari standar yang diminta oleh Tian Yuwen.
Di malam harinya, Tian Fan belajar ilmu pengobatan dari tabib yang berasal dari keluarga ibunya, tabib Sun Ce yang mengajarkan Tian Fan praktek dasar mengenai pengobatan, tanaman obat, akupuntur, meramu obat dan meraciknya. Tak hanya sampai disana, Sun Ce memberikan praktek mengenai anatomi tubuh dan pembedahan.
Sun Ce pun senang mengajari Tian Fan karena selain cerdas dan dapat menerima pembelajaran dengan cepat, ia tekun dan tidak cepat berpuas diri dengan apa yang didapatnya.
" Tuan muda, aku tak tahu harus mengajarimu apalagi, semua pengalaman dan pengetahuan yang kudapatkan selama puluhan tahun telah seluruhnya kubagikan padamu. Mengajarimu benar benar membuatku merasa sangat tua sekali. " Ujar Sun Ce sembari menggelengkan kepalanya pelan dan mengusap keringat dingin yang bercucuran di keningnya.
Bagaimana tidak, dengan kepintaran, kecerdasan dan daya tangkap Tian Fan yang cepat benar benar membuatnya benar benar tak habis pikir dibuatnya.
" Tabib Sun terlalu memuji, ini hanya keberuntunganku saja. Tetap saja semua tak bisa dibandingkan dengan tabib yang telah berpengalaman puluhan tahun,jadi iru tidak bisa dibandingkan sama sekali. " Jawab Tian Fan jujur
Sun Ce tersenyum, meski begitu dihatinya tetap merasa kecut sekaligus bangga dengan pencapaian murid tidak langsungnya itu. " Entah aku harus menangis atau tertawa mendengar penuturanmu itu anak muda, yang jelas aku iri dengan kemampuanmu, aku berharap bisa memiliki setengah, tidak….. Seperdelapan saja dari kemampuanmu saja aku pasti senang luar biasa. " Batinnya.
Sun Ce menghela nafas panjang, setelahnya ia pun angkat bicara, " sekarang tabib tua ini hanya bisa menyarankan tuan muda untuk memperbanyak pengalaman, karena ilmu yang didapat tidak akan berguna jika tidak diamalkan. Berlatih akan membuat sempurna dan pengetahuan pun akan mendarah daging nantinya. " Ujar Sun Ce bijak.
Tian Fan menangkupkan tangannya, ia dengan penuh ketulusan memberi penghormatan pada Sun Ce. " Perintah guru akan murid ini lakukan, yakinlah, aku akan menjalankan amanat guru dengan sebaik baiknya. " Ucap Tian Fan sopan.
Sun Ce terkejut, hatinya menghangat, ia tak menyangka jika pemuda yang ada di depannya itu memanggil dan menganggapnya guru. Tentu itu sebuah penghargaan yang benar benar berkesan di hatinya. Sun Ce menepuk kedua pundak Tian Fan dengan mantap,ia menatap matanya dalam dengan penuh pengharapan. " Tuan muda, tetaplah menjadi padi, semakin berisi maka akan semakin merunduk, langit ini luas dan tak terbatas, selalu haus akan ilmu dan jadikan pengetahuan yang tuan muda miliki bermanfaat untuk khalayak ramai. " Ujarnya penuh penekanan.
Tian Fan menganggukan kepalanya, dalam hatinya terbentuk tekad bulat setelah mendengar kata kata sang guru, ia akan menjadikan hal tersebut sebagai prinsip dan jalan hidupnya. " Wejangan guru akan murid ini simpan kuat di dalam hati. " Jawab Tian Fan penuh ketegasan.
Sun Ce mengambil sesuatu dari kantong kain yang dibawanya, ia kemudian menyerahkan dua benda tersebut ke tangan Tian Fan. Tampak sebuah kain putih dengan banyak jarum akupuntur perak terselip di dalamnya, benda lainnya yang ada di tangan Tian Fan adalah sebuah kotak kayu persegi panjang dimana didalamnya terdapat pisau tipis yang biasa digunakan untuk melakukan bedah dan beberapa jarum bengkok berbentuk kail yang biasa digunakan untuk menjahit luka. " Guru, ini… " Ucap Tian Fan tak percaya.
Sun Ce tersenyum lebar." Tuan muda, kau telah menganggapku sebagai guru, maka dari itu aku harus memberikan hadiah pada muridku. Ini adalah alat yang kugunakan yang telah menemaniku selama puluhan tahun, kukira ditanganmu barang barang ini akan lebih berguna nantinya."
" Jadi terimalah, sebagai guru aku sangat senang jika alat ini berguna dan dipergunakan. " Ujarnya sungguh sungguh.
Tian Fan pun tak kuasa menolak karena apa yang diberikan Sun Ce padanya jelas sebagai harapan dan juga pengingat untuknya.
Setelah berbincang lama, Sun Ce pun mengakhiri pertemuannya. Setelahnya, Tian Fan pun kembali berlatih, ia menjalankan pelatihan fisik kembali yang dilanjutkan dengan melatih teknik pertempuran dari kitab kitab yang sebelumnya pernah ia baca. Teknik pertempuran jarak pendek,pukulan, tendangan, teknik berpedang dan jurus jurus dengan menggunakan senjata. Dalam waktu satu purnama itu ia melatih itu semua bersamaan dengan pelatihan tabib yang didapatnya dari Sun Ce.
Brukk
Tian Fan merebahkan dirinya di lantai, nafasnya tersengal dan terdengar berat, keringat mengucur deras dari seluruh tubuhnya dimana hal itu membuat pandangannya berkunang kunang karena lelah yang amat sangat.
Tanpa sadar ia pun terlelap dalam tidurnya akibat hal tersebut
Tian Fan terkejut ketika membuka matanya, wajahnya memperlihatkan keheranan seketika melihat sekelilingnya. "Tempat ini lagi!" sergahnya dengan terkejut, menatap keberadaannya yang terperangkap dalam ruang yang sepi. Seolah dia ada di antara gumpalan awan putih luas dan memanjang.
Segera insting yang kuat menguasai tubuhnya yang menuntun pandangan matanya ke arah tertentu. Di depannya, awan putih perlahan mencair dan mulai terlihat siluet yang tak asing lagi baginya. Jantungnya berdebar kencang saat menyadari siapa di hadapannya. Dalam jarak sepuluh meter, gadis muda yang mempesona itu kembali muncul—seperti sebelumnya, terikat dengan rantai besar yang mengepung tubuh rampingnya. Muncul pula dua batu raksasa di kanan kirinya sebagai penopang rantai tersebut.
Tian Fan terperanjat di tempat, ia bahkan mencubit pahanya sendiri untuk meyakinkan bahwa ini bukan mimpi. "Ehhh," keluh Tian Fan, merasa mencelos karena nyatanya tubuhnya kini tembus pandang dan berwujud roh manusia. "Kenapa jadi begini? Tempat apa ini?" gumamnya tak habis pikir.
Di tengah kebingungan yang menyelimutinya, pikiran Tian Fan teralih saat melihat gadis yang terpasung itu perlahan membuka matanya. Gadis tersebut menatapnya dengan sorot mata yang lirih, penuh arti. Langkah Tian Fan mendekati sang gadis, namun tiba-tiba dia menghentikan niatnya, tersadar akan gestur gelengan kepala gadis itu yang memperingatkan sesuatu.
"Tetaplah di tempatmu, jika kau melangkah lagi maka kau akan kembali terhempas oleh energi array yang ada di area ini," sebuah suara lembut bergema di kepala Tian Fan, membuat bulu kuduknya berdiri. Dia segera menyadari bahwa itu adalah telepati, namun perasaan cemas dan terkejut begitu kuat menguasainya. Mencoba menenangkan diri, Tian Fan berusaha beradaptasi dengan pengalaman pertama yang menakutkan ini. "Ternyata benar, tahu secara teori dan merasakan secara langsung sungguh besar perbedaannya," batinnya sembari menatap lingkungan sekitarnya dengan perasaan ketakutan.
Tian Fan merasa dirinya seperti katak dalam tempurung, tiba-tiba menyadari bahwa dia tidak berarti apa-apa di dunia ini. Tubuhnya bergetar halus akibat kepanikan yang mulai melanda, membuat langkahnya pun terasa berat untuk dilakukan.
Tian Fan mengalihkan perhatiannya pada gadis yang ada di depannya. Dari pandangan seriusnya, ia kemudian memberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan. "Nona, siapa kau? Kenapa kau terpasung di sana? Lalu bagaimana aku bisa menolongmu? Selain itu, kita sekarang berada di mana?" ujar Tian Fan dengan suara serius.
Gadis cantik itu memandang Tian Fan dengan tatapan yang lemah, namun tetap memaksakan diri untuk memperhatikannya. "Ini adalah alam bawah sadarmu, apa kau tidak tahu dengan dirimu sendiri?" balasnya lewat telepati. Ia melanjutkan, "Namaku Dian Ning, yang kau lihat sekarang adalah rohku. Aku sebelumnya terpasung di dalam batu berlian biru, berkat darahmu, segel yang mengekang batu berlian itu pecah. Sehingga, secara tidak sengaja rohku kini bernaung di dalam alam bawah sadarmu," jelasnya dengan suara yang serak namun lembut.
Tian Fan tertegun, matanya membulat dengan mulut ternganga setelah mendengar penuturan sang gadis tersebut.
"Untuk saat ini, kau tak bisa menolongku karena kau masih manusia biasa. Tapi, jika kau berhasil membuka dantianmu, mungkin kau bisa membantuku terlepas dari segel ini," jelasnya dengan tegas.
Tian Fan hendak memberikan respons, namun gadis itu kembali menyelanya. "Aku tidak punya banyak waktu, energi qi-ku sebentar lagi akan habis. Yang perlu kau tahu, tak perlu takut padaku; aku bersumpah untuk itu!" ujar Dian Ning serius sambil menatap dalam-dalam ke mata Tian Fan. Tidak lama berselang, Dian Ning mulai memejamkan matanya; awan putih bertebaran, perlahan menyembunyikan dirinya dari pandangan Tian Fan.
Tiba-tiba, sebuah cahaya menyilaukan menyeruak, menusuk mata Tian Fan, memaksanya untuk melepaskan diri dari alam bawah sadarnya.
"Ahhghh," jerit Tian Fan, bangkit ke posisi duduk sambil menarik nafas kasar. Suasana kini menjadi semakin mencekam. Dalam keadaan terduduk, Tian Fan merenung, berusaha mengatur nafasnya yang terengah-engah, dan pikirannya melayang kembali pada peristiwa sebelumnya.
"Ini jelas bukan mimpi!" gumamnya dengan serius. Pikirannya bertubi-tubi dihantam oleh pertanyaan yang tak bisa dijawab, membuatnya semakin berpikir keras untuk membongkar misteri yang ada di dalam dirinya. Menggenggam kepalanya yang sakit, Tian Fan mendesis, "Hanya ada satu jalan untuk menyelesaikan masalah ini, aku harus membuka jalan martial daoku secepatnya!" serunya dengan keyakinan penuh.